LBH Banda Aceh Sebut Ada Upaya Intimidasi Korban Percobaan Rudapaksa Saat Melapor ke Polisi

LBH Banda Aceh mengambil langkah tegas terkait insiden korban percobaan pemerkosaan yang diduga ditolak laporannya oleh polresta dan polda di Aceh.

oleh Rino Abonita diperbarui 22 Okt 2021, 13:00 WIB
Kepala Operasional LBH Banda Aceh, M. Qudrat Husni Putra (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - LBH Banda Aceh memutuskan untuk mengirimkan surat kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI berkaitan dengan insiden korban percobaan perkosaan yang diduga ditolak laporannya oleh polresta dan polda di Aceh beberapa waktu lalu. Dua surat tersebut dikirim via pos, Kamis (21/10/2021). 

Kedua surat dikirim masing-masing dengan nomor 205/SK/LBH-BNA/X/2021 dan 206/SK/LBH-BNA/X/2021. Kepala Operasional lembaga nonpemerintah itu, M Qudra Husni Putra, menjelaskan bahwa surat kepada LPSK dikirimkan dengan alasan bahwa korban saat ini semakin tertekan sejak didatangi oleh petugas dari polda ke rumahnya. 

"Polisi sempat ke rumah, untuk memeriksa handphone korban, dan membuat korban merasa tidak nyaman. Korban yang masih trauma dengan kejadian yang menimpanya kini semakin tertekan," terang Qudrat, kepada Liputan6.com, Kamis malam.

Sementara itu, isi surat yang ditujukan kepada Kompolnas berisi laporan sejumlah pelanggaran yang dituding telah dilakukan oleh petugas kepolisian di wilayah hukum tingkat polresta dan polda di Aceh. Qudrat berharap pihak Kompolnas menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran tersebut.  

Pelanggaran yang dimaksud, antara lain, sikap petugas di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SKKT) Polresta Banda Aceh yang sama sekali tidak berperspektif korban, malah terkesan menyudutkan korban. Tindakan petugas tersebut malah membuat korban merasa disudutkan, sementara di satu sisi, ia masih mengalami trauma atas kejadian yang baru saja menimpanya. 

Menurut Qudrat, petugas saat itu mempertanyakan valid tidaknya keterangan korban. Pada saat kejadian, korban hendak dirudapaksa oleh seseorang yang tiba-tiba menyeruduk masuk ke dalam rumahnya setelah ia membuka pintu belakang karena pada saat itu ada seseorang yang mengetuk.

Korban selamat karena berupaya melawan, sementara di saat yang sama, ibu korban sudah tiba di depan rumah sehingga pelaku langsung kabur. Oleh petugas, keterangan korban malah diragukan.

"Petugas SPKT itu mengatakan gini, 'mana bisa kamu mengatakan itu percobaan pemerkosaan. Memangnya, ada dipegang alat kelaminmu, atau dipegang daerah sensitif, misalnya diremas-remas payudaranya, kalau enggak ada, berarti ini bukan pemerkosaan, ini penganiayaan'," tutur Qudrat.

Selain meragukan keterangan korban, pada akhirnya laporan korban juga tidak diterima dengan dalih bahwa korban belum divaksinasi yang dibuktikan dengan tidak adanya sertifikat vaksinasi kendati sudah menjelaskan bahwa dirinya telah dinyatakan komorbid (memiliki penyakit bawaan) oleh dokter, 2 tahun yang lalu. 

Simak video pilihan berikut ini:


Korban Punya Hak Absolut

Ilustrasi pelecehan / kekerasan seksual. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Qudrat dengan tegas mengatakan bahwa telah ada instrumen hak asasi manusia yang menyatakan bahwa korban memiliki hak sebagai subjek hukum, yang merupakan jenis hak dan kebebasan dasar dengan klasifikasi hak absolut (tidak boleh dikurangi, walaupun dalam 'keadaan darurat'), yang bisa ditemukan dalam Konvenan Internasional Sipil dan Politik, ICCPR (International dalam Convenan on Civil and Political Rights). Ia turut menyinggung pasal 27 ayat 1 UUD 1945 tentang persamaan kedudukan semua warga negara terhadap hukum dan pemerintahan. 

Dengan begitu, sekalipun pandemi masuk dalam keadaan "darurat", ia tidak bisa mengurangi terlebih menghilangkan hak tersebut. Laporan yang ditujukan kepada Kompolnas juga termasuk sikap petugas di Polda Aceh yang tidak mau memberikan Surat Tanda Bukti Lapor (STBL) kepada korban yang saat itu datang bersama pendamping hukumnya dari LBH Banda Aceh.

Polda Aceh melalui Kabid Humas Kombes Pol Winardy sebenarnya melakukan komunikasi interaktif dengan pihak LBH Banda Aceh yang difasilitasi oleh sebuah media terkait STBL tersebut, Rabu malam. Akan tetapi, sampai saat ini, Kamis malam, STBL tersebut belum diterima oleh LBH Banda Aceh selaku kuasa hukum korban.

"Kita harap, dengan adanya surat yang kita kirim ke LPSK dan Kompolnas, maka tidak ada lagi yang namanya laporan ditolak hanya karena pelapor tidak memiliki sertifikat vaksinasi," pungkas Qudrat.

Sebelumnya diberitakan bahwa seorang gadis (19) di Aceh Besar diduga telah menjadi korban percobaan rudapaksa oleh orang yang tidak dikenal (OTK) pada Minggu sore (17/10/2021) di rumahnya. LBH Banda Aceh, membeberkan bagaimana reaksi kepolisian dalam menanggapi laporan korban yang masih berstatus mahasiswi itu, yang kemudian diklaim oleh lembaga nonpemerintah itu sebagai tindakan merintangi korban dalam mengakses keadilan, yang bahkan dialaminya di wilayah hukum kepolisian tingkat polres dan polda.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy, mengklaim bahwa pihaknya tidak pernah menolak laporan dari korban yang pada saat itu mendatangi polresta dan polda bersama keluarga dan pendamping hukumnya, Senin (20/10/2021). Kata "diarahkan" disebutnya telah dipelintir jadi "penolakan". 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya