Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyatakan, apabila usulan pemerintah diterima, yakni Pemilu digelar 15 Mei 2024, maka ada masukan agar Pilkada Serentak mundur ke tahun berikutnya, yakni pada 19 Februari 2025.
Mundurnya jadwal itu menurutnya memang memiliki konsekuensi, yakni perlu adanya revisi UU Pilkada. Sebab, dalam UU disebutkan Pilkada harus digelar pada November 2024.
Advertisement
"Opsi II yakni hari H Pemilu 15 Mei 2024 dan Pilkada 19 Februari 2025. Sehubungan dengan opsi kedua ini maka berkonsekuensi pada perlunya dasar hukum baru, karena mengundurkan jadwal Pilkada yang telah ditentukan oleh UU Pilkada (November 2024) ke bulan Februari 2025," kata Pramono, Kamis (7/10/2021).
Pram menyatakan, KPU telah mensimulasikan beberapa skenario penetapan jadwal Pemilu dan Pilkada di 2024. KPU menyebut, skenario harus memenuhi dua pertimbangan waktu.
"Satu proses pencalonan pilkada tidak terganjal oleh proses sengketa di MK yang belum selesai, dan dua tidak ada irisan tahapan yang terlalu tebal antara pemilu dan pilkada. Sehingga secara teknis bisa dilaksanakan, dan tidak menimbulkan beban yang terlalu berat bagi jajaran kami di bawah," ucap Pram.
Menurut dia, KPU selalu terbuka dengan opsi-opsi lain terkait pelaksanaan Pemilu 2024. "Sepanjang dua hal di atas terpenuhi berdasarkan kerangka-kerangka hukum yang ada sekarang," katanya.
Tetap Melakukan Persiapan Pemilu 2024
Saat ini, kata Pram, KPU tetap melakukan berbagai persiapan meski hari H Pemilu 2024 belum final.
"KPU tetap akan melaksanakan berbagai persiapan, seperti yang telah kami lakukan sejauh ini, baik terkait dengan re-desain surat suara, rekapitulasi elektronik, pendaftaran dan verifikasi parpol secara elektronik, pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan, dan sebagainya," pungkasnya.
Advertisement