Liputan6.com, Jakarta - Dalam dua tahun pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi di periode kedua, penilaian buruk pada penegakan hukum mengalami kenaikan.
Kesimpulan ini merupakan hasil survei nasional opini publik yang dilakukan Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMRC). Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas menyatakan, warga yang menilai kondisi penegakan hukum baik atau sangat baik sekitar 44,8 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Sementara yang menilai penegakan hukum buruk atau sangat buruk sekitar 24,8 persen. Dan ada 27,2 persen yang menilai sedang saja. Yang tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 3,1 persen," kata dia dalam konpers hasil survei SMRC, Selasa (19/10/2021).
Meski persentase yang menilai positif pada kondisi penegakan hukum lebih banyak dari yang menilai sebaliknya, persepsi publik cenderung memburuk dalam dua tahun terakhir.
Abbas menjelaskan, yang menilai kondisi penegakan hukum buruk atau sangat buruk naik dari 15,1 persen pada survei September 2019 menjadi 24,8 persen pada survei September 2021.
"Persepsi atas kondisi penegakan hukum memburuk di masa Covid-19 ini dan belum kembali pulih ke masa sebelum pandemi," terang Abbas.
Kasus Korupsi
Sementara itu, Abbas juga menjelaskan bahwa dalam 2 tahun terakhir persepsi atas korupsi cenderung memburuk.
"Dari April 2019 ke September 2021, yang menilai korupsi di negara kita semakin banyak jumlahnya naik dari 47,6 persen menjadi 49,1 persen, sebaliknya yang menilai korupsi semakin sedikit menurun dari 24,5 persen menjadi 17,1 persen," terang Abbas.
Adapun survei digelar pada 15 - 21 September 2021 melalui tatap muka atau wawancara langsung. Sampel sebanyak 1220 responden dipilih secara acak (multistage random sampling) dari seluruh populasi Indonesia yang berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah.
Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 981 atau 80 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar kurang lebih 3,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Advertisement