Liputan6.com, Manila - Total kasus COVID-19 di seluruh dunia mencapai 241,5 juta dan 4,91 juta kematian per Rabu (20/10/2021). Berdasarkan data Johns Hopkins University, Amerika Serikat masih mencatat total kasus virus corona tertinggi, yakni 45,1 juta kasus.
Pada 28 hari terakhir, total kasus COVID-19 di dunia genap 12 juta kasus, sementara pasien meninggal ada 204 ribu pasien.
Baca Juga
Advertisement
Sebanyak 6,6 miliar dosis vaksin COVID-19 telah disalurkan sejauh ini. Kasus COVID-19 di dunia juga mulai melandai seperti Februari dan Juni lalu.
Namun, negara-negara Asia Tenggara mencatat kasus baru yang tinggi. Kasus terparah saat ini berada di Filipina dengan total 341 ribu kasus dalam 28 hari terakhir. Totalnya, ada 2,7 juta kasus di negara tersebut.
Kasus harian di negeri jiran Malaysia sudah menurun ke level lima ribu kasus.
Sementara, kasus harian virus corona di Jepang juga terus menurun hingga ke level di bawah seribu kasus. Saat ini, pemerintah Jepang telah melonggarkan aturan social distancing.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Peneliti BRIN Minta Masyarakat Tetap Gunakan Masker
Sebelumnya dilaporkan, peneliti Lingkungan Atmosfer Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRSTA-BRIN) Sumaryati meminta agar masyarakat tetap menggunakan masker meski ini dilaporkan kasus paparan pandemi menurun.
Menurut Sumaryati penggunaan masker dengan ketat masih diperlukan, mengingat virus Corona berpotensi menjadi bioaerosol di atmosfer.
"Ketika itu keluar dari tubuh pasien akan berupa droplet kalau butirannya besar, atau menjadi aerosol kalau butirannya kecil kurang dari lima mikron, itu kita nyebutnya aerosol. Karena aerosol itu sifatnya jadi mengikuti sifat aerosol di atmosfer, ya akan tersebar lebih jauh mengikuti arah angin. Namun juga akan mengendap ke permukaan," ujar Sumaryati dicuplik dari kanal You Tube PRTA LAPAN, Bandung, Selasa, 12 Oktober 2021.
Sumaryati mengatakan COVID-19 yang menjadi aerosol itu akan dipaparkan melalui hembusan angin.
Namun, Sumaryati menerangkan paparan COVID-19 melalui aerosol di udara ini relatif lebih kecil dampaknya dibandingkan dengan paparan antarmanusia.
"Makanya kebijakan lockdown, kebijakan PSBB, sekarang kita PPKM lebih efektif. Meskipun kita tidak menafikan, tidak melalaikan juga faktor aerosol atau kita kenal bioaerosol atau COVID-19 aerosol yang menyebar di udara," kata Sumaryati.
Advertisement