Tarif Cukai Diyakini Mampu Tekan Produksi Rokok Ilegal

Di samping itu, jika melihat dari grafik produksi beberapa tahun terakhir, pada tahun 2019 memang terjadi kenaikan dari tahun sebelumnya. Dari yang awalnya 332 miliar batang menjadi 356,5 miliar batang.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Okt 2021, 19:19 WIB
Barang bukti hasil penindakan barang kena cukai di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019). Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan merilis hasil tindakan produk-produk ilegal, di antaranya rokok elektrik, rokok, hingga minuman keras . (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Tarif cukai disebut masih sangat efektif untuk menekan produksi rokok ilegal dan konsumsi tembakau. Penilaian ini mengacu pada data soal cukai rokok.

Hal tersebut dikatakan Analis Kebijakan Ahli Muda Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Sarno dalam satu webinar di Jakarta, Kamis (21/10/2021).

“Yang kami sampaikan di data ini adalah berdasarkan dokumen, ini adalah data pemesanan bea cukai yang masuk ke temen-temen bea cukai yang memang rokok ilegal. Artinya dengan kenaikan tarif cukai, itu efektif untuk menekan produksi rokok yang ilegal di masyarakat,” ujarnya.

Di samping itu, jika melihat dari grafik produksi beberapa tahun terakhir, pada 2019 memang terjadi kenaikan dari tahun sebelumnya. Dari yang awalnya 332 miliar batang menjadi 356,5 miliar batang.

Sarno mengatakan, “Itu dikarenakan tidak ada kenaikan tarif sama sekali. Naiknya cukup drastis. Jadi kesimpulannya, tarif cukai memang sangat efektif untuk menekan produksi dan konsumsi tembakau.”

Sementara itu, menurut teori mungkin ada hubungan antara kenaikan tarif cukai dengan rokok ilegal. “Artinya semakin tinggi targetnya, itu bisa menjadi insentif,” katanya.

Di sisi lain, dalam berbagai kesempatan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyetujui bahwa rokok sesuai dengan anggaran cukai harus dikendalikan konsumsinya.

 


Aspek Pertimbangan

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Akan tetapi Sarno menegaskan, dalam perumusan kebijakannya, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan.

Pertimbangan tersebut seperti masalah tenaga kerja hingga rokok ilegal. “Nah ini penting perlu kita perhatikan aspeknya,” katanya.

Jika berbicara mengenai penerimaan, Sarno mengatakan cukai rokok ini termasuk yang menjanjikan.

Sebab selama ini jika dilihat memang dari sekian target perpajakan, cukai ini termasuk salah satu target penerimaan yang menjanjikan. Dalam artian, dari tahun dulu sampai sekarang hampir tidak pernah meleset dari target.

Melihat dari kenyataannya, kenaikan tarif paling tinggi pernah terjadi pada saat tahun 2020 dengan kenaikan hingga 23 persen.

 

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya