Liputan6.com, Jakarta - Konsultan manajemen menilai kenaikan harga energi menyebabkan biaya bisnis melambung dan memperkecil margin keuntungan perusahaan di seluruh dunia.
Harga komoditas energi termasuk minyak, gas alam, dan batu bara melonjak dalam beberapa pekan terakhir.
Penyebab kenaikan harga komoditas energi itu seiring produksi yang tetap dari pemasok sehingga persaingan ketat akibat permintaan tinggi.
Baca Juga
Advertisement
Pasokan mengalami hambatan imbas COVID-19. Kondisi ini menyulut kekurangan listrik dan bahan bakar di Eropa hingga Asia.
"Ini (kenaikan harga energi) masalah besar bagi perusahaan. Akan mempersempit margin keuntungan perusahaan karena biaya input naik. Pertanyaannya adalah seberapa cepat mereka (perusahaan) akan menaikkan harga jual,” ujar Managing Director of IMA Asia Richard Martin, dikutip dari laman CNBC, Rabu (13/10/2021).
Martin menambahkan, kemungkinan pendapatan perusahaan akan tertekan pada kuartal IV 2021 dan kuartal I 2022. Martin adalah penasihat eksekutif senior yang bertanggung jawab atas operasional Asia-Pasifik di perusahaan global besar.
Lonjakan tinggi pada harga energi bersamaan ada gangguan rantai pasokan dan kekurangan kontainer pengiriman. Ini menjadi sentimen kenaikan inflasi dengan cepat.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
AS Aman, India dan China Berisiko
Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) memiliki nasib lebih baik dalam melindungi margin keuntungan. Martin berasumsi, hal ini berkat pasar konsumen yang ikut meningkat. Otomatis memungkinkan perusahaan bisa sesegera menaikkan harga jual dengan cepat. Berbeda dengan perusahaan yang berada di negera yang menghadapi prospek suram.
"Beberapa negara di dunia, kami tidak memiliki pasar konsumen yang begitu besar. Salah satunya China yang berada dari negara di Asia Timur. Ketika biaya naik, margin keuntungan turun,” ujar Martin.
Selain China, India juga berisiko. Menurut catatannya, pasar saham India telah melemah. Meskipun negara itu masih berjuang dengan membebankan biaya pada konsumen.
Reporter: Ayesha Puri
Advertisement