Liputan6.com, Jakarta - Polusi sampah plastik sudah menjadi isu yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk di Indonesia. Terlebih sejak frekuensi belanja secara daring makin tinggi, sebagai salah satu dampak pandemi Covid-19.
Studi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menunjukkan bahwa sampah plastik dari belanja online meningkat sebesar 96 persen selama masa pandemi Hal itu bisa terjadi karena adanya peningkatan transaksi sebesar 62 persen pada sektor marketplace dan 47 persen pada sektor jasa antar makanan.
Inovasi dari sektor marketplace supaya beralih dari kemasan plastik sekali pakai dibutuhkan untuk mendorong masyarakat sebagai konsumen, untuk mendorong penurunan konsumsi plastik sekali pakai.
Baca Juga
Advertisement
Head of Public Policy & Government Relations idEA (Indonesian E-Commerce Association) Rofi Uddarojat menyampaikan, e-commerce berperan penting mengurangi penggunaan plastik kemasan sekali pakai.
"Pihak seperti para pedagang harus paham dan punya awareness mengenai isu ini. Bukan hanya plastik itu tidak sustainable, tapi juga bagaimana inovasi lain misalnya cara packing barang yang meminimalisir penggunaan plastik," terang Head of Public Policy & Government Relations idEA (Indonesian E-Commerce Association) Rofi Uddarojat dalam webinar Pawai Bebas Plastik, Kamis, 7 Oktober 2021.
Menurut Rofi, isu pengurangan plastik kemasan sekali pakai hingga kini masih menjadi ‘pekerjaan rumah’ seluruh pemangku kepentingan terkait. seperti lokapasar atau marketplace, pelaku niaga-elektronik, pengusaha logistik, dan yang lainnya. Ia juga menyampaikan pentingnya sosialisasi terus menerus hingga pengetahuan bahwa ada alternatif penggunaan material lain selain plastik sekali pakai yang bisa digunakan.
"Diedukasi bukan hanya platform, tapi juga semua seluruh ekosistemnya yaitu pedagang dan konsumennya," kata Rofi. Tidak ada aturan yang melarang penggunaan plastik sekali pakai, menurutnya, membuat kesadaran dari masing-masing pemangku kepentingan menjadi kunci dalam pengurangan pemakaian material tersebut.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Masyarakat Belum Siap
Sementara itu, Akademisi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) sekaligus peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI, Bisuk Abraham Sisungkunon mengatakan, bahwa masyarakat belum siap meninggalkan plastik kemasan sekali pakai ke material lain yang ramah lingkungan.
"Cukup banyak konsumen yang merasa kurang aman kalau misalkan produk itu tidak dibungkus plastik. Begitu juga kurirnya, kesannya kalau tidak plastik akan mudah rusak atau tidak akan dipercaya pemesan," terangnya.
Di sisi lain, Bisuk menambahkan, hasil sebuah survei hingga beberapa diskusi yang dilakukan oleh LPEM UI bersama sejumlah pelaku usaha, pengurangan penggunaan plastik sekali pakai (PSP) juga diamini oleh para pelaku usaha.
Hasil sebuah survei terhadap 88 pelaku usaha di DKI Jakarta pada Mei lalu menunjukkan para pelaku usaha tidak keberatan mengganti kemasan PSP (Plastik Sekali Pakai) ke material lain yang lebih ramah lingkungan, meski mengalami sedikit kerugian.
Pelaku usaha tersebut berada di tiga sektor yaitu manufaktur; perdagangan besar dan eceran; dan makanan dan jasa minuman. "Hasil survei menunjukkan bahwa mereka mengalami kerugian, tapi sebenarnya tidak signifikan atau masih dalam batas toleransi. Tapi tetap saja mereka tetap mau melakukannya," ucap Bisuk.
Advertisement
Pentingnya Sosialisasi
Dengan begitu, yang menjadi tantangan adalah edukasi kepada konsumen terkait isu PSP ini. "Peran sosialisasi ini menjadi penting kepada masyarakat agar mereka memahami pentingnya pengurangan plastik sekali pakai,: katanya.
Pentingnya sosialisasi juga didukung Tiza Mafira, Direktur Eksekutif GIDKP dan Perwakilan Inisiator Pawai Bebas Plastik. Ia mengakui belanja online membuat hidup kita jadi lebih mudah. Meski begtiu, harus segera dipikirkan pengganti plastik untuk pengemasan barang atau paket. Beberapa alternatif yang bisa dipertimbangkan antara lain, kertas bekas, karton, kardus dan boks telur.
"Sosialisasi tentang pengganti kemasan plastik harus dilakukan pada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan belanja online, mulai dari produsen sanpai pembeli. Kita tidak usah menunggu siapa yang seharusnys memulai, tapi tak ada salahnya pihak marketplace bisa memberi pengertian pada produsen, kurir sampai pembeli, bisa dengan mengadakam pelatihan," tutur Tiza.
"Kenapa harus pengelola marketplace? Kaena selama ini mereka cukup aktif memberi pelatihan tentang berbagai hal. Mereka bisa saja memberi pelatihan tentang alternatif pengganti plastik sekali pakai. Jadi kalau itu dilakukan, kemungkinan hasilnya akan lebih efektif. Ini memang perlu waktu karena mengubah semua ini prosesnya memang lama, tak bisa dalam waktu sekejap," pungkas Tiza.
Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat
Advertisement