Ironi di 'Ladang Mimpi' Kawasan Ekonomi Khusus Palu

Keterbatasan pengetahuan mesin industri, disebut menjadi kendala minimnya serapan tenaga kerja lokal, di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu. Sementara, hingga kini, sarana pendidikan industri masih juga belum siap.

oleh Heri Susanto diperbarui 19 Okt 2021, 18:00 WIB
Kondisi di sekitar akses masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu, Jumat (15/10/2021). (Foto: Tim Pasopati Fellowship Journalism (PJF) Auriga Nusantara, Palu).

Liputan6.com, Palu - Keterbatasan pengetahuan mesin industri, disebut menjadi kendala minimnya serapan tenaga kerja lokal, di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu. Sementara, hingga kini, sarana pendidikan industri masih juga belum siap.

Ali Misi, warga Kelurahan Pantoloan, sedang bersantai di depan rumahnya yang berbatasan langsung dengan KEK Palu, menikmati hari libur kerjanya sebagai sekuriti di kawasan tersebut.

Usia Ali memang tidak muda, tapi perawakannya tampak kuat seperti penjaga keamanan kebanyakan. Ali bilang, hanya dengan modal itu dia bisa tetap bekerja di sana sejak tahun 2016.

Tak punya keahlian lain, Ali nerimo saja bekerja di sana dengan gaji jauh dari layak. Padahal, dia bilang, di kawasan industri itu, urusannya bukan sekadar nongkrong di pos jaga pintu masuk, melainkan juga memastikan aset di kawasan itu aman.

Beruntung ada anggota keluarganya yang tinggal serumah dengannya, yang membantu menopang kehidupannya. "Gaji saya Rp500 ribu per bulan sejak 2016. Sebenarnya Rp550 ribu, karena saya tidak punya kartu ATM jadi dipotong Rp 50 ribu," cerita Ali.

Situasi yang dialami Ali adalah kondisi yang jamak di Kecamatan Tawaeli, lokasi KEK Palu. Camat Tawaeli, Mohammad Afandi Yotolemba mengatakan, situasi itu seperti sebuah anomali dan menunjukkan belum bermanfaatnya KEK Palu yang berlabel Proyek Nasional bagi masyarakat sekitar.

"Warga Tawaeli yang bekerja di KEK mayoritas sebagai sekuriti dan buruh kasar," ungkap Afandi kepada Tim Pasopati Fellowship Journalism di Palu, 17 Juli 2021.

Padahal, kata Afandi, KEK Palu menjadi harapan masyarakat untuk meningkatkan perekonomian, terlebih setelah sebagian besar warga terdampak bencana alam pada tahun 2018 lalu.

Tercatat dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palu tahun 2019, terdapat 4.624 kepala keluarga yang bermukim di lima kelurahan pada kecamatan sebelah utara Palu. Dari jumlah itu, sebanyak 1.775 tergolong keluarga pra-sejahtera berdasarkan data PKH Kota Palu tahun 2021.

Simak video pilihan berikut ini:


KEK Palu dan Angan-Angan Besar Ketenagakerjaan

Aktivitas buruh bongkar muat di Pelabuhan Pantoloan Palu, Jumat (15/10/2021). Para buruh di lokasi itu mayoritas adalah pemuda yang tinggal di sekitar KEK Palu. (Foto: Tim Pasopati Fellowship Journalism (PJF) Auriga Nusantara, Palu).

Sebagai salah satu proyek strategis nasional, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu diproyeksikan akan mampu menyerap 51.000 tenaga kerja, sudah termasuk tenaga kerja lokal.

Dalam dokumen profile KEK yang diterbitkan pengelola kawasan ini, Bangun Palu Sulawesi Tengah (BPST), serapan tenaga kerja itu ditunjang oleh 30 tenan atau perusahaan yang akan berinvestasi di lokasi itu.

Walau begitu, sejak dicanang tahun 2014, hingga Februari 2021, baru tujuh perusahaan yang beroperasi dengan serapan tenaga kerja sebanyak 936 orang.

Data pada Administrator KEK Palu itu berbeda dengan rilis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Sulawesi Tengah menyebut hanya ada empat perusahaan yang berstatus wajib lapor dengan total pekerja sebanyak 50 orang yang telah melapor.

Jumlah itu, menurut Kabid Ketanaga kerjaan Dinas Nakertrans Sulteng, Joko Pranawo, masih rendah dibanding target proyeksi KEK.

"Kalau di data kami sampai sekarang ada 17 perusahaan yang akan masuk di KEK Palu, cuma baru empat yang sudah beroperasi. Jumlah tenaga kerjanya pun belum seberapa, apalagi dengan situasi Covid-19 ini," kata Joko, 19 Februari, 2021.

Selain karena jumlah perusahaan yang beroperasi masih jauh dari harapan, rendahnya serapan tenaga kerja itu juga lantaran minimnya pengetahuan tenaga kerja lokal, terhadap mesin-mesin industri di kawasan itu yang notabene menggunakan bahasa asing.

Administrator KEK mengakui itu juga yang menjadi alasan perusahaan lebih memilih tenaga kerja ahli dari luar Kota Palu dan Sulawesi Tengah.

"Pekerja lokal mengisi pekerjaan kasar (buruh lepas) dan administrasi. Kalau teknis dan operator masalahnya mesin banyak yang dari luar daerah," ujar Roy Topan Sanjaya, Kepala Bidang Pemonitoran Kerjasama dan Pengendalian pada Administrator KEK Kota Palu, 23 Februari 2021.


Kekurangan Guru Vokasi hingga Lulusan SMK Tanpa Kompetensi Industri

Kabid SMK Disdikbud Sulteng, Hatijah Yahya saat menjelaskan tentang kondisi SMK di Sulteng, Rabu (29/9/2021). (Foto: Tim Pasopati Fellowship Journalism (PJF) Auriga Nusantara, Palu).

Sementara janji KEK Palu menyerap tenaga kerja puluhan ribu sejak tahun 2014 belum terwujud, data ketenagakerjaan Sulawesi Tengah menunjukkan per Agustus 2020, berdasarkan data Kemnaker ada 59.381 orang pengangguran terbuka di Sulawesi Tengah atau 3,77 persen dari total angkatan kerja Kota Palu, tertinggi jumlah penganggurannya.

Rendahnya kualitas pengetahuan tenaga kerja lokal untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja di KEK Palu juga berkaitan dengan minimnya sarana pendidikan vokasi khusus industri di Kota Palu. Hingga tahun 2021, tercatat hanya SMK 8 Palu yang difokuskan pada keahlian itu.

Setidaknya, ada empat jurusan yang dibuka untuk memenuhi kebutuhan KEK Palu, yakni Geologi Pertambangan, Teknik Alat Berat, Kimia Industri, serta Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

Meski begitu, sekolah itu diakui belum memiliki standar kompetensi untuk menghasilkan tenaga kerja sesuai yang dibutuhkan KEK Palu. Ironisnya, seperti disampaikan pihak pelayanan pendidikan di wilayah Sulteng, komunikasi bersama KEK Palu belum terjalin secara detail perihal kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan.

"Kami belum pernah komunikasi dengan KEK Palu terkait serapan kerja lulusan SMK di Sulteng. Kami juga tidak punya informasi lowongan kerja apa saja yang dibuka disana," Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Sulteng, Irwan Lahace, mengatakan.

Padahal, berdasarkan sumber data yang sama, jumlah SDM Kota Palu terbilang memadai untuk memenuhi kebutuhan jumlah tenaga kerja di KEK Palu, yakni 304.663 penduduk usia kerja atau yang tertinggi se-Sulawesi Tengah.

Kekurangan guru keahlian industri juga disebut menjadi biang rendahnya kualitas lulusan SMK untuk kebutuhan industri yang ada di wilayah Palu dan wilayah Sulteng.

Hal tersebut, diamini Kepala Bidang SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulteng, Hatijah Yahya.

"Kami kekurangan 1.000 guru keahlian untuk mengisi 187 SMK di Sulteng, di antaranya guru industri. Sementara universitas di sini tidak punya prodi itu yang bisa kita gunakan sebagai guru," kata Hatijah, 31 Agustus 2021.

Belum lagi, lanjut Hatijah, persoalan pemetaan pendidikan SMK di Sulteng yang belum berbasis kajian kebutuhan lapangan kerja, seperti wisata, perikanan, dan industri. Dari ratusan SMK yang ada menurut Hatijah, sebagian besar adalah jurusan perkantoran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja,  termasuk KEK Palu.

"Setiap tahunnya rata-rata jumlah lulusan SMK kita sebanyak 10.000 siswa sebagian besar tidak terserap dunia kerja. Pemetaaan kompetensi di SMK kita itu jadi pekerjaan rumah yang besar," Hatijah memungkasi.

KEK Palu sendiri hingga tahun 2021 masih beroperasi. Para pengampunya masih tegak dada dengan janji menyerap puluhan ribu tenaga kerja. Bisakah?

 

Liputan ini hasil kerja sama Mediaalkhairaat.id (MAL), Radar Sulteng (Jawa Pos Group), Berita Palu.com dan Liputan6.com, dalam program Pasopati Fellowship Journalism (PJF) Auriga Nusantara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya