Liputan6.com, Jakarta - Modern Land meminta kepada investor memberikan waktu lebih banyak untuk membayar obligasi senilai USD 250 juta atau setara Rp 3,5 triliun dengan estimasi kurs Rp 14.209 terhadap dolar AS).
Pernyataan ini berdasarkan perusahaan yang mengajukan ke Hong Kong Stock Exchange pada Senin, 11 Oktober 2021.
Evergrande ingin memperpanjang tenggat waktu hingga akhir Januari 2022. Alasannya karena sedang berupaya meningkatkan likuiditas dan manajemen arus kas demi menghindari potensi gagal bayar.
Baca Juga
Advertisement
Dalam laporan terpisah, Ketua Zheng Lei dan Presiden Zhang Peng berniat memberikan pinjaman sekitar 800 juta Yuan atau USD 124 juta. Jumlah itu setara Rp 1,76 triliun sebagai dukungan untuk pengembang.
Saham Modern Land turun lebih dari 2 persen di Hong Kong pada Senin, 11 Oktober 2021. Selama 2021, saham Modern Land tersungkur 45 persen.
Berita kesulitan Modern Land bersamaan dengan China Evergrande Group yang hadapi jatuh tempo pembayaran utang lainnya. Menurut data Refinitiv, pembayaran bunga obligasi kali ini berdenominasi dolar AS berjumlah USD 148 juta atau Rp 2,1 triliun.
Sayangnya, pengembang properti terbesar kedua China Evergrande belum berkomentar.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sekilas Perseroan
Terjadi peperangan antar-kolongmerat real estat dalam memburu pembeli untuk beberapa bisnis mereka. Hal ini dilakukan karena acaman krisis uang tunai yang besar dapat menenggelamkan perusahaan.
China Evergrande, perusahaan paling berhutang, telah melewatkan pembayaran dua bunga obligasi. Tentu tindakan diam pengembang properti memicu spekulasi, apakah perusahaan dapat menghimpun bailout (dana talangan), restrukturisasi, atau default.
Minggu lalu, saham Evergrande disetop seiring pengembang properti China lainnya sedang bersiap membeli bisnis manajemen propertinya.
Modern Land yang berpusat di Beijing, mengklaim dirinya sebagai operator terkemuka rumah industri teknologi ramah lingkungan telah menyelesaikan hampir 200 proyek di lebih dari 50 kota di China dan luar negeri.
Advertisement
Langkah Preventif China Buyar
Sektor properti China telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sektor properti menyumbang 29 persen dari pinjaman jumbo yang dikeluarkan bank-bank China dalam pada kuartal II tahun 2021. Termasuk industri terkait menyokong sekitar 30 persen dari PDB.
Tahun lalu, pemerintah China mulai mengekang sektor real estate untuk lakukan pinjaman yang berlebihan. Langkah ini sebagai upaya mencegah pasar dari overheating. Sejak itu, sebenarnya Beijing
ingin menjinakkan harga rumah yang tidak terkendali. Justru dituding memperburuk ketidaksetaraan pendapatan dan mengancam stabilitas ekonomi dan sosial.
Fantasia Holdings, perusahaan yang berbasis di Shenzhen, juga kehilangan USD 315 juta atau Rp 4,47 triliun dalam pembayaran kepada pemberi pinjaman minggu lalu.
"Kami sedang menilai dampak potensial pada kondisi keuangan dari posisi kas perusahaan,” tulis perseroan dalam pengajuan ke bursa dikutip dari laman CNN, Selasa, 12 Oktober 2021
Reporter: Ayesha Puri