Liputan6.com, Jakarta - Krisis energi kini tengah menjadi isu global sebagai imbas dari harga gas alam untuk energi baru terbarukan (EBT) yang kian meningkat.
Beberapa negara seperti Inggris, Uni Eropa, China, dan India mulai berpikir untuk kembali menggunakan energi fosil guna menjawab kebutuhan akan listrik yang semakin sulit.
Advertisement
Alhasil, permintaan batu bara kembali jadi opsi untuk mengatasi krisis energi, khususnya yang berasal dari Indonesia. Di sisi lain, harga batu bara ikut terdongkrak mengikuti tingginya permintaan.
Permintaan pasar dan harga yang tinggi seakan jadi potensi bagi pengusaha batu bara di Tanah Air untuk ikut mengeruk keuntungan lewat ekspor batu bara.
Lantas, apakah Indonesia juga terancam mengalami krisis energi jika batu bara dari dalam negeri nantinya lebih banyak diekspor?
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, stok batu bara di Indonesia sejauh ini tidak bermasalah, karena angka produksi yang besar mencapai 600 juta ton per tahun.
"Sementara konsumsi dalam negeri di tahun 2020 sebanyak 132 juta ton per tahun, yang sebagian besar atau 98 juta ton itu untuk electricity atau konsumsi dari PLN," jelas dia dalam acara diskusi bersama SKK Migas, Selasa (12/10/2021).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Konsumsi Batu Bara
Di sisi lain, ia melanjutkan, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan soal konsumsi batu bara di dalam negeri yang mengacu pada domestic market obligation (DMO) price.
"Secara harga sendiri pemerintah sendiri sudah memberikan kebijakan melalui DMO Price. Jadi harganya sudah dijaga di USD 70 per ton," ujar Komaidi.
Advertisement