Liputan6.com, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyoroti keputusan pemerintah mengizinkan proyek kereta cepat Indonesia China diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ini setelah diketahui bahwa anggaran penuntasan proyek tersebut membengkak.
Bima mengatakan, penggunaan APBN dalam proyek kereta cepat jadi indikasi secara bisnis proyek tidak layak, sehingga harus ada uang negara yang masuk. Pada akhirnya, tentu ini akan berdampak kepada alokasi APBN di 2022.
Advertisement
"Dampak jangka pendeknya suntikan ke proyek kereta cepat bisa ganggu alokasi APBN pada 2022. Padahal pemerintah juga punya alokasi untuk perlindungan sosial, belanja rutin sampai pembayaran bunga utang," kata Bima kepada merdeka.com, Senin (11/110).
Bima melanjutkan dengan target defisit APBN di bawah 3 persen tahun 2023, maka mau tidak mau ada belanja prioritas yang digeser untuk kereta cepat pada tahun depan.
"Pertanyaan besarnya dana kereta cepat mau ambil dari pos belanja yang mana?," imbuhnya.
Sementara jangka panjangnya jika proyek ini didanai oleh APBN, subsidi untuk operasional kereta cepat bisa sangat mahal. Sebagai gambaran sederhana saja, dengan biaya proyek bengkak, pengguna kereta api cepat akan berasal dari kalangan menengah ke atas. Sebab tidak mungkin tiketnya dijual murah dengan dinamika sudah terjadi.
"Disinilah proyek yang dipaksakan jalan, akhirnya jadi beban bagi belanja pemerintah dan masyarakat. Apakah masyarakat yang bayar pajak ke pemerintah rela uangnya digunakan untuk subsidi kereta cepat?," jelas Bima.
Oleh karena itu, dirinya mendorong agar pemerintah mulai membuat kajian terminasi proyek kereta cepat terhadap penghematan APBN dan contigency risk dari BUMN.
"Opsi terbaik adalah terminasi proyek sebelum tingkat kerugian membengkak," ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Restu Jokowi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan proyek kereta cepat Indonesia China diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta-Bandung.
Proyek kereta cepat diketahui memerlukan dana tambahan, sehingga dana penuntasan proyek tersebut membengkak. Dalam beleid yang diundangkan dan ditandatangani Jokowi pada 6 Oktober 2021 ini, antara lain mengizinkan penambahan dana proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung dari APBN.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement