Dapat Hibah 1 Ha Tanah, KKP Bakal Bangun Pusat Riset Perikanan di Sumbar

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang mendorong proses riset perikanan.

oleh Arief Rahman H diperbarui 15 Okt 2021, 19:30 WIB
Petugas sedang meneliti di ruang mikroskop Laboratorium Uji Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH), Depok, Jabar, Jumat (8/3). Balai Riset memiliki lima laboratorium untuk mendukung fungsi penelitian. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang mendorong proses riset perikanan. Sebagai dukungan hal itu, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat menyediakan tanah hibah seluas satu hektar.

Rencananya, tanah hibah tersebut akan digunakan sebagai Intalasi Riset Perikanan. Ini terwujud dari kerja sama antara KKP dengan oemerintah daerah setempat.

Penandatanganan perjanjian hibah dan Berita Acara Serah Terima Hibah Barang Milik Daerah berupa tanah dari Pemkab Lima Puluh Kota kepada KKP dilakukan, Kamis (14/10/2021), di Lima Puluh Kota. Tanah yang dihibahkan tersebut seluas 1 hektare, berlokasi di Jorong Ketinggian Nagari Sarilamak, Kecamatan Harau.

Instalasi riset ini menjadi institusi di bawah koordinasi Pusat Riset Perikanan (Pusriskan), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP.

"Semua sudah lengkap, jadi tinggal bagaimana dari hasil hibah ini bisa dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya produktif," ujar Plt. Kepala BRSDM Kusdiantoro dalam keterangan resmi, Jumat (15/10/2021).

Informasi, penandatanganan tersebut dilakukan dalam rangka menindaklanjuti kunjungan kerja Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, 3 Juni lalu, ke Lima Puluh Kota. Pada kunjungan tersebut, secara simbolis Bupati Lima Puluh Kota telah menghibahkan tanah kepada KKP melalui serah terima dokumen persetujuan hibah lahan.

Pada kesempatan itu, Menteri Trenggono menyampaikan arahannya untuk pengembangan riset perikanan, salah satunya gurami Bima. Selain itu, ia juga meminta pengembangan ikan lokal lainnya yang memiliki nilai jual tinggi seperti ikan Gariang (Tor duorenensis).

Ia menyampaikan, saat ini kebutuhan terhadap ikan, baik di dunia maupun di Indonesia pada khususnya, terus meningkat. Sekitar 30 tahun lalu, dominasi produksi perikanan masih didapat dari perikanan tangkap yakni sebesar 78-79 persen, tapi kini keadaannya sudah berubah, tinggal 52-53 persen. Sekitar 48 persen sudah dihasilkan dari perikanan budidaya.

Ia menyebutkan, terkait hal itu, dasarnya kebutuhan manusia mengalami peningkatan. Jika dulu jumlah penduduk kurang dari 200 juta, sekarang lebih dari 200 juta. Bahkan di tahun 2045 sampai di angka 318 juta, artinya kebutuhan ikan semakin meningkat.

"Di sisi lain, kebutuhan terhadap daging putih, white meat, itu semakin meningkat dibandingkan red meat (daging merah). Praktis itu memacu bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan ikan dalam jumlah besar. Sehingga kalau kita tidak mengembangkan budidaya, otomatis ketersediaan ikan akan terbatas, sementara jumlah penduduk smakin meningkat. Jadi kita harus beralih, mulai memikirkan bagaimana menggunakan teknologi maju untuk memproduksi ikan dalam jumlah besar, yaitu melalui kegiatan budidaya," tuturnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tiga Program Prioritas

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono melakukan kunjungan ke Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) di Kabupaten Buleleng, Bali. (Dok KKP)

Melihat kondisi itu, KKP mencanangkan tiga program prioritas. Dua di antaranya terkait upaya BRSDM di Lima Puluh Kota, yaitu pengembangan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor dan pembangunan kampung-kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal.

"Mengapa kearifan lokal? Karena pada dasarnya setiap daerah itu memiliki ikan-ikan endemik. Nah kadang-kadang ini yang kita latah, kita punya potensi Ikan endemik tapi kita lebih memopulerkan ikan-ikan yang asalnya introduksi dari luar negeri. Padahal ikan-ikan endemik ini secara bertahap juga dilakukan domestifikasi," kata Kusdiantoro.

Ia mencontohkan ikan dewa sudah sampai spesies ketiga yang di-launching oleh BRSDM. Menurutnya, hal tersebut menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasannya di beberapa wilayah karena mengalami kepunahan.

Contoh lain, lanjutnya, yaitu introduksi ikan bilih. Menurutnya, BRSDM telah melakukan restocking ikan bilih dari Sumbar di Danau Toba pada tahun 2003 sebanyak 2.840 ekor dan sekarang populasinya sampai 3.000 ton per tahun.

Ukurannya pun lebih besar, asalnya dari Sumbar hanya 4-6 cm, tapi kini di Danau Toba bisa mencapai 11 cm. Masyarakat Danau Toba menyebutnya sebagai ikan pora-pora, padahal merupakan ikan bilih yang diproduksi dari Danau Singkarak, Sumbar.

Untuk menghindari kepunahan, ia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menangkap ikan dalam jumlah besar, apalagi menggunakan alat yang merusak lingkungan. Ia juga mengimbau untuk tidak menangkap ikan di daerah breeding ground dan nursery ground, tempat ikan berkembang biak. Ia berharap Pemerintah Daerah dapat membuat peraturan yang mengatur hal-hal tersebut.

"Ikan dewa dan ikan gurami ke depan tidak sebatas hanya cerita, tapi menjadi salah satu contoh komoditas yang berkelanjutan dan memberikan efek yang lebih baik untuk masyarakat sekitar. Sehingga di Lima Puluh Kota bisa tumbuh kampung-kampung berbasis pada ikan-ikan lokal, yang bisa disinergikan dengan kegiatan wisata untuk kesejahteraan masyarakatnya," harapnya.

Ia juga berharap para penyuluh perikanan mempunyai komitmen kuat untuk dapat melakukan pengawalan di bidang perikanan dan pendampingan kelompok-kelompok masyarakat pelaku usaha perikanan, hingga bisa berkembang lebih maju baik secara kelembagaan maupun pendapatannya.

 


Potensi Besar

Petugas sedang meneliti di elektroforesis Laboratorium Uji Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH), Depok, Jabar, Jumat (8/3). Balai Riset memiliki lima laboratorium untuk mendukung fungsi penelitian dan pelayanan publik. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pada kesempatan yang sama, Kepala Biro Keuangan KKP Cipto Hadi Prayitno optimis dengan beberapa komoditas baru hasil riset Pusriskan BRSDM yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Lima Puluh Kota.

Contohnya ikan Gariang 'Sakti' (Tor duorenensis) sebagai ikon yang benilai jual tinggi dan memiliki nilai kearifan lokal, serta beberapa ikan hias lokal, antara lain Green Sumatra, Rasbora Harlequin, Botia, dan Rainbow Kurumoi.

Menurut Cipto, kegiatan penandatanganan hibah lahan tersebut untuk memenuhi persyaratan administrasi, sebagai tindak lanjut dari kunjungan kerja Menteri Trenggono.

Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Limapuluh Kota sangat serius dalam meningkatkan kualitas produksi bidang perikanan melalui riset di wilayah Sumatera. Dengan sinergi ini, ia berharap dapat meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya perikanan yang dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.

"Selanjutnya amanah Barang Milik Daerah ini kami akan terima dengan penuh tanggung jawab dan kami kelola dengan baik sebagai Barang Milik Negara KKP dengan berpedoman pada PP Nomor 27/2014, tentang Pengelolaan BMN/BMD sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 28/2020," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya