Liputan6.com, Hong Kong - Banjir di China Utara hantam pusat produksi utama batu bara. Harga batu bara melonjak dan persulit upaya Beijing atasi kekurangan listrik yang sedang berlangsung.
Hujan lebat memaksa penutupan 60 tambang batu bara di Shanxi, pusat pertambangan baru bara terbesar di China. Pernyataan ini dirilis dari Biro Manajemen Darurat milik pemerintah provinsi pada Sabtu, 9 Oktober 2021 dikutip dari laman CNN, ditulis Selasa (12/10/2021).
Shanxi merupakan "rumah" bagi seperempat dari produksi batu bara di negeri tirai bambu. Laporan Securities Times, surat kabar keuangan negara menuliskan peristiwa tersebut merugikan operasional tambang lokal.
Baca Juga
Advertisement
Harga batu bara termal berjangka yang digunakan untuk menghasilkan listrik melonjak ke level tertinggi pada Senin, 11 Oktober 2021 di Zhengzhou Commodity Exchange. Peningkatan terjadi 12 persen menjadi 1.408 Yuan atau USD 219 (setara Rp 3,1 juta per metrik ton. Harga tersebut naik lebih dari dua kali lipat sepanjang tahun 2021.
Batu bara adalah sumber energi utama di China yang digunakan untuk pemanasan, pembangkit listrik dan pembuatan baja. Tahun lalu, batu bara dipakai hampir 60 persen dari total penggunaan energi China.
Cuaca ekstrem melanda bertepatan ketika China berusaha mengurangi kekurangan listrik dengan meningkatkan produksi batu bara. Hal ini memungkinkan pembangkit listrik tenaga batu bara memberikan beban biaya lebih banyak kepada listrik China.
Kekurangan energi telah menyebar ke 20 provinsi China dalam beberapa pekan terakhir. Pemerintah terpaksa menjatah penggunaan listrik selama jam kerja.
Bahkan beberapa pabrik menghentikan produksinya. Jelas ini merugikan output industri dan membebani prospek ekonomi China.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dilema Pemerintah China
Kekurangan listrik di China mendorong permintaan dan mengurangi pasokan. Ledakan konstruksi pasca- pandemi China bergantung pada bahan bakar fosil. Bersinggungan dengan gerakan nasional untuk mengurangi emisi karbon.
Ratusan tambang batu bara pun menutup atau memangkas produksi di awal tahun ini. Praktis membuat harga batu bara melonjak tinggi. Masalah ini diperparah dengan pembatasan batu bata dari pemasok utama dalam hal ini Australia dan cuaca buruk di China.
Menurut Administrasi Energi Nasional China, musim panas tahun ini memiliki temperatur lebih tinggi menyebabkan masyarakat menggunakan sejumlah sektor daya pada Juli. Konsumsi daya secara keseluruhan dari Januari- Agustus naik 14 persen dibandingkan waktu yang sama pada tahun lalu.
Senasib, seumber energi terbaharukan (renewable energy) yaitu tenaga air telah tertatih-tatih akibat kekeringan dalam beberapa bulan terakhir.
"Pemadaman listrik China akan menambah tekanan ekonomi otomatis membebani pertumbuhan PDB tahun 2022. Risiko terhadap PDB bisa lebih besar karena terganggu pada produksi dan rantai pemasok,” ujar Analis Moody, dilansir dari laman CNN.
Advertisement
Tindakan Pemerintah
Pada Jumat, 8 Oktober 2021, akhirnya pemerintah pusat China mengizinkan pembangkit listrik tenaga batu bara menaikkan harga untuk listrik sebesar 20 persen.
"Sejak awal tahun, harga energi di pasar internasional telah meningkat tajam. Sementara pasokan listrik dan batu bara dalam negeri sangat ketat. Faktor-faktor itu telah menyebabkan pemadaman listrik di beberapa tempat, mempengaruhi operasi ekonomi normal dan kehidupan penduduk," tulis Dewan Negara dalam sebuah pernyataan.
Pembangkit listrik di China sempat enggan menggenjot produksi karena mahalnya harga batu bara. Terlebih Beijing mengendalikan biaya listrik. Artinya produsen tidak bisa begitu saja menaikkan harga mereka tanpa izin dari pemerintah.
Pemerintah mengambil langkah lain untuk meredakan krisis. Pihak berwenang di Mongolia Dalam - provinsi penghasil batu bara terbesar kedua di China - pada Jumat, 8 Oktober 2021 meminta 72 tambang untuk meningkatkan produksi sebesar 98,4 juta metrik ton. Setara dengan sekitar 30 persen produksi batu bara bulanan China.
Berimbas ke Konsumen
Masalah energi bepotensi membebani konsumen. Karena rantai pasokan yang kusut selama musim belanja liburan mendatang. Laporan IT Times yang berbasis si Shanghai, kota Yiwu di provinsi Zhejiang timur yang merupakan pusat utama perdagangan e-commerce berjuang keras ketika pemadaman listrik yang meluas.
Surat kabar itu menyatakan kekurangan dan pemotongan di kota Yiwu dapat mengurangi Bonanza pada akhir tahun ini.
Acara ini secara teratur menghasilkan penjualan puluhan miliar dolar untuk pengecer besar China setiap tahun. Mengingat kota itu merupakan pasar grosir terbesar di dunia untuk peralatan dapur, mainan, elektronik, dan barang-barang lainnya.
Reporter: Ayesha Puri
Advertisement