Strategi Jitu Anak Buah Sri Mulyani Biar Orang Kaya Tak Mangkir Bayar Pajak

Langkah yang tepat untuk menarik pajak dari kalangan atas atau orang kaya adalah dengan memajaki konsumsi.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Okt 2021, 16:00 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Staf Ahli Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menilai saat ini telah terjadi pergeseran konsep perpajakan. Pengenaan pajak yang saat ini dilakukan dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman.

Di kalangan pajak masa kini, pemerintah harus bisa mencari cara untuk bisa menarik pajak dari orang-orang kaya. Isu ini menjadi penting dalam berbagai diskusi karena sudah banyak untuk bisa menghindari pungutan pajak.

"Gimana memajaki orang kata ini seringkali menjadi bagian diskusi penting. Intervensi multilateral juga kuat, ini dilakukan untuk menangkal penghindaran pajak," kata Yustinus dalam Webinar Perpajakan di Era Digital: Menelaah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Jakarta, Kamis (14/10).

Maka, langkah yang tepat untuk menarik pajak dari kalangan atas dengan memajaki konsumsi. Ini dinilai menjadi pendekatan baru yang efektif. Sebab pengenaan pajak penghasilan semakin kompleks. Pengenaan pajak pada barang-barang konsumsi dinilai lebih adil dan fair.

"Konsumsi ini sangat dimungkinkan buat memajaki agar biar lebih adil dan fair," kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Digitalisasi

Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Apalagi dengan adanya penggunaan digitalisasi yang semakin luas. Maka hal-hal yang telah dikenakan pajak dan akan dipajaki menjadi fenomena yang penting. Ini lah yang membuat konsep perpajakan yang ada saat ini sudah tidak lagi relevan.

"Ini jadi fenomena penting, dengan fenomena itu akan ada pergeseran konsep perpajakan yang selama ini penting tapi tidak relavan lagi," kata dia.

Yustinus mengatakan sudah banyak negara yang melakukan aksi multilateral atau mengikuti konsensus global dalam perpajakan. Namun hal ini ternyata belum optimal dalam pengumpulan pajak. Sebab langkah ini tersandung berbagai isu seperti alasan legalitas, etis dan praktisnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya