Cetak Rekor Tertinggi, Harga Minyak Tembus USD 85 per Barel

Harga minyak mentah berjangka Brent naik 1 persen ke level USD 84,86 per barel.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 16 Okt 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak melonjak ke level tertinggi dalam 3 tahun di atas USD 85 per barel pada hari Jumat. Kenaikan harga minyak ini didorong oleh perkiraan defisit pasokan dalam beberapa bulan ke depan karena pelonggaran pembatasan perjalanan terkait Covid-19 yang memacu permintaan minyak.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (16/10/2021), harga minyak mentah berjangka Brent naik 1 persen ke level USD 84,86 per barel. Harga ini menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2018 di USD 85,10, menuju kenaikan mingguan sebesar 3 persen, yang akan menjadi kenaikan mingguan keenam berturut-turut.

Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 97 sen atau 1,2 persen le level USD 82,28 per barel. Kontrak minyak ini menuju kenaikan 3,5 persen pada minggu ini, menempatkannya di jalur untuk kenaikan mingguan kedelapan berturut-turut.

Permintaan minyak telah meningkat dengan pemulihan dari pandemi COVID-19, dengan dorongan lebih lanjut dari pembangkit listrik yang telah beralih dari gas dan batu bara yang mahal ke bahan bakar minyak dan solar.

Gedung Putih mengatakan akan mencabut pembatasan perjalanan COVID-19 untuk warga negara asing yang sudah divaksinasi penuh per 8 November. Hal ini akan meningkatkan permintaan bahan bakar jet.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Stok Minyak AS Turun

Harga minyak cenderung variatif didorong sentimen ketegangan Rusia-Ukraina dan serangan Amerika Serikat ke Irak.

Sementara itu, penurunan tajam dalam stok minyak di Amerika Serikat dan negara-negara anggota Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi diperkirakan akan membuat pasokan global tetap ketat.

"Dibutuhkan tiga peristiwa untuk menggagalkan reli harga minyak ini,yaitu OPEC+ secara tak terduga meningkatkan produksi, cuaca hangat melanda Belahan Bumi Utara, dan jika pemerintahan Biden memanfaatkan cadangan minyak strategis," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.

Badan Energi Internasional pada perdagangan Kamis mengatakan krisis energi diperkirakan akan meningkatkan permintaan minyak sebesar 500.000 barel per hari (bph).

Ini akan menghasilkan kesenjangan pasokan sekitar 700.000 barel per hari hingga akhir tahun ini, sampai Organisasi Negara-negara Minyak dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC+, menambahkan lebih banyak pasokan, seperti yang direncanakan pada Januari.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya