Liputan6.com, Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang sering disebut juga sebagai Kereta Cepat Indonesia China kembali menjadi sorotan. Baru-baru ini, membengkaknya biaya proyek kereta cepat diprediksi mencapai USD 1,9 miliar atau Rp 27 triliun.
Adapun kabar yang beredar menyebutkan adanya utang tersembunyi dari China dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Kabar tersebut buru-buru dibantah oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.
Advertisement
"Kabar tersebut hoaks. Tidak ada sama sekali utang tersembunyi dari China untuk proyek Kereta Cepat, karena semua tercatat di PKLN Bank Indonesia," kata Arya kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (16/10/2021).
Arya pun kembali menekankan, "Jadi kabar yang mengatakan bahwa ada hutang tersembunyi dari China untuk proyek Kereta Cepat itu benar-benar hoaks dan tendensius".
Lantas bagaimana perjalanan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung? Simak pemaparan berikut:
Digagas sejak 2008
Sebenarnya kereta cepat ini bukan proyek baru. Rencana pembangunan proyek ini telah ada sejak 2008, namun dengan rute Jakarta-Surabaya. Proyek tersebut digagas oleh Bappenas bersama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Lantaran untuk membangun kereta cepat Jakarta-Surabaya dibutuhkan dana yang sangat besar, maka Bappenas mengubah rute menjadi Jakarta-Bandung. Pemilihan dua kota tersebut pun tidak semata-mata soal dana. Dengan membangun rute Jakarta-Bandung, Bappenas menghitung akan terjadi peningkatan pendapatan per kapita yang signifikan masyarakat yang berada di sekitarnya.
Melihat potensi pertumbuhan ekonomi dari keberadaan kereta cepat ini, pada 2012 wacana pembangunan proyek tersebut kembali digulirkan. Saat ini muncul pola pembiayaan dengan skema kerjasama pemerintah-swasta (KPS). Namun saat ditawarkan ke pihak swasta, pemerintah tetapi dibebani dengan porsi pembiayaan yang lebih besar. Namun lagi-lagi proyek tersebut terhenti.
Akhirnya, pembangunan kereta cepat ini baru terealisasi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan semangat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan infrastruktur pendorong pun mendapat dukungan dari pemerintah, termasuk dengan beroperasinya kereta cepat.
Terealisasinya pembangunan kereta cepat ini juga sebenarnya berkat adanya minat dari Jepang dan China. Setelah melewati tahapan seleksi, akhirnya pemerintah memilih China untuk bekerjasama dengan BUMN membangun moda transportasi terebut. Pemilihan China juga bukan tanpa alasan.
China dianggap berani membangun tanpa adanya bantuan dari pemerintah melalui APBN. Sedangkan Jepang meminta bantuan dana pemerintah dalam proses pembangunannya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Biaya Proyek Membengkak
Awalnya, biaya proyek Kereta Cepat hanya membutuhkan anggaran pembangunan USD 6,07 miliar (Rp 85 triliun), dengan rincian EPC USD 4,8 miliar dan non EPC USD 1,3 miliar. Kemudian naik menjadi USD 7,97 miliar atau Rp 111,5 triliun.Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menuturkan, berbagai hal yang jadi alasan pembengkakan dana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut.
Mulai dari perubahan desain, hingga dampak pandemi COVID-19 yang mengganggu arus keuangan pemegang saham proyek.
"Di mana-mana ketika kita membuat kereta api cepat dan yang seperti ini kayak jalan tol dan sebagainya, itu memang di tengah perjalanan apalagi yang panjang (prosesnya) itu, ditengah jalan pasti ada perubahan-perubahan desain karena ada kondisi geografis dan geologis yang berbeda, berubah dari awal yang diperkirakan," katanya kepada wartawan, dikutip pada 10 Oktober 2021.
Masalah perubahan harga tanah yang meningkat juga masuk dalam daftar faktor penambahan biaya proyek kereta cepat ini.
Membengkaknya anggaran membuat pemerintah dengan segera mengambil tindakan. Presiden Jokowi akhirnya mengizinkan proyek kereta cepat Indonesia China diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta-Bandung.
Advertisement
Jokowi Izinkan Proyek Kereta Cepat Menggunakan APBN
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan proyek kereta cepat Indonesia China diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta-Bandung.
Proyek kereta cepat diketahui memerlukan dana tambahan, sehingga dana penuntasan proyek tersebut membengkak. Dalam beleid yang diundangkan dan ditandatangani Jokowi pada 6 Oktober 2021 ini, antara lain mengizinkan penambahan dana proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung dari APBN.
Penambahan dana ini tertuang dalam Pasal 4 ayat 2 pada Perpres No. 93 Tahun 2021. Disebutkan selain dana-dana yang diatur pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut, dimasukkan APBN sebagai penopang dana tambahan.
“Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal,” tulis pasal 4 ayat 2, dikutip dari laman maritim.go.id, 10 Oktober 2021.
Pembiayaan melalui APBN tersebut melalui skema penyertaan modal negara (PMN) kepada konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN.
PMN kepada pimpinan konsorsium BUMN tersebut diberikan dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasita usaha pimpinan konsorsium.
"(untuk) pemenuhan kekurangan kewajiban penyetoran modal (base equity) perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) kepada perusahaan patungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2),” tulis Pasal 4 ayat 4a.
"Memenuhi kewajiban perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) akibat kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung," dilanjutkan pasal 4 ayat 4b.
Diketahui, konsorsium pelaksana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dipimpin PT Kereta Api Indonesia dan terdiri dari PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Ditargetkan Uji Coba Pada 2022
Sebelumnya, pada 18 Mei 2021, Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi mengatakan progres pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sudah mencapai 73 persen.
Jokowi menargetkan kereta cepat Jakarta-Bandung dapat mulai dilakukan uji coba pada 2022.
Saya melihat progres sampai hari ini tadi dilaporkan kepada saya telah selesai 73 persen dan nanti tahun depan awal sudah masuk ke persiapan untuk operasi," kata Jokowi saat meninjau Tunnel #1 Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Kota Bekasi, pada 18 Mei 2021.
"Diharapkan nanti di akhir tahun 2022 kereta cepat Jakarta-Bandung sudah bisa diujicobakan. Dan tentu saja setelah uji coba langsung masuk ke operasional," lanjutnya.
Jokowi menyampaikan, dia ingin kereta cepat tersebut nantinya terintegrasi dengan Lintas Rel Terpadu (LRT) Jakarta dan Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta. Hal ini diyakini dapat menghemat waktu masyarakat dan menjadi daya saing dengan negara-negara lain.
"Sehingga ada sebuah efisiensi waktu, kecepatan, dan kita harapkan ini bisa menjadi sebuah daya saing, competitiveness bagi negara kita untuk bersaing dengan negara-negara lain," jelasnya.
Advertisement