Epidemiolog: Gelombang ke-3 Tidak Akan Datang di Waktu Dekat

Beberapa ahli memprediksi gelombang ke-3 COVID-19 dapat terjadi pada akhir Desember 2021. Namun, epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono tidak memprediksi demikian.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 21 Okt 2021, 15:00 WIB
Pejalan kaki melintas di depan pertokoan yang tutp saat PPKM Level 4 di Jakarta, Minggu (1/8/2021). Sebelumnya bisa mencapai angka 350 - 400 kematian per hari. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Beberapa ahli memprediksi gelombang ke-3 COVID-19 dapat terjadi pada akhir Desember 2021. Namun, epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono tidak memprediksi demikian.

“Saya tidak pernah memprediksi ada gelombang ke-3, jadi bingung juga disuruh menghadang gelombang ke-3. Ada mungkin kenaikan kasus, tapi tidak gelombang yang sangat tinggi kaya Juli,” kata Pandu dalam seminar daring Antara, Kamis (21/10/2021).

Ia optimis, gelombang ke-3 tidak akan terjadi di waktu dekat kecuali ada “sesuatu” yang benar-benar terjadi walau hingga kini belum ada tanda-tandanya.

Sejauh ini, kasus menurun di mana-mana, baik di Jawa-Bali maupun luar Jawa-Bali, lanjutnya. Selain kasus positif, angka kematian juga ikut menurun.

“Ini membuktikan bahwa kalau kita mengendalikan pandemi dengan serius kita bisa mengurangi beban akibat pandemi dalam waktu singkat.”


Gelombang Tahun Lalu

Pandu juga membahas terkait gelombang COVID-19 yang terjadi tahun lalu. Menurutnya, hal yang paling berpengaruh terhadap gelombang COVID-19 adalah mobilitas penduduk.

“Mobilitas penduduk itu dipengaruhi liburan panjang, cuti bersama, jadi tahun lalu kita mengalami pandemi tuh akibat kebijakan cuti akhir tahun disertai kegiatan massif pilkada.”

Sejak awal, banyak hal yang bisa dicegah, tapi tidak dilakukan secara nasional, sambung Pandu. Hal ini menyebabkan penanganan kasus yang membutuhkan waktu lama.

“Akhirnya pengetatan massif dilakukan pada Juli lalu, kalau tidak akan lebih banyak kematian. Makanya kasus Juli ini makin cepat penurunannya dan akhirnya kita bisa menikmati kasus yang sangat rendah seperti sekarang.”


44 Persen Punya Antibodi

Selain pengetatan yang massif, alasan lain kasus Juli menurun dengan cepat adalah terbentuknya antibodi di banyak penduduk.

“Hasil survei pada Maret menunjukkan 44 persen penduduk Indonesia sudah punya antibodi. Sebagian besar antibodi ini karena terinfeksi karena pada Maret itu vaksinasi belum banyak, hanya pada nakes dan pejabat publik.”

Survei tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang memiliki antibodi lebih tinggi ketimbang laki-laki. Hal ini kemungkinan karena perempuan lebih banyak melakukan aktivitas seperti belanja ke pasar dan sebagainya, pungkas Pandu.

 


Infografis 4 Tips Aman Hindari COVID-19 Saat Harus Mengantre

Infografis 4 Tips Aman Hindari Covid-19 Saat Harus Mengantre. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya