Ahli: Sampah Elektronik di Dunia Tahun Ini Lebih Berat dari Tembok Besar China

Ada dua penyebab utama jumlah sampah elektronik di dunia meningkat pesat setiap tahunnya. Salah satunya siklus hidup produk yang pendek.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Okt 2021, 18:02 WIB
Ilustrasi sampah elektronik. (dok. John Cameron/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Masalah sampah masih menjadi momok di dunia. Tak hanya dari plastik, alat elektronik bekas pakai juga menjadi sumber masalah sampah di dunia. Jumlah sampah elektronik yang dihasilkan manusia setiap tahunnya berkembang pesat.

Dilansir dari Independent, Selasa (19/10/2021), para ahli memperkirakan tumpukan limbah elektronik di seluruh dunia tahun ini saja akan mencapai 57,4 juta ton, atau lebih berat dari Tembok Besar China. Para peneliti menyalahkan siklus hidup produk elektronik sekarang yang lebih pendek dan terbatasnya pilihan untuk mereparasi. 

Para ahli memperingatkan bahwa terdapat jutaan ton logam, plastik, dan sumber daya mineral yang jarang didaur ulang. Sampah eletronik itu biasanya akan dibakar atau dikirim ke tempat pembuangan sampah. Penelitian tersebut dirilis pada Hari Limbah Elektronik Internasional 2021.

Menurut para peneliti, sebagian besar limbah elektronik harus dianggap sebagai sumber daya yang berpeluang untuk memulihkan ‘kekayaan’ menjadi barang yang lebih berharga dan mengurangi kebutuhan akan sumber daya baru. Lebih lanjut, setiap ton limbah elektronik yang tidak didaur ulang menghasilkan jejak karbon sebanyak dua ton.

Forum Limbah Elektronik dan Peralatan Listrik (WEEE) mengatakan bahwa antara 2014 dan 2019, jumlah limbah elektronik yang dihasilkan melonjak hingga 21 persen. Diperkirakan pada 2030, limbah elektronik di dunia mencapai 74 juta ton limbah per tahunnya.

Masalah limbah ini terkait dengan tingkat konsumsi elektronik yang lebih tinggi, dengan peningkatan per tahun sebanyak tiga persen. Para ahli dan organisasi lingkungan menyerukan kepada para pelaku rumah tangga, bisnis, dan pemerintah untuk mendukung upaya perbaikan, daur ulang, dan penggunaan kembali produk elektronik yang tidak terpakai.

"Banyak faktor yang berperan agar sektor elektronik dan listrik menjadi lebih efisien dan sirkular. Misalnya, produsen bertanggung jawab atas 2,8 juta ton limbah elektronik pada tahun 2020," ujar Pascal Leroy, Direktur Jenderal Forum WEEE.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kerusakan Lingkungan

Pembuangan Sampah Elektronik di Ghana. Kredit: Flickr/Agbogbloshie Makerspace Platform

Leroy menambahkan, selama masyarakat tidak mengembalikan barang mereka, menjualnya, atau menyumbangkannya, perusahaan elektronik harus menambang lagi untuk menghasilkan komponen elektronik yang baru. Aktivitas itu mengakibatkan kerusakan lingkungan yang besar.

"Setiap ton WEEE yang didaur ulang mencegah 2 ton emisi karbon dioksida. Jika kita bertindak benar dengan limbah elektronik, kita membantu mengurangi emisi CO2 yang berbahaya," ujar Leroy.

Di Eropa, sebelas dari 72 barang elektronik rumah tangga rata-rata tidak dapat digunakan lagi. Setiap tahunnya, warga negara di Eropa, sekitar empat hingga lima kilogram produk listrik dan elektronik yang tidak terpakai ditimbun sebelum akhirnya dibuang.

 

 


Peluang Sia-Sia

Sejumlah barang bekas terlihat di tempat pengepulan sampah elektronik, Jakarta, Rabu (7/8/2019). Sepanjang Januari-Juni 2019, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta telah memproses lebih dari 1 ton sampah elektronik yang berasal dari rumah tangga dan industri. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Virginijus Sinkevičius, komisaris Uni Eropa untuk lingkungan, lautan, dan perikanan mengatakan, limbah elektronik merupakan jenis sampah yang berkembang sangat pesat di Eropa dan seluruh dunia.

"Untuk mengubah tren ini, kita tidak boleh menganggapnya sebagai limbah, tetapi peluang yang terbuang sia-sia karena produk yang tahan lama akan menghemat, tidak hanya bagi konsumen tetapi juga bahan baku yang berharga dan emisi CO2," ujar Sinkevičius.

Komisi untuk lingkungan, lautan, dan perikanan Uni Eropa sedang membuat rancangan desain perangkat elektronik yang ramah lingkungan. Tujuannya untuk meningkatkan daya tahan dan lebih mudah untuk diperbaiki.

Menurut situs Jakarta Smart City, limbah elektronik dapat terdiri dari telepon genggam, komputer, televisi, mesin cuci, dan peralatan elektronik lainnya. Jakarta saat ini memiliki saluran yang menampung limbah elektronik, yakni melalui Komunitas EwasteRJ atau pengelolaan limbah dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. (Gabriella Ajeng Larasati)


Sampah Kemasan Produk Kecantikan

Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya