Sembako Tak Jadi Kena PPN, Sri Mulyani: Demi Keadilan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan alasan tidak dimasukannya sembako ke dalam barang kena pajak

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Okt 2021, 21:04 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan alasan tidak dimasukannya sembako ke dalam barang kena pajak yang dibebaskan dari tarif PPN (pajak pertambahan nilai).

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah dan DPR terus berunding agar Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP) tidak menyusahkan masyarakat banyak. Salah satunya dengan memberikan fasilitas pembebasan PPN untuk barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan hingga jasa pendidikan.

"Masyarakat berpenghasilan menengah kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok tersebut. Atau dalam hal ini, seperti kemarin bicara soal sembako, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial, DPR dan pemerintah sepakat mereka tidak dikenakan PPN," ujarnya dalam sesi teleconference, Kamis (7/10/2021).

Oleh karenanya, Sri Mulyani menuturkan, pengecualian fasilitas PPN ini diberikan untuk mencerminkan asas keadilan. Sebab kategori sembako tidak hanya satu produk, tapi ada yang untuk masyarakat banyak atau pun sangat mahal.

"Sehingga kita harus bedakan, ini yang disebut asas keadilan. Demikian juga jasa kesehatan dan pendidikan, ada yang kebutuhan masyarakat banyak, dan ini tidak dikenakan PPN, dan ada yang very sophisticated, dia dikenakan PPN," terangnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Konsumsi

Pedagang beras menunggu pembeli di Pasar Tebet Timur, Jakarta, Jumat (11/6/2021). Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk soal penerapannya pada sembilan bahan pokok (sembako), masih menunggu pembahasan lebih lanjut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kemudian, ia melanjutkan, perluasan basis PPN dilakukan dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan, yaitu masyarakat kelas menengah bawah.

Itu dinilai dari sisi konsumsi, apakah barang dan jasa yang mereka kenakan dikecualikan atau kena fasilitas PPN.

"Sedangkan mereka yang sudah memiliki daya beli dan memang selera konsumsinya pada level yang tinggi, mereka tentu bayar PPN. ini yg disebut asas keadilan dari sisi PPN," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya