Gangguan Pasokan Ganggu Pemulihan Ekonomi Global, Apa yang Harus Diperbaiki?

Perusahaan analisis untuk pasar modal global, Moody's Analytics memperingatkan gangguan rantai pasokan akan memburuk sebelum menjadi lebih baik.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 13 Okt 2021, 16:38 WIB
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Masalah rantai pasokan berdampak pada harga bagi konsumen dan memperlambat pemulihan ekonomi global.

Perusahaan layanan penelitian dan analisis untuk pasar modal global yang berbasis di Amerika Serikat, Moody's Analytics memperingatkan gangguan rantai pasokan "akan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik."

"Ketika pemulihan ekonomi global terus meningkat, yang semakin jelas adalah bagaimana hal itu akan terhalang oleh gangguan rantai pasokan yang sekarang muncul di setiap sudut," tulis Moody's Analytics dalam laporannya, dikutip dari CNN, Rabu (13/10/2021).

Dana Moneter Internasional (IMF) juga menurunkan perkiraan pertumbuhan AS 2021 sebesar satu poin persentase, terbesar untuk negara ekonomi G7.

IMF mengutip gangguan rantai pasokan dan konsumsi yang melemah - yang sebagian didorong oleh kemacetan rantai pasokan seperti kurangnya mobil baru di tengah kekurangan chip komputer.

"Pengendalian perbatasan dan pembatasan mobilitas, tidak tersedianya izin vaksin global, dan permintaan terpendam menjadi penyebab yang paling jelas di mana produksi global akan terhambat karena pengiriman tidak dilakukan tepat waktu, biaya dan harga akan naik dan dampaknya, pertumbuhan PDB di seluruh dunia tidak akan sekuat itu," tulis Moody's Analytics dalam laporannya.

Moody's Analytics juga menyoroti "mata rantai terlemah" karena kekurangan pengemudi truk - masalah yang berkontribusi pada kemacetan di pelabuhan dan menyebabkan SPBU di Inggris mengering.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Akibat Perbedaan Aturan Pencegahan COVID-19

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Moody's Analytics menyoroti perbedaan cara negara-negara di dunia menangani COVID-19, dengan China yang menargetkan nol kasus sementara Amerika Serikat "lebih bersedia hidup dengan COVID-19 sebagai penyakit endemik."

"Ini menghadirkan tantangan serius untuk menyelaraskan peraturan di mana masuk dan keluarnya pekerja transportasi dari pelabuhan di seluruh dunia," tulis para analis.

Kedua, Moody's Analytics mengutip kurangnya "upaya global secara terpadu untuk memastikan kelancaran" jaringan logistik dan transportasi di seluruh dunia.

Di sisi lain, perusahaan AS lainnya tetap optimis pada prospek rantai pasokan.

CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon mengatakan bahwa masalah rantai pasokan ini akan memudar dengan cepat.

"Ini sama sekali tidak akan menjadi masalah tahun depan," kata Dimon dalam konferensi yang diadakan oleh Institute of International Finance, dimuat dalam laporan CNBC.

"Ini adalah bagian terburuknya. Saya pikir sistem pasar yang hebat akan menyesuaikannya seperti yang dimiliki perusahaan," ujarrnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya