Liputan6.com, Jakarta Selama pandemi perilaku konsumen dalam bertransaksi juga ikut berubah dari semula offline menjadi online. Sejalan dengan ini, digitalisasi pelayanan terus meningkat di semua bidang, termasuk asuransi.
Kebutuhan dan literasi digital masyarakat terhadap proteksi diri juga kian bertumbuh. Hal ini tercermin dari tumbuhnya industri asuransi selama pandami Covid-19.
Advertisement
Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyebutkan, pada semester I 2021 premi industri asuransi jiwa tercatat sebesar Rp 104,72 triliun atau tumbuh 17,5 persen dibandingkan periode sebelumnya (yoy).
Riset perusahaan reasuransi Swiss Re menyebutkan 76 persen masyarakat Indonesia tertarik membeli produk asuransi secara online di masa pandemi.
Diperkuat data Kementerian Komunikasi dan Informasi menyebutkan, pengguna layanan digital selama pandemi Covid-19 naik 37 persen. Hal ini sejalan dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang pada Januari 2021 sudah sebanyak 202,6 juta.
Direktur dan Chief of Product & Inforce PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife), Hans De Waal mengakui jika proses migrasi pelayanan dari tatap muka ke digitalisasi kian cepat di masa pandemi. Seperti layanan klaim dan lainnya.
Di perusahaannya, sebelum pandemi pelayanan tatap muka di customer service kantor pusat Manulife Jakarta rata-rata sekitar 100-200 orang per hari.
Namun, saat pandemi angka kunjungan ini turun sebesar 50 persen karena konsumen sudah beralih ke pelayanan digital.
Data menunjukkan selama pandemi, Manulife rata-rata mendapatkan email sebanyak 800 buah dan panggilan lewat telepon sekitar 700 panggilan setiap hari.
Tercatat, hingga semester 1 2021, Manulife membayarkan klaim (un-audited) sebesar Rp 3,9 triliun atau sama dengan Rp 11 miliar setiap hari atau Rp 445 juta per jam.
Sedangkan, klaim terkait Covid-19 hingga 30 September 2021 (year to date) tercatat hampir Rp 500 miliar.
Untuk itu, Hans menjelaskan, Manulife telah berinvestasi cukup besar untuk mengembangkan pelayanan digital jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Sebab, Manulife saat itu menyadari layanan asuransi ke depan bakal mengarah ke digitalisasi. Untuk digitalisasi ini, Manulife diperkirakan telah menginvestasikan dana lebih dari USD 10 juta.
Pelayanan digital yang dikembangkan ini di antaranya adalah website publik yang berisi informasi umum terkait asuransi dan produk yang dijual.
Ada juga website khusus nasabah, di mana website ini hanya bisa diakses oleh nasabah saja untuk melihat premi, nilai polis, mengubah data nasabah, dan sebagainya.
Pengisian aplikasi dan tanda tangan polis juga sudah dilakukan secara digital. Layanan digital lainnya adalah e-claim di mana nasabah bisa mengajukan klaim secara elektronik tanpa harus mendatangi kantor Manulife.
Hans menjelaskan, pada masa pandemi, penjualan semua produk Manulife oleh agen dilakukan melalui media digital, termasuk pengisian polis dan tanda tangan nasabah.
Namun, standar pelayanannya tetap tinggi dan juga sesuai dengan aturan OJK. Salah satu di antaranya melakukan rekaman foto dan suara sebagai bukti bahwa ada pertemuan agen dan nasabah secara virtual.
Dia menjelaskan, digitalisasi di industri asuransi ini akan semakin memudahkan komunikasi antara perusahaan asuransi dan konsumen.
Jadi Kebutuhan
Deputi Direktur Perlindungan Konsumen OJK, Hudiyanto menegaskan, digitalisasi di industri asuransi telah menjadi suatu kebutuhan. Namun, pemanfaatan teknologi informasi tersebut harus tetap memperhatikan unsur perlindungan konsumen.
Pada masa pandemi, OJK selaku regulator memang mengizinkan industri menjual produk asuransi yang ada unsur investasinya seperti unit link tanpa tatap muka.
Kendati demikian, OJK mensyaratkan harus ada rekaman foto dan suara saat komunikasi virtual antara agen dan nasabah sebagai bukti bahwa konsumen memahami apa yang dijelaskan oleh agen tersebut.
Pasalnya, sampai saat ini secara umum masih banyak orang membeli produk asuransi tanpa memahami produk yang dibelinya secara detail.
“Nah, hal-hal seperti ini ke depan tidak boleh terjadi lagi. Ini yang sedang kita siapkan aturannya,” tandas Hudiyanto.
Apalagi, ujarnya, tingkat literasi digital di Indonesia juga masih rendah. Data literasi digital berdasarkan survei Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2020 menunjukkan angka literasi digital Indonesia berada di kisaran 3,47 dari skala 1-4.
Hal ini menunjukkan bahwa literasi digital Indonesia hanya berada sedikit di atas kategori sedang atau belum mencapai kategori baik.
Menanggapi hal itu, Direktur Kepatuhan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, Apriliani Siregar mengemukakan, pihaknya menyadari betul soal literasi digital serta literasi dan inklusi keuangan di Indonesia yang belum terlalu baik.
Karena itu, Manulife terus menerus memberikan edukasi kepada masyarakat terkait literasi dan inklusi asuransi, baik itu lewat media mainstream maupun media sosial.
Terkait penjualan produk asuransi secara digital, Apriliani menjelaskan, Manulife tidak pernah berhenti berinovasi. Karena itu, Manulife selalu mengikuti perkembangan kemajuan dan tuntutan konsumen, termasuk dalam pelayanan digital ini.
Advertisement