3 Tanggapan Rencana Penggantian Nama Jalan di Menteng Jadi Mustafa Kemal Ataturk

Pemerintah berencana mengubah salah satu nama jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat menjadi nama tokoh Turki, Mustafa Kemal Ataturk.

oleh Devira PrastiwiLiputan6.com diperbarui 18 Okt 2021, 19:58 WIB
Poster pendiri Turki modern Mustafa Kemal Ataturk terlihat di sebuah toko, ketika turis yang mengenakan masker melintas di kota Ayvalik, Laut Aegea, Rabu (9/9/2020). Turki telah mewajibkan penggunaan masker di semua lokasi selain di rumah, menyusul lonjakan kasus COVID-19. (AP Photo/Emrah Gurel)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana mengubah salah satu nama jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat menjadi nama tokoh Turki, Mustafa Kemal Ataturk.

Kabar tersebut disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Menurut dia, pemerintah Turki juga siap menyediakan satu jalan untuk diisi nama tokoh Indonesia.

"Jadi memang ada keinginan dari kita, dari pemerintah Turki agar ada nama dari kita yang ada di Turki dan juga nama tokoh dari Turki. Jadi sama-sama," kata Riza pada wartawan, Minggu 17 Oktober 2021.

Meski sudah disampaikan Riza, perencanaan perubahan nama Mustafa Kemal Ataturk menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas.

Menurut Anwar, sosok tersebut adalah tokoh yang sudah mengacak-acak ajaran Islam dan melakukan hal bertentang dengan sunah.

"Hal itu dia lakukan adalah karena dia ingin menjadikan Turki menjadi negara maju dengan cara menjauhkan rakyat Turki dari ajaran agama Islam dan melarang agama Islam dibawa-bawa ke dalam kehidupan publik," kata Anwar dalam keterangan tertulis.

Berikut sederet tanggapan terkait rencana pergantian nama salah satu jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat menjadi nama tokoh Turki, Mustafa Kemal Ataturk dihimpun Liputan6.com:

 


1. Sejarawan

Sejarawan Bantah Tudingan Baru Sekarang Peduli pada Rumah Cimanggis

Sejarawan dari Universitas Indonesia Tiar Anwar Bachtiar mengaku tidak mempermasalahkan rencana pergantian nama salah satu jalan di Jakarta dengan nama tokoh Turki. Namun, dia tidak setuju ketika nama Mustafa Kemal Ataturk akan digunakan untuk nama jalan di Indonesia.

"Ini Mustafa Kemal kontroversial, dia ini tentu oleh orang-orang Turki sebagian Kemalis anggap sebagai pahlawan tapi sebagian lain ada tokoh antagonis tokoh yang penuh dengan intrik dia juga sudah menghancurkan khilafah dan sebagainya," kata Tiar saat dihubungi Liputan6.com, Senin (18/10/2021).

Tiar menyebut, Mustafa Kemal Ataturk tidak memiliki nama terlalu baik untuk masyarakat Turki. Karena hal itu, dia meminta pemerintah agar mencari nama tokoh Turki lainnya.

"Sebaiknya kalau memang pemerintah Indonesia mau memasang nama salah satu tokoh Turki, banyak tokoh Turki yang tidak kontroversial bisa diterima oleh semua masyarakat," ucap dia.

 


2. MUI

Sekretaris Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Anwar Abbas memberikan sambutan saat penyerahan Fatwa Syariah kepada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) terkait proses bisnis dan layanan jasa di Gedung Bursa Efek Indonesia, Senin (1/4). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas angkat suara soal nama Presiden Pertama Turki Mustafa Kemal Ataturk yang akan dijadikan nama jalan di Jakarta. Menurut Anwar, sosok tersebut adalah tokoh yang sudah mengacak-acak ajaran Islam dan melakukan hal bertentang dengan sunah.

"Hal itu dia lakukan adalah karena dia ingin menjadikan Turki menjadi negara maju dengan cara menjauhkan rakyat Turki dari ajaran agama Islam dan melarang agama Islam dibawa-bawa ke dalam kehidupan publik," kata Anwar dalam keterangan tertulis diterima, Minggu 17 Oktober 2021.

Anwar melanjutkan, Mustafa Kemal Ataturk adalah seorang tokoh yang sangat sekuler yang tidak percaya ajaran agamanya akan bisa menjadi solusi dan akan bisa membawa Turki menjadi negara maju.

"Jadi Mustafa Kemal Ataturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan," tambah Anwar.

Anwar menilai, jika pemerintah Indonesia tetap mengabadikan nama Mustafa Kemal Ataturk menjadi nama salah satu jalan di Jakarta, maka akan sangat menyakiti hati umat Islam. Karena, Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila di mana sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa.

"Sebab pemerintahnya akan menghormati seorang tokoh yang sangat sekuler dan melecehkan agama Islam yang menjadi agama dari mayoritas rakyat di negeri ini," kritik Anwar.

"Itu jelas merupakan sebuah tindakan yang tidak baik dan tidak arif serta jelas akan menyakiti dan mengundang keresahan di kalangan umat Islam yang itu jelas tidak kita harapkan," tandas Anwar.

 


3. Wagub DKI Jakarta

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria setibanya di Polda Metro Jaya, Senin (23/11/2020). Riza Patria diperiksa Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk memberikan klarifikasi terkait kerumunan massa di Petamburan beberapa waktu lalu. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan pemberian nama jalan dengan tokoh Turki merupakan bentuk kerjasama kedua negara.

Rencananya salah satu jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat akan diganti dengan nama tokoh Turki, Mustafa Kemal Ataturk.

"Penamaan jalan itu kan bagian kerja sama antar negara antara pemerintah jadi itu kerjasama antara Indonesia dan pemerintah Turki. Kita juga saling membantu, saling menghormati," kata Riza di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (18/10/2021).

Dia menyatakan kantor KBRI di Turki telah diganti dengan nama Presiden Soekarno. Kata dia, penamaan jalan dengan tokoh Turki telah diusulkan.

"Kebetulan nama yang diusulkan dari mereka ya Ataturk. Ya kita saling menghormati menghargai antar negara," ucap Riza.

Lanjut dia, semua pihak harus saling menghormati, menghargai, dan memperhatikan pertimbangan terkait nama yang diusulkan tersebut.

"Insyallah pemerintah akan mencarikan solusi yang terbaik supaya baik bagi semua termasuk hubungan kita degan pemerintah Turki menjadi lebih baik," jelas Riza.

 

(Lesty Subamin)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya