Partai Buruh Ikut Pemilu 2024, Ekonom: Bukan Kejutan, Tinggal Agenda Apa yang Dibawa?

Sebelas serikat buruh mendeklarasikan pendirian Partai Buruh dengan tujuan memperkuat kesejahteraan kaum buruh.

oleh Arief Rahman H diperbarui 06 Okt 2021, 15:10 WIB
Presiden Partai Buruh terpilih, Said Iqbal resmi dilantik dalam kongres keempat Partai Buruh (dok: Partai Buruh)

Liputan6.com, Jakarta - Sebelas serikat buruh mendeklarasikan pendirian Partai Buruh dengan tujuan memperkuat kesejahteraan kaum buruh. Melihat hal tersebut Ekonom menyoroti perlu ada agenda yang jelas yang akan dibawa partai tersebut.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra El Talattov menilai hadirnya Partai Buruh bukan sesuatu hal yang mengejutkan. Pasalnya, eksistensi partai tersebut kerap muncul meski dalam skala yang tidak terlalu besar.

Merespons hal itu, Abra menyoroti terkait tujuan atau agenda yang dibawa Partai Buruh baru ini dalam merespon kondisi di Indonesia. Bahkan Abra menaksir, langkah ini bisa menjadi jembatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja.

“Tidak ada hal yang mengejutkan, mungkin yang akan menjadi perhatian itu kira-kira agenda-agenda penting apa yang dibawa oleh partai buruh, kalau saya lihat dan baca narasinya justru ingin perkuat kerja sama hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja,” katanya saat dihubungi oleh Liputan6.com, Rabu (6/10/2021).

“kalau narasi itu yang dimunculkan itu hal yang positif, justru partai buruh ini justru memiliki ruang untuk menangkap aspirasi dari kalangan industri atau pelaku usaha,” tambahnya.

Sehingga, ia berharap selain sebagai wadah aspirasi pekerja, Partai Buruh bisa berpotensi sebagai media aspirasi para pengusaha, terutama pengusaha UMKM.

“Visi misinya seperti apa ditengah persaingan global dan pandemi harus bisa dilihat juga lebih kontekstual,” katanya.

Lebih jauh, Abra menilai hal ini bisa mendorong tingkat kesejahteraan buruh, dalam arti Partai Buruh dan industri bisa berjalan beriringan.

“Saya pikir kalau betul narasi itu hubungan industrial ini bukan sesuatu yang menjadi hambatan terhadap industri atau investasi, justru kepentingan buruh itu bagaimana menumbuhkan, memajukan industri dan investasi guna memajukan industri, dan investasi itu berujung pada kesejahteraan buruh, ini jadi sesuatu yang berjalan beriringan,” tuturnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Respons Terhadap UU Cipta Kerja

Massa KSPI longmarch saat menggelar aksi Solidaritas Buruh untuk Palestina ke Gedung PBB serta Kedutaan Besar AS di Jakarta, Selasa (18/5/2021). Massa mengutuk dan mengecam keras kekerasan yang dilakukan tentara dan polisi Israel terhadap masyarakat sipil Palestina. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, dalam konteks hadirnya Partai Buruh yang merespons undang-undang Cipta Kerja yang memiliki tafsiran beragam, Abra menilai Partai Buruh perlu mampu menyampaikan tujuannya.

Cukup jelas momentum yang diangkat partai buruh ini sebagai reaksi cipta kerja dianggap memiliki implikasi kepada para pekerja yang bersifat fundamental.

“Artinya bentuk-bentuk perubahan yang akan dilakukan melalui jalur konstitusional, parlemen, jika ternyata (Partai Buruh) masuk threshold apa tawarannya itu, apakah merevisi atau dengan aturan mengawal aturan turunan, itu juga bisa menjadi medium peningkatan kesejahteraan yang jelas, tadi agendanya harus spesifik,” paparnya.

Ia menilai, langkah yang paling memungkinkan dilakukan oleh Partai Buruh merespons UU Cipta Kerja adalah dengan melakukan pemantauan terhadap aturan-aturan turunan undang-undang tersebut.

“Tinggal bagaimana partai buruh ini menerjemahkan dampak uu ciptaker ini seperti apa, sangat kompleks (undang-undang) Ciptaker ini pengusaha tak banyak memahami substansi uu ciptaker. Terutama yang berkaitan dengan status buruh yang saat ini lebih mudah dipekerjakan tenaga outsource,” katanya.

 


Terburu-buru

Aksi massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (1/6). Mereka menuntut kenaikan upah minimum DKI sebesar Rp 650 ribu. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Sementara itu, secara terpisah, Ekonom Indef, Media Wahyudi Askar menilai bahwa pembentukan Partai Buruh ini adalah langkah yang terburu-buru. Pasalnya, ia melihat, bahwa kesadaran kelas pekerja terhadap pentingnya gerakan politik di Indonesia masih rendah.

“Problemnya adalah gerakan partai buruh dibangun secara terburu-buru. Ditambah lagi kesadaran kelas pekerja akan pentingnya gerakan politik bagi masa depan hubungan buruh dan pelaku usaha yang lebih adil juga sangat rendah,”

Sementara itu, bagi dunia industri, Media menilai, Partai Buruh ini tidak akan berdampak besar dalam waktu dekat.

“Omnibus Law yang sudah disahkan, dinamika politik di legislatif saat ini yang lebih berpihak pada pemerintah, menjadi tantangan terbesar bagi perjuangan kaum buruh,” katanya.

Lebih jauh, Media menilai Partai Buruh bisa memainkan peran yang jauh lebih penting dalam konstitusi dan layanan publik. Misalnya, dalam sektor jaminan kesehatan nasional dan jaminan ketenagakerjaan. Ia berharap Partai Buruh mampu menjadi motor perjuangan kelas buruh.

“Namun demikian, sejarah mencatat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara lain di dunia, Partai buruh mati ketika para pemimpinnya sudah bermain mata dengan kekuasaan. Kepercayaan masyarakat menjadi kunci masa depan Partai Buruh. Jadi kuncinya, sepanjang gerakan yang dibangun oleh Partai Buruh didesain dengan narasi yang positif dan jujur, maka perlahan akan mendapat simpati dari para buruh itu sendiri,” paparnya. 


Angin Segar

Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Kendati demikian, gerakan Partai Buruh masih dinilai sebagai angin segar bagi kelas pekerja, terutama saat ini masih ada mandeknya aspirasi buruh lewat partai politik yang sudah ada.

“Pada saat pembahasan Omnibus Law, tidak ada satupun partai politik yang dengan tegas menentang omnibus law. Bagi para pengusaha, terutama sektor-sektor industri seperti retail dan manufaktur adanya partai buruh ini menjadi peringatan bagi (pengusaha) untuk lebih berlaku adil dan menjamin kesejahteraan para pekerja,” katanya.

Sementara itu, ia melihat bahwa saat ini masih banyak kekosongan hukum dalam proses penggajian dan jenjang karir pekerja. Media menilai kekosongan tersebut dimanfaatkan oleh pengusaha nakal untuk mengelabui pekerja. Artinya, hadirnya Partai Buruh diharapkan ada terjadi gerakan buruh yang lebih terkoordinir.

Sehingga diharapkan akan ada koneksi yang lebih baik dalam dunia ketenagakerjaan dan pengusaha akan berpikir dua kali sebelum menjalankan kebijakan yang melanggar norma-norma di bidang ketenagakerjaan.

 


Peluang Ikut Pemilu

Puluhan nisan berjejer rapi di sekitar area Monas, Jakarta, pada Hari Buruh Internasional, Sabtu (1/5/2021). Nisan hitam itu dihiasi tulisan yang mewakili perasaan para buruh, Antara lain RIP PHK Murah, Bebasnya Outsourcing, RIP Cuti Hamil, RIP Satuan Upah-Perjam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lebih lanjut, dalam konteks perpolitikan di Indonesia, baik Media maupun Abra menilai Partai Buruh masih memiliki kesempatan yang terbuka untuk mengikuti pemilu.

Sehingga harapannya ada koneksi yang lebih baik dalam dunia ketenagakerjaan dan pengusaha akan berpikir dua kali sebelum melakukan kebijakan yang melanggar norma-norma di bidang ketenagakerjaan

“Dalam politik demokrasi moderen, sebagai sebuah gerakan, partai buruh idealnya bergerak di jalur politik, lewat legislasi, penyerapan aspirasi buruh dan advokasi hukum,” katanya.

Kendati begitu, ia juga mengkhawatirkan di ranah praktis di Indonesia, konfrontasi massa buruh bisa masih bisa dilakukan sehingga rawan terjadi gesekan dengan pengusaha.

“Dalam tataran praktis, ini bisa saja meletup lewat berbagai gerakan konfrontatif, seperti pemogokan dll sehingga terjadi gesekan dengan kalangan pengusaha,” tutupnya.

Sementara itu, Abra menyambut positif langkah Partai Buruh tersebut, bahwa mengacu pada aturan, setiap warga negara memiliki peluang yang sama besar untuk ikut dalam kontestasi politik.

“Saya pikir setiap warga negara memiliki peluang yang sama dalam kontestasi politik, toh banyak partai pecahan dan partai baru, tinggal nilai tambah dan kekhasan apa yang mereka tawarkan agenda apa yang ditawarkan,” katanya.

Ia kembali menekankan bahwa isu ketenagakerjaan menjadi isu yang cukup sentral untuk bisa dibawa oleh Partai Buruh untuk kemudian diperhatikan oleh masyarakat. Baik bagi angkatan kerja senior maupun angkatan kerja muda.

“Jadi (kesempatannya) masih terbuka lebar, tantangannya soliditas konsolidasi di internal, itu yang jadi tantangan terdekat,” katanya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya