Bos Schroder Ungkap Tantangan Investor Institusi Tambah Investasi di Pasar Modal

Presiden Direktur PT Schroder Invesment Management Indonesia, Michael Tjoajadi menuturkan, investor institusi berperan untuk membawa pasar modal lebih besar.

oleh Agustina Melani diperbarui 16 Okt 2021, 08:31 WIB
Pekerja bercengkerama di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). IHSG ditutup naik 3,34 poin atau 0,05 persen ke 5.841,46. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Investor institusi di Indonesia dibutuhkan untuk membawa pasar modal Indonesia lebih besar. Namun, investor institusi menghadapi tantangan untuk menggerakkan pasar modal.

Berdasarkan nilai dana kelolaan di portofolio saham, investor institusi mendominasi di pasar modal. Dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah akun investor institusi tercatat 17.352 rekening dengan dana kelolaan Rp 4.149,3 triliun hingga 31 Juli 2021 di portofolio saham. Jumlah itu 82 persen dari total dana investor.  Sementara itu, investor individu mencapai 2.572.528 rekening dengan nilai dana kelolaan Rp 861,2 triliun.

Presiden Direktur PT Schroder Invesment Management Indonesia, Michael Tjoajadi menuturkan, investor institusi berperan untuk membawa pasar modal lebih besar. Akan tetapi, ia melihat akhir-akhir ini investor institusi berpikir pasar modal kurang menguntungkan. Padahal salah satu karakter investor institusi yaitu investasi jangka panjang.

"Investor institusi bawa capital market lebih besar, dasar dari pasar modal ini yang kita perlukan. Belakangan banyak investor institusi berpikir ekspektasi capital market kurang menguntungkan,” ujar dia dalam CMSE 2021, Jumat (15/10/2021).

Michael menuturkan, hal itu dapat ditunjukkan dari investor institusi yang berhenti investasi di pasar yang tercerminkan dari investasi di saham dan reksa dana.

"Reksa dana dan saham dari dana pensiun kita lihat tak berkembang signifikan 2014. Total investasi di saham dari dapen hanya Rp 28 triliun. Pada akhir 2020, hanya Rp 32 triliun. Itu lebih banyak disebabkan market movement,” ujar dia.

Salah satu hal yang Michael soroti dalam tantangan investasi investor institusi yaitu regulasi. Regulasi ini penting sebagai koridor investor untuk bagaimana berinvestasi. Michael menuturkan, regulasi yang tidak jelas timbulkan banyak hal konsekuensi hukum dan keuangan.

Konsekuensi hukum itu, menurut Michael masih sangat besar diperhatikan  oleh investor institusi terutama berkaitan dengan pemerintah yang masih memiliki dana pennyertaan pemerintah dan dana pensiun BUMN. Ia menilai, hal tersebut juga perlu diperbaharui dari peraturan yang ada sehingga para manajer investasi dari dapen lebih fleksibel.

"Ini salah satu harus di-clearkan dan solve agar memiliki koridor uptodate dibandingkan peraturan yang ada. Peraturan yang ada harus diperbaharui untuk jadi uptodate dan fleksibel. Dalam artian memang lakukan investasi bisa untung, rugi, unrealised loss, tak seperti peraturan lama selalu dipertanyakan dan dipermasalahkan,” kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Menambah Jumlah Perusahaan Tercatat

Pengunjung melintasi layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kedua, meningkatkan jumlah perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ia mengatakan, kalau dilihat BEI sudah sukses untuk menambah perusahaan tercatat pada 2020-2021. Hal ini ditunjukkan dari tambahan jumlah perusahaan tercatat mencapai 57 pada 2020. Sedangkan sepanjang tahun berjalan 2021, ada 38 perusahaan tercatat di BEI.

"Bagi investor ritel tak mau peduli terhadap size dan tak terlalu terpengaruh. Investor institusi memiliki dana kelolaan besar size dilihat. Size tunjukkan likuiditas," kata dia.

Ia menambahkan, tantangan lain bagi investor institusi seperti dana pensiun juga tidak boleh investasi di perusahaan rugi.

Sedangkan sisi lain, perusahaan teknologi yang akan melakukan penawaran umum perdana atau IPO masih ada yang belum mencatat kinerja positif. Padahal menurut Michael IPO dari perusahaan teknologi itu dapat menarik investor asing untuk masuk ke Indonesia.

”Jadi challenge lagi bagi perusahaan atau investor institusi untuk investasi. Ataupun ada beberapa peraturan lebih rileks berikan peluang dana pensiun yang lagi rugi suatu kemudian beberapa persen yang ada, atau again peraturan itu harus ditinjau lagi,” kata dia.

Meski demikian, Michael juga melihat fund manager yang juga investor institusi perlu bergerak untuk kepentingan investor bukan diri sendiri. Hal ini melihat sejumlah kasus dari fund manager yang juga investor institusi merusak pasar. Michael menilai hal itu buat kepercayaan investor institusi berkurang. 

"Ini harus diperbaiki, diberikan arahan tersentu sehingga harus diawasi lebih baik sebelum kejadian membesar,” kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya