Liputan6.com, Jakarta - Membuang makanan ternyata berimbas signifikan pada beberapa hal. Berdasarkan temuan kajian "Food Loss and Waste di Indonesia" oleh Bappenas, setidaknya ada peningkatan limbah makanan pada 2000--2019.
Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam menyampaikan, kajian ilmiah dengan survei, penelitian, sekaligus melibatkan pakar pangan tersebut merupakan kerja sama pihaknya dengan Waste4Change. Tercatat di sana bahwa satu orang membuang makanan hingga ratusan juta kilogram (kg) per tahun.
"Setelah dikaji mendalam, pakar pangan turun ke lapangan, ternyata saat kita menghitung betul perkembangan dari 2000--2019, tren buang-buang makan naik, mulai 115 kg per orang per tahun jadi sekitar 184 kg per orang per tahun," kata Medrilzam dalam bincang virtual "Indonesia Mubazir Pangan, Kok Bisa?," Selasa (12/10/2021).
Baca Juga
Advertisement
Medrilzam melanjutkan, ada pemahaman yang selama ini kurang tepat terkait membuang makanan. Sampah makanan yang menumpuk tak hanya dari sisa makanan alias food waste, namun juga terkait pola distribusi sampai konsumsi makanan.
"Angka 184 kg per orang per tahun termasuk perhitungan dari food loss. Itu dihitung dari sisi produksinya, mulai dari beras, ditanam, lalu sampai ke piring kita, yang tersisa semua itu 184 kg per orang per tahun," tambahnya.
Ada pergeseran angka food loss dan food waste di era 2000-an, persentase food loss jauh lebih besar dari food waste. "Pergeseran dari 2000 ke 2019, dari food loss besar jadi food waste yang besar, ini mungkin karena ada intervensi teknologi sehingga food processing kita makin lama makin efisien, tapi perilaku masyarakat tidak berubah," terangnya.
Kondisi ini, kata Medrilzam, sangat merugikan secara ekonomi karena banyak makanan yang terbuang. "Kalau dihitung-hitung dari sisi ekonomi itu sampai 4--5 persen PDB kita, itu setara yang terbuang tadi, totalnya bisa feeding orang-orang yang membutuhkan makanan sekitar 61--125 juta orang," tambahnya.
Membuang makanan juga berkaitan dengan emisi gas rumah kaca. "Bisa dibilang hampir mencapai 1,7 giga ton CO2e (karbon dioksida ekuivalen) kalau diakumulasi dari 2000--2019, atau kalau mau dirata-rata, itu sekitar tujuh persen total emisi Indonesia secara tahunan," kata Medrilzam.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penyebab Makanan Terbuang
Team Leader Kajian Food Loss and Waste Waste4Change Annisa Ratna Putri mengatakan, saat melaksanakan kajian nasional, mereka setidaknya menemukan lima penyebab utama food loss. Pertama, kurang baiknya memperlakukan makanan ketika didistribusikan.
"Kemudian, ruang penyimpanannya. Kalau di rumah tangga, kurang memahami bagaimana harus menyimpan makanan, bahwa tidak semua makanan akan tahan lama di kulkas," ujar Annisa.
Preferensi konsumen juga berpengaruh dalam penyebab limbah makanan. "Kalau konsumen tidak mau memilih makanan yang bentuknya agak berbeda dari yang biasa, tapi secara nutrisi sama saja, akhirnya tidak terjual dan terbuang karena konsumen tidak mau beli," jelasnya.
Dikatakan Annisa, masih diperlukan banyak edukasi agar masyarakat tidak membuang makanan begitu saja. Penyebab lainnya adalah kelebihan porsi dan perilaku konsumen.
"Kalau sering berpikir lebih banyak lebih baik dari kurang, pola pikir yang seperti itu mulai kita evaluasi karena kalau kita tidak sanggup menghabiskan, sebaiknya jangan dipesan sebanyak itu dan jika sisa, usahakan dibawa pulang untuk dikonsumsi kembali," tambahnya.
Advertisement
Cegah dari Rumah
Pencegahan makanan terbuang dapat dilakukan dari rumah tangga. Ini, kata Annisa, bisa dilakukan dengan konsep first in first out.
"Menyimpan makanan usahakan selalu ambil yang kita simpan lebih dulu, jangan ambil yang paling depan supaya yang expire tidak keburu terbuang," jelasnya.
Selain itu, opsi memilah sampah jadi salah satu kunci memulihkan sampah makanan agar tidak berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). "Pertama, pilah dulu sampah makanannya, kemudian jika memungkinkan, bisa diolah di rumah juga, misalnya dengan biopori, composter di rumah," tambah Annisa.
"Kalau di lingkungan sudah ada fasilitas kompos komunal, bisa juga. Misalnya Tempat Pengolahan Sampah 3R (Reduce Reuse Recycle)" terangnya.
Infografis Timbulan Sampah Sebelum dan Sesudah Pandemi
Advertisement