Liputan6.com, Vatikan - Paus Fransiskus mengungkap rasa malunya setelah kasus pedofilia masif terkuak di Gereja Katolik Prancis. Korban mencapai 216 ribu anak.
Kejahatan itu terkuak dari komisi independen yang dibentuk oleh organisasi-organisasi kristen di Prancis. Tujuan komisi itu adalah untuk mencari tahu kebenaran mengenai tuduhan-tuduhan pelecehan seks.
Baca Juga
Advertisement
"Sungguh memprihatinkan bahwa ini jumlah yang sangat besar. Saya ingin mengungkapkan kepada para korban kesedihan dan keprihatinan saya atas trauma yang mereka derita," katanya seperti dilansir Dilaporkan VOA News, Kamis (7/10/2021).
"Ini juga merupakan rasa malu saya, rasa malu kami, karena ketidakmampuan gereja yang terlalu lama untuk tidak menyoroti masalah ini."
Ia meminta semua uskup dan para pemimpin agama untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan "agar peristiwa serupa tidak terulang'' di kemudian hari.
Paus juga mengungkapkan "kedekatan dan dukungannya'' bagi para pemimpin gereja Prancis dalam menghadapi ujian yang sulit ini dan meminta umat Katolik Prancis untuk memastikan bahwa gereja tetap menjadi tempat yang aman bagi semua orang.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sistematis
Laporan itu mengatakan sekitar 3.000 pastor dan orang lain yang terkait dengan Gereja Katolik melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Sekitar 80 persen korban adalah anak laki-laki.
Ketua komisi independen yang mengeluarkan temuan itu, Jean-Marc Sauve, pada Selasa (5/10) menegaskan bahwa otoritas Katolik telah menutupi pelecehan yang berlangsung selama 70 tahun dengan “secara sistematis''.
Para korban menyambut baik dokumen setebal 2.500 halaman itu karena sudah lama tertunda, dan ketua Konferensi Waligereja Katolik Prancis telah secara resmi mengajukan permintaan maaf.
Jumlah korban yang mencapai 330.000 termasuk sekitar 216.000 orang yang dilecehkan oleh pastor dan pengurus gereja lainnya, dan sisanya oleh tokoh-tokoh terkait gereja seperti pemimpin Pramuka dan konselor kamp. Perkiraan tersebut didasarkan pada penelitian yang lebih luas oleh Institut Kesehatan dan Penelitian Medis Nasional Prancis tentang pelecehan seksual terhadap anak-anak di negara tersebut.
Advertisement