Alasan Perempuan Paling Rentan Terjerat Pinjol Ilegal

Perempuan menjadi orang yang sangat rentan sejak adanya pandemi Covid-19 dan terutama berkaitan dengan keuangan.

oleh Yanuar H diperbarui 16 Okt 2021, 10:00 WIB
Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. Unsplash/Benjamin Dada

Liputan6.com, Yogyakarta Kelompok yang rentan terjerat pinjaman online atau pinjol ilegal menurut DosenSosiologi FISIPOL UGM,  Wahyu Kustiningsih Dari kalangan perempuan. Terlebih di situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini.

 “Kenapa perempuan? Karena di masa normal saja perempuan sudah rentan dan pandemi semakin menambah beban perempuan,” tuturnya, Kamis 7 Oktober 2021.

Wahyu mengatakan pandemi membuat ibu rumah tangga atau Perempuan menghadapi kenyataan pendapatan suami yang terus menurun. Padahal kebutuhan hidup justru meningkat.

“Selain mengurus domestik, perempuan juga mendampingi anak sekolah dari rumah dan belum lagi kalau yang juga bekerja.  Di sisi lain suami pendapatannya menurun akibat pandemi dan ada yang kena PHK, sementara kebutuhan tidak menurun tetapi terus naik,” paparnya.

Alasan inilah mengapa mayoritas perempuan, terutama di pedesaan menjadi korban pinjol. Jalan pintas pinjol yang memberikan pinjaman dengan persyaratan dan ketentuan yang mudah dan cepat proses pencairan berbeda dengan mengambil pinjaman di bank.

“Dalam kondisi keterdesakan ekonomi yang dipilih masyarakat  jalan pintas untuk menyambung hidup,” katanya.

Wahyu mengatakan jika sudah terjerat pinjol, biasanya perempuan tidak lepas dari adanya pelabelan atau stigma dari masyarakat antara lain dianggap tidak mampu mengelola keuangan dengan baik, dianggap konsumtif, tukang utang dan lainnya. Stigmatisasi yang muncul tersebut menjadikan perempuan korban pinjol tertekan hingga bunuh diri karena tidak kuat menahan malu.

 


Sistem Sosial Tidak Bekerja

Adanya warga yang terjerat pinjol ini, menurut Wahyu menunjukan sistem sosial (supporting system) di masyarakat tidak bekerja. Oleh sebab itu ia menekankan perlunya memperkuat supporting system di lingkungan masyarakat saat ada salah satu warga yang terjerat pinjol.

“Masyarakat bisa menginisiasi gerakan bersama menghadapi krisis saat pandemi termasuk persoalan ekonomi seperti pinjol semisal dengan membangun kelompok-kelompok usaha kecil. Kalau ini tidak dilakukan akan banyak yang tertekan sehingga solidaritas sosial penting,” urainya.

Lebih lanjut Wahyu menjelaskan perempuan rentan menjadi korban tindak kriminalitas, apalagi di era teknologi saat ini. Salah satu penyebabnya kurangnya literasi digital untuk menekan risiko pinjol. Edukasi terkait dampak pinjol perlu diperkuat untuk  menekan risiko munculnya korban-korban pinjol lainnya.

“Fenomena ini akan terus terjadi sehingga menjadi PR untuk bisa mendampingi masyarakat,” jelasnya.

Tak hanya itu, Wahyu mengatakan pemerintah perlu meningkatkan pengawasan pinjol sebab mayoritas pinjol saat ini bersifat ilegal atau tidak terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, penegak hukum diharapkan mampu  merespon dengan cepat dan berinisiatif melindungi masyarakat korban jeratan pinjol.

“Masyarakat diharapkan juga bisa melakukan pengawasan, karena kekuatan terbesar di masyarakat melakukan pengawasan untuk melaporkan yang terjadi di lingkungannya,” ujarnya

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya