Liputan6.com, Jakarta - Ada satu atraksi turis yang akan tidak lagi bisa dilakukan di Hawaii. Tertuang dalam aturan baru yang diusulkan bahwa turis maksimal harus berjarak 50 meter dari lumba-lumba pemintal Hawaii yang biasanya berada dalam jarak 3,2 kilometer (km) dari pantai.
Melansir Lonely Planet, Kamis, 7 Oktober 2021, kebijakan ini tidak hanya berlaku untuk perenang, tapi juga perahu, kano, paddleboard, bahkan drone. Ini secara efektif akan mengakhiri banyak kegiatan kelompok wisata mengamati lumba-lumba di Hawaii.
Lumba-lumba pemintal adalah makhluk nokturnal. Mereka berada di perairan dangkal untuk beristirahat di siang hari, yang membuatnya dapat diakses manusia dan jadi sasaran empuk bagi turis yang ingin berinteraksi dengan mereka.
Baca Juga
Advertisement
Para ilmuwan memperingatkan bahwa interaksi ini berefek negatif pada kesejahteraan lumba-lumba. Pasalnya, aktivitas manusia dianggap mengganggu mamalia itu ketika mereka seharusnya bersantai, mengasuh anak-anak mereka, dan memulihkan diri dari malam yang dihabiskan untuk mencari makan di lepas pantai.
"Lumba-lumba pemintal yang terganggu selama periode penting ini mungkin bisa menghindar atau merasa tertekan. Kurangnya waktu istirahat yang konsisten dapat mengurangi jumlah energi yang mereka miliki untuk berburu dan merawat anak-anak mereka," begitu bunyi pernyataan National Marine Fisheries Layanan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA Fisheries).
Meski lumba-lumba pemintal dapat "berenang menjauh" dari manusia dan kapal, hal itu mengganggu istirahat mereka. "Itu membuat mereka tetap waspada dan memaksa mereka mengeluarkan energi untuk meningkatkan kecepatan berenang atau mengubah arah," catat NOAA Fisheries.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menerima Komentar Publik
Pertemuan dengan manusia dan kapal yang terlalu lama dan dari jarak dekat dapat memaksa lumba-lumba pemintal mengubah habitat. Jika terjadi, ini diprediksi membuat mereka rentan terhadap pemangsa.
Pedoman aturan itu menuliskan, larangan ini tidak berlaku untuk orang atau kapal yang secara tidak sengaja datang dalam jarak 45 meter atau didekati lumba-lumba pemintal. Dengan catatan, "mereka tidak berusaha melibatkan atau mengejar hewan itu dan segera mengambil langkah untuk menjauh darinya."
Menyusul larangan tersebut, NOAA Fisheries berusaha menutup daerah-daerah tertentu di Hawaii dari pukul 6 pagi sampai pukul 3 sore untuk lebih melindungi lumba-lumba pemintal selama waktu istirahat kritis. Daerah ini termasuk bagian dari Kealakekua, Hōnaunau, Kauhakō (Ho'okena), dan Teluk Makako di Pulau Hawai'i, dan Teluk La Perouse di Maui. Pihaknya disebut menerima komentar publik tentang aturan yang diusulkan hingga 27 Desember 2021.
Advertisement
Kejadian Berbeda 180 Derajat
Berbeda dari Hawaii, bulan lalu, Kepulauan Faroe justru meneruskan "tradisi pembantaian" mamalia laut tersebut. Tahun ini, sekitar 1.400 lumba-lumba bersisi putih dibunuh, mencatatkan rekor tertinggi selama musim perburuan yang mengerikan itu.
Kumpulan lumba-lumba tersebut didorong dari tengah laut ke daerah sempit di pinggir laut. Perahu menggiring mereka ke perairan dangkal di Pantai Skalabotnur, kemudian hewan-hewan itu dibunuh secara massal. Setelahnya, tubuh lumba-lumba ditarik ke darat dan dibagikan pada penduduk setempat untuk dikonsumsi.
Melansir CNN, dalam rekaman perburuan, lumba-lumba terlihat meronta-ronta di perairan dangkal yang memerah karena darah saat ratusan orang menonton dari pantai. Dikenal sebagai grind, perburuan mamalia laut, terutama paus dan lumba-lumba, adalah tradisi yang telah dipraktikkan selama ratusan tahun di negara kecil itu.
Pembantaian lumba-lumba pada 12 September 2021 itu dikhawatirkan akan menghidupkan kembali diskusi yang bisa mengancam tradisi kuno tersebut. Menurut mereka yang mendukung, perburuan itu adalah cara berkelanjutan mengumpulkan makanan dari alam dan bagian penting dari identitas budaya Faroe.
Di sisi lain, aktivis hak-hak hewan telah lama tidak setuju dan menganggap pembantaian itu kejam dan tidak perlu. Skala pembunuhan di Pantai Skalabotnur mengejutkan banyak penduduk setempat, bahkan menuai kritik dari kelompok-kelompok yang terlibat dalam praktik tersebut.
Baca Juga
Kereta Cepat Berlin-Paris Resmi Diluncurkan, Warganet Indonesia Sindir Harganya Lebih Murah dari Tiket Jakarta-Bandung
Kereta Java Priority Layani Rute Jakarta-Yogyakarta di Musim Libur Nataru, Apa Bedanya dengan Direct Train?
Dugaan Zat Beracun Tak Terbukti, Penyebab 7 Turis Asing Jatuh Sakit di Fiji Menyisakan Misteri
Infografis Risiko Mobilitas Saat Liburan untuk Cegah COVID-19
Advertisement