Duduk di Toilet 50 Jam, CEO Startup Kantongi Modal Bangun Pabrik Tisu Toilet Ramah Lingkungan

Waktu yang dihabiskan Simon Griffiths selama 50 jam duduk di atas toilet berhasil mengumpulkan pendanaan untuk startup sosial miliknya.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Okt 2021, 20:00 WIB
Ilustrasi toilet (iStock)

Liputan6.com, Jakarta Waktu yang dihabiskan Simon Griffiths selama 50 jam duduk di atas toilet ternyata tak sia-sia. Dia berhasil mengumpulkan pendanaan untuk membangun startup sosial miliknya.

Griffiths adalah satu di antara tiga orang pendiri Who Gives A Crap. Perusahaan Australia tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan sanitasi di negara berkembang dengan menjual produk kebersihan yang ramah lingkungan seperti tisu toilet yang terbuat dari 100 persen bahan daur ulang.

Perusahaan akan menyumbangkan 50 persen dari keuntungan yang didapatkan untuk membangun toilet bagi mereka yang membutuhkan. Ide ini datang ketika Griffiths berada di kamar mandi dan menggunakan tisu toilet.

Menurutnya, menjual tisu toilet untuk membuat sebuah toilet merupakan jawaban yang tepat.

Melansir dari CNBC, Jumat (8/10/2021), Griffiths berkata, “Masih ada dua miliar orang yang tidak memiliki akses ke toilet. Itu sebabnya kami menyumbangkan setengah dari keuntungan untuk membantu menyediakan akses ke toilet dan air yang bersih.”


Lakukan Kampanye Duduk di Atas Toilet

Ilustrasi Startup, Perusahaan Teknologi, Cloud, Komputasi Awan. Kredit: Freepik

Setelah dua tahun mengembangkan produk yang ramah lingkungan, Griffiths bersama dua orang rekannya hendak mengumpulkan USD 50 ribu (Rp 710 juta) melalui crowdfunding untuk membayar biaya produksi massal tisu toilet.

Mereka mengadakan sebuah kampanye. Griffiths duduk di atas toilet dan berjanji untuk tidak beranjak dari sana hingga timnya mendapatkan dana yang ditargetkan sebesar USD 50 ribu (Rp 710 juta).

“Saya duduk untuk apa yang saya yakini dan saya tidak akan bangun sampai saya mendapatkan tisu toilet,” ujar Griffiths.

Akhirnya, kampanye itu sukses mengumpulkan dana yang ditargetkan setelah Griffiths duduk selama 50 jam di atas toilet. Mereka mengirimkan hasil produksi tisu toilet pertamanya pada Maret 2013.

Sejak saat itu, perusahaan berkembang hingga ke negara Amerika Serikat dan Inggris. Perusahaan juga membangun gudang di Eropa dan akan meluncurkan produk di Kanada.

Produk yang dijual pun semakin beragam. Contohnya adalah tisu yang terbuat dari bambu dan handuk kertas yang bisa digunakan berulang kali.

Selain crowdfunding, Who Gives A Crap berhasil mendapatkan investasi dari perusahaan join venture, seperti Verlinvest, The Craftory, Jamjar Investments, dan Grok Ventures. Awal bulan ini, perusahaan berhasil mengumpulkan pendanaan senilai USD 30 juta (Rp 426,2 miliar).


Penerapan Bisnis Berkelanjutan

Produk yang dijual oleh perusahaan Who Gives A Crap di website miliknya.

Who Gives A Crap secara khusus menyediakan toilet untuk masyarakat yang belum pernah melihatnya. Selain itu, perusahaan juga ingin memperbaiki pembuangan limbah sehingga lebih sedikit orang terkena penyakit yang ditularkan melalui air.

Lebih lanjut, perusahaan sudah menyumbangkan lebih dari USD 7,8 juta (Rp 110 miliar) untuk proyek sanitasi.

Ketiga pendiri Who Gives A Crap percaya pada penerapan bisnis yang berkelanjutan. Mereka juga memiliki tujuan untuk menghilangkan lebih banyak emisi karbon dari atmosfer dibandingkan dari emisi karbon yang dihasilkan.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perusahaan memindahkan pabriknya dari Australia ke China. Pengiriman dari China delapan hingga sepuluh kali lebih hemat karbon.

Andalan produk perusahaan berupa tisu toilet daur ulang terbuat dari kertas bekas yang didapatkan dari kantor, sekolah, atau buku catatan. Setiap gulungan tisu dibungkus dengan kertas cetak berwarna dan seluruh produk tidak menggunakan plastik lagi.

Reporter: Shania

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya