Liputan6.com, Jakarta - DPR mendesak pemerintah untuk melakukan penataan ulang industri nikel di dalam negeri. Penataan ulang tersebut berkaitan dengan silang sengkarut perbedaan hitungan kadar nikel yang akan dipasok ke pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno menyampaikan bahwa pihaknya sudah membentuk Panitia kerja (Panja) untuk membahas mengenai penyelesain polemik perbedaan hitungan kadar nikel yang merugikan pengusaha nikel dalam negeri.
Advertisement
“Kami di Komisi VII sudah menyelesaikan panja terkait polemik nikel tersebut. Panja tersebut sudah menghasilkan rekomendasi ke Kementerian ESDM. Maka dari itu harus segera ditinjak lanjuti oleh Kementerian ESDM,” terang Eddy dikutip Kamis (7/10/2021).
Sebagai informasi, saat ini terjadi kisruh antara pengusaha nikel dengan pemilik smelter berkenaan dengan harga patokan mineral alias HPM. Hal itu terjadi lantaran adanya perbedaan hitungan kandungan nikel di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar.
Eddy menyampaikan, bahwa hal itulah yang menjadi masalah sejak lama. “Yang kami ketahui, smelter nikel melakukan perhitungan berbeda dengan surveyor yang ada atau berbeda bahkan bisa di bawah Ni 1,8 persen atau mencapai Ni 1,5 persen. Padahal sebelumnya setelah dilakukan hitungan kadar oleh surveyor sudah sesuai dengan kadar Ni 1,8 persen,” terang Eddy.
Maka dari itu, hasil Panja Komisi VII merekomendasikan supaya ada penataan surveyor untuk bisa melaksanakan tugasnya secara konsekuen.
“Bahkan dalam temuan kami ada surveyor yang belum tersertifikasi,” ungkap eddy.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Monopoli Survei
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade menilai adanya dugaan monopoli survei dalam lingkaran smelter. Bahkan ditemukan data bahwa teman-teman pengusaha nikel terancam diblacklist oleh smelter.
“Kalau dulu survei di smelter mengharuskan pakai Intertek dan kemudiaj bermasalah lalu diganti dengan Anindya. Untuk itu kami juga sudah melaporkan hal ini ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Investasi,” kata Andre.
Untuk mendorong penyelesaian polemik ini, Komisi VI dan Komisi VII akan segera mengundang Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri Perindustrian dan Menteri Investasi untu membuat rapat gabungan demi mencari solusi yang ada.
“Ini untuk menyelamatkan nasib pengusaha nasional kita dan memastikan Sumber Daya Alam (SDA) kita bermanfaat dan menguntungkan rakyat Indonesia, bukan menguntungkan kepentingan asing,” ungkap dia.
Advertisement