Kisah Janda yang Berakhir Jadi Satu-satunya Turis di Bhutan Sejak Pandemi COVID-19

Perjalanan pertama perempuan ini ke Bhutan dilakukan setelah suaminya selama 30 tahun meninggal dunia pada 2018.

oleh Asnida Riani diperbarui 12 Okt 2021, 17:01 WIB
Bhutan (sumber: unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Bisakah negara yang penduduknya paling bahagia di dunia mengobati nelangsa kehilangan orang terkasih? Pertanyaan ini kiranya bisa diajukan pada Fran Bak, satu-satunya pelancong yang diizinkan berada di Bhutan sejak pandemi COVID-19.

Melansir CNN, Selasa (12/10/2021), ketika suaminya selama 30 tahun meninggal pada 2018, Bak memulai perjalanan spiritual yang membawanya melintasi Bali dan India, sebelum menjejak di Bhutan. Duka membawa perempuan 70 tahun itu melalui serangkaian "latihan spiritual."

Selama enam bulan di Bali, Bak tinggal di sebelah kafe tempat meditasi gong, sebuah praktik berbagai jenis gong digunakan sebagai bentuk terapi suara. Awalnya skeptis, ia mengaku jatuh cinta pada latihan itu dan mulai melakukannya sendiri.

"Saya benar-benar terbangun suatu hari dan berkata, saya akan membawa gong ke Bhutan," kata Bak.

Bak tidak yakin apa yang diharapkan ketika pertama kali tiba di Negeri Naga Petir pada akhir 2019. Ia bertemu dengan sopir bernama Gambo dan pemandu wisata Tashi melalui MyBhutan, sebuah agen perjalanan. Awalnya, Bak mengira dua orang Bhutan itu terlalu pendiam.

Saat berkunjung ke desa asli Gambo, Nabji, di bagian tengah Bhutan, Bak jatuh sakit dan penduduk desa membantu merawatnya. Ikatan yang dalam pun terbentuk. Sekarang, katanya, penduduk desa memanggilnya "lah," atau saudara perempuan.

Perjalanan itu kemudian membuatnya, Gambo, dan Tashi "jadi sebuah keluarga." Bersama-sama, mereka mengunjungi 18 dari 20 distrik di Bhutan. Setelah meninggalkan negara itu pada Februari 2019, mereka tetap berhubungan melalui telepon dan pesan.

Bukan hanya orang Bhutan yang memenangkan hatinya. Bak jatuh cinta dengan pedesaan Bhutan yang dramatis, yang ia sebut sebagai "alam mimpi."

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


9 Bidang Utama Kebahagiaan di Bhutan

Bhutan (sumber: pixabay)

Pada 1970-an, saat mulai membuka diri terhadap pariwisata, Bhutan menetapkan "Indeks Bruto Kebahagiaan Nasional." Sebuah badan nasional ditugaskan untuk secara berkala mensurvei orang-orang Bhutan tentang sembilan "bidang utama" kebahagiaan.

Ini termasuk kesejahteraan psikologis, kesehatan, pendidikan, pemerintahan yang baik, ekologi, penggunaan waktu, vitalitas masyarakat, budaya, dan standar hidup. Pemerintah harus mempertimbangkan faktor-faktor ini ketika menyusun undang-undang atau kebijakan baru.

Larangan kantong plastik yang baru populer dalam beberapa tahun di banyak negara sudah lebih dulu diterapkan di Bhutan pada 1999. Tembakau juga ilegal, jadi Bhutan menyebut dirinya negara bebas rokok pertama di dunia.

"Bhutan adalah hadiah dari persembahan yang sempurna," kata Bak dari apartemennya di ibu kota Bhutan, Thimpu.


Permohonan Visa yang Dikabulkan

National Memorial Chorten Buddhist Temple di Thimphu, Bhutan. (LILLIAN SUWANRUMPHA / AFP)

Co-founder MyBhutan Matt DeSantis adalah salah satu dari sedikit orang asing yang hidup sebagai ekspat jangka panjang di Bhutan. Berasal dari Connecticut, ia bertemu Pangeran Jigyel Ugyen Wangchuck ketika sama-sama bersekolah di Choate Rosemary Hall dan menjalin persahabatan seumur hidup di lapangan basket.

DeSantis memakai "banyak topi," dalam hal ini, perusahaan teknologinya bekerja untuk mendigitalkan semua peninggalan budaya Bhutan dan, karena kurangnya kedutaan AS di sana, ia berperan sebagai "penjaga," hal yang paling dekat dengan duta besar AS.

Ia berperan penting dalam membawa Bak kembali ke Bhutan sebagai uji coba pembukaan kembali negara itu. "Akhirnya, tiga pihak yang harus memberikan persetujuan (untuk visa Bak) adalah dewan pariwisata, departemen imigrasi, dan satgas COVID-19," jelasnya.

Meski pemerintah mengatakan bahwa visa turis dapat diberikan berdasarkan kasus per kasus, Bak adalah penerima visa pertama sejak Maret 2020, dan sejauh ini, satu-satunya permohonan yang dikabulkan. Namun, untuk sampai ke Bhutan, ia harus melewati serangkaian rintangan.

Bak berurusan dengan beberapa penerbangan yang dibatalkan atau dialihkan, serangkaian personel bandara yang tidak tahu dokumen mana yang ia perlukan, dan serangkaian tes COVID-19. Bak juga menghabiskan 21 hari karantina hotel, sebelum mengakhirinya dengan kembali menjalani tes COVID-19. Namun, Bak percaya semua masalah itu sepadan.

"Tidak sampai saya tiba di sini, saya menyadari bahwa saya sedang membuat sejarah," katanya.

"Saya tidak menyangka mendapat pesan dari orang-orang yang menyambut saya dan berterima kasih pada saya karena datang ke negara ini. Itu membuat saya berlutut," tambahnya. Media lokal menampilkan kedatangan Bak di Bhutan seperti cara mereka meliput seorang pejabat tinggi yang berkunjung di masa pra-pandemi.


Infografis Cek Zonasi Destinasi Libur Bebas COVID-19

Infografis Cek Zonasi Destinasi Libur Bebas Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya