Rilis Platform Kripto Novi, Parlemen AS Sebut Facebook Tak Bisa Dipercaya

Facebook merilis layanan kripto bernama Novi. Baru sehari diluncurkan, sekelompok anggota parlemen AS memaksa perusahaan untuk penghentikan proyek ini.

oleh Iskandar diperbarui 20 Okt 2021, 14:00 WIB
Layanan kripto Novi. Dok: Facebook

Liputan6.com, Jakarta - Facebook merilis layanan kripto bernama Novi. Baru sehari diluncurkan, sekelompok anggota parlemen AS menyebut Facebook tidak dapat dipercaya untuk mengelola cryptocurrency dan mendesak platform media sosial itu untuk segera menghentikan proyek tersebut.

Senator dari Partai Demokrat: Brian Schatz, Sherrod Brown, Richard Blumenthal, Elizabeth Warren, dan Tina Smith menentang upaya Facebook untuk meluncurkan cryptocurrency dan dompet digital.

"Facebook sekali lagi terlalu agresif dalam meluncurkan mata uang digital dan telah memperkenalkan jaringan infrastruktur pembayaran, meskipun rencana ini tidak sesuai dengan lanskap peraturan keuangan yang sebenarnya," tulis para senator dalam sebuah surat kepada Kepala Eksekutif Facebook, Mark Zuckerberg.

"Facebook tidak dapat dipercaya untuk mengelola sistem pembayaran atau mata uang digital ketika kemampuannya yang ada untuk mengelola risiko dan menjaga keamanan konsumen terbukti sepenuhnya tidak mencukupi," sambung para senator sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (20/10/2021).

Isi surat itu menunjukkan bahwa dompet kripto Facebook akan selalu diawasi oleh anggota parlemen dan regulator, yang sebelumnya menyoroti antimonopoli dan kekhawatiran lainnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tanggapan Jubir Novi

Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple. Kredit: WorldSpectrum via Pixabay

Seorang juru bicara Novi mengatakan, "Kami berencana akan menanggapi surat dari komite."

Sebagai informasi, Facebook meluncurkan proyek cryptocurrency pada Juni 2019, sebagai bagian dari upaya untuk memperluas e-commerce dan pembayaran global.

Tetapi proyek tersebut segera mendapat tentangan sengit dari pembuat kebijakan secara global, yang khawatir hal itu dapat mengikis kendali mereka atas sistem uang, memungkinkan kejahatan, dan membahayakan privasi pengguna.

Pada Desember 2020, proyek ini diganti namanya dalam upaya untuk mendapatkan persetujuan peraturan, di mana cakupannya diperkecil ke koin digital yang akan 'ramah' terhadap dolar.


Facebook Tepis Laporan yang Sebut AI-nya Berdampak Minim Atasi Hate Speech

Bos besar Facebook, Mark Zuckerberg alami kerugian besar usia tiga aplikasinya down hingga 6 jam. (pexels/anton).

Facebook merespon laporan berita yang menyebut program kecerdasan buatannya cuma berdampak minim dalam mengatasi konten kekerasan di platform.

Sebelumnya, The Wall Street Journal mengutip laporan internal pada 2019. Laporan tersebut menyebutkan, para engineer di Facebook memperkirakan algoritmanya menghapus konten bermasalah yang melanggar aturan dalam jumlah sangat kecil.

"Masalahnya adalah kami tidak dan mungkin tidak akan pernah memiliki model yang menangkap sebagian besar kerusakan integritas terutama pada area yang sensitif," tulis seorang engineer senior dan research scientist Facebook pada catatan pertengahan 2019.

Mengutip Cnet, Selasa (19/10/2021), Facebook selama beberapa waktu belakangan berada di bawah pengawasan lebih ketat untuk melakukan moderasi konten yang lebih baik. Tekanan ini diserukan terutama setelah kerusuhan 6 Januari lalu di Capitol Hill.

Dikatakan, kerusuhan tersebut terjadi karena adanya hate speech yang menyebar di dunia maya dan berimbas ke dunia nyata.

Kendati demikian, Facebook berpendapat, prevalensi konten hate speech di platform mereka turun hampir 50 persen dalam tiga kuartal terakhir.

Menurut perusahaan, konten kekerasan hanya sekitar 0.05 persen dari keseluruhan konten di Facebook. Jumlah ini setara 5 konten dari tiap 10.000 konten.


Bantahan Facebook

CEO Facebook Mark Zuckerberg (AP Photo/Jacquelyn Martin)

"Ini tidak benar. Data yang diambil dari dokumen bocor yang digunakan untuk membuat narasi bahwa teknologi yang kami pakai untuk memerangi hate speech tidak memadahi, bahwa kami sengaja salah menggambarkan kemajuan kami," tulis Wakil Presiden Integritas Facebook Guy Rosen dalam sebuah unggahan blog.

Lebih lanjut, Rosen mengatakan, internal Facebook tidak ingin melihat adanya konten hate speech di platformnya.

"Kami tidak mau melihat hate speech di platform kami, baik pengguna atau pengiklan dan kami transparan tentang upaya kami dalam menghapusnya (konten hate speech)," kata Rosen.


Kesaksian Mantan Karyawan Facebook

(ilustrasi/guim.co.uk)

Sepanjang dua minggu terakhir, Facebook mendapat perhatian besar, setelah seorang mantan manajer Facebook, Frances Haugen, mengungkapkan ribuan dokumen dan komunikasi internal yang menunjukkan Facebook menyadari bahaya produknya, namun mengecilkan efek ini secara publik.

Anggota parlemen pun menanggapi dengan meminta pertanggungjawaban pada Facebook.

Haugen juga muncul di hadapan subkomite Senat AS awal bulan ini. Ia menuding, produk Facebook telah merugikan anak-anak, memicu perpecahan dan melemahkan demokrasi.

CEO Facebook Mark Zuckerberg pun mengkritik pernyataan Haugen. Ia menyebut, apa yang dikatakan Haugen menyajikan 'gambaran palsu' dari Facebook.


Infografis Google dan Facebook

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya