Liputan6.com, Jakarta - Mental Health Day diperingati pada Minggu 10 Oktober 2021 di berbagai penjuru dunia. Saat ini perayaannya bertepatan dengan pandemi COVID-19, situasi yang tak kunjung akhir di mana penutupan sekolah dan pemisahan dari keluarga serta teman berakibat pada kesehatan mental anak.
Dilansir VOA, Selasa (12/10/21), data secara global menunjukkan banyaknya remaja berusia 10 hingga 19 tahun menderita gangguan kesehatan mental. Bahkan, hampir 46.000 remaja bunuh diri setiap tahunnya.
Baca Juga
Advertisement
Juru bicara UNICEF, James Elder mengatakan sebagian besar kondisi ini tidak ditangani akibat stigma yang melekat pada gangguan kesehatan mental. Selain itu, kurangnya investasi dari pemerintah, karena hanya sekitar dua persen dari anggaran kesehatan pemerintah yang dialokasikan untuk pengeluaran kesehatan mental.
Elder menambahkan bahwa kesehatan mental anak memburuk saat rutinitas harinya berbeda, seperti tidak datang ke sekolah, tidak bersosialisasi dengan teman. Hal ini menjadi permasalahan yang besar terhadap mental anak di seluruh dunia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kesehatan Mental saat Pandemi
"Jika Anda berasal dari negara yang tidak memiliki konektivitas dan tidak memiliki laptop, dan salah satu orangtua Anda hanya memiliki penghsilan $200 (sekitar Rp 2,9 juta) perbulan, maka tentu saja hal ini menjadi tekanan dan kecemasan yang menjadi sebuah risiko," ucap Elder.
UNICEF menegaskan, biaya untuk mengobati kesehatan mental sangat besar. London School of Economics menunjukkan hampir $390 miliar (sekitar Rp 27 juta) telah hilang setiap tahun akibat gangguan kesehatan mental pada kalangan anak muda.
Penulis : Alicia Salsabila
Advertisement