Liputan6.com, Jakarta - Smes menukik Jonatan Christie begitu keras. Kok hasil pukulannya mengarah ke pojok kanan pertahanan Li Shifeng. Sambil meregangkan kaki, pebulutangkis China itu coba menahan. Apa daya, kok tepokannya gagal melewati net. Jonatan pun langsung meluapkan emosinya dan penantian 19 tahun Indonesia untuk kembali juara Piala Thomas pun berakhir.
Seluruh atlet dan ofisial Tim Piala Thomas Indonesia berlari masuk ke lapangan, bersuka-cita merayakan kemenangan. Sebelum kemenangan Jonatan, Indonesia sudah unggul atas China lewat Anthony Sinisuka Ginting dan ganda putra Fajar Alfian/Rian Ardianto.
Baca Juga
Advertisement
Piala Thomas pulang ke rumah setelah Indonesia mengalahkan China 3-0 dalam laga final di Aarhus, Denmark 17 Oktober 2021. Itu menjadi momen bersejarah bagi Tim Piala Thomas Indonesia, setelah terakhir kali menjuara di ajang yang sama pada 2002.
Sayang, momen itu ternoda. Bendera Merah Putih tidak bisa dikibarkan dalam upacara penyerahan trofi. Gantinya, panitia mengibarkan bendera Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) sebagai representasi Tim Thomas Indonesia.
Ini pertama kalinya dalam sejarah Piala Thomas, bendera tim juara tidak berkibar di podium tertinggi.
Indonesia terkena sanksi dari WADA (Badan Antidoping Dunia), karena gagal memenuhi target jumlah tes doping tahunan. Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) merupakan pelaksana program antidoping di Indonesia, di mana mereka berada di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Tugas LADI salah satunya memastikan Indonesia memenuhi semua regulasi anti-doping dunia.
WADA menjatuhkan beberapa sanksi untuk Indonesia, karena LADI gagal memenuhi target jumlah tes doping. Selain sanksi larangan mengibarkan bendera Merah Putih di ajang olahraga yang melibatkan WADA, kecuali Olimpiade dan Paralimpiade, hukuman lainnya adalah larangan menjadi tuan rumah kejuaraan olahraga tingkat regional, kontinental, dan internasional.
Tamparan Keras
Sanksi dari WADA berlangsung selama setahun. Ini jelas menjadi tamparan keras. Bayangkan, menjadi juara suatu cabang olahraga dan mengharumkan nama bangsa, tapi tak bisa dengan bangga melihat Merah Putih berkibar.
Kritik dan kecaman membanjiri Kemenpora dan LADI. Menpora Zainudin Amali tak luput dari sasaran kekesalan netizen tanah air yang geram akibat sanksi dari WADA ini.
WADA sendiri sebelumnya mengirim formal notice pada 15 September 2021 mengenai status Indonesia yang non-compliance. Formal notice itu sebagai kesempatan dari WADA kepada LADI untuk memberikan klarifikasi atau bantahan dalam kurun waktu 21 hari soal status tersebut.
Namun, hingga batas waktu 21 hari itu, tidak ada klarifikasi atau bantahan dari LADI, sehingga WADA akhirnya menetapkan status non-compliance untuk Indonesia pada 7 Oktober 2021. Menpora Zainudin Amali beralasan, perubahan struktur kepengurusan LADI menjadi salah satu penyebab Indonesia telat memberikan klarifikasi.
Peran LADI dan Kesedihan Atlet
Menpora mengaku baru tahu ada kasus ini pada 8 Oktober 2021. Ketika WADA menjatuhkan hukuman, Indonesia baru mencapai 72 sampel tes doping. LADI mengklaim bakal mengirim ratusan sampel tes doping susulan dari hasil uji doping atlet-atlet yang berlaga di PON 2021 Papua.
"Kita baru saja ada restrukturisasi (LADI), sehingga LADI tidak cepat merespons. Saya juga tahunya baru tadi. Mudah-mudahan bisa teratasi, kita benahi semuanya urusan manajemen LADI," Zainudin Amali menerangkan, Senin (18/10/2021).
"Atas kejadian itu saya juga mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Kita akan serius menangani ini. Pihak yang nantinya terindikasi menjadi penyebab kejadian ini, tentu juga harus mempertangungjawabkannya. Ini menjadi pekerjaan Pak Okto (Raja Sapta Oktohari, NOC Indonesia) menginvestigasi dan juga mengakselerasi," ucapnya.
Ketika ada ancaman sanksi dari WADA, sebelumnya Menpora hanya berujar bahwa tes doping plan bukan soal yang serius-serius amat. Politikus Partai Golkar ini juga sempat merasa optimistis bahwa urusan dengan WADA hanya masalah komunikasi dan akan selesai setelah dijelaskan oleh pihaknya.
Padahal, dalam urusan anti-doping, Test Doping Plan (TDP) sangat penting, karena pada saat perencanaan atau perumusan, terdapat kategori dan formula yang sudah diatur WADA dan harus dipenuhi. Hal itu agar tes yang dilakukan nanti sudah mencakup keseluruhan olahraga, termasuk dalam hal ini khususnya olahraga yang memang peraihan medali emasnya tinggi, olahraga yang capaian prestasinya tinggi, dan olahraga yang pernah terkena kasus doping.
"Nah, dianggap kalau kita tidak bisa memenuhi formula tersebut, tidak mencakup keseluruhan atau testing atau sampel randomization dari testing tersebut, sehingga tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya dari kepatutan anti-doping di Indonesia," beber Wakil Ketua LADI, Rheza Maulana kepada Liputan6.com.
Tapi, Rheza berkilah, masalah di awal usai munculnya ancaman sanksi dari WADA, hanya mengenai testing tahun 2021, rencana testing 2022, dan testing saat PON Papua. Namun, ternyata LADI mendapati adanya permasalahan yang tertunda lainnya yakni masalah administrasi yang belum selesai dari 2017.
Dia juga mengakui terdapat miskomunikasi internal dan eksternal dalam masalah ini. Rheza beralasan, hal itu terjadi karena begitu signifikannya dinamika organisasi LADI, di mana telah tiga kali berganti kepengurusan dalam setengah tahun.
"Bayangkan 5 tahun lalu dan sampai sekarang menjadi permasalahan salah satu pending matters yang menjadikan Indonesia terkena banned," kata Rheza.
Sedih dan Kecewa
Setidaknya ada enam event atau ajang olahraga internasional yang dijadwalkan berlangsung di Indonesia dalam satu tahun ke depan, setelah WADA mengeluarkan sanksi. Enam event itu antara lain, Badminton Indonesia Masters, Indonesia Open, BWF World Tour Finals, balap motor World Superbike, Kejuaraan Basket Asia, dan Piala Asia Sepak Bola Putri U-17.
Lifter putri nasional, Windy Cantika Aisyah, mengaku sedih dan kecewa dengan kenyataan bahwa tidak ada Merah Putih ketika atlet Indonesia memenangi kejuaraan olahraga. Dia yakin setiap atlet yang berjuang di event olahraga dunia, tujuannya pasti ingin melihat bendera Merah Putih berkibar.
"Kita (atlet) berjuang, sakit-sakitan, cedera, buat apa kalau bukan buat Merah Putih. Cuma ini kan, enggak tahu kesalahannya dari siapa, jadi ya kita harus jalani," ucap Windy saat ditemui Liputan6.com.
Peraih medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020 ini mengaku akan terus fokus pada latihan dan pertandingan, supaya bisa tetap bisa memberi yang terbaik untuk Indonesia. "Kan Indonesia-nya tetap ada. Kita bela negaranya harus tetap, meskipun benderanya tidak bisa dinaikkan. Tetap saja kita harus semangat buat Merah Putih," dia menambahkan.
Kalau sudah begini, atlet-atlet Indonesia juga yang dirugikan. Siapa yang pantas ditunjuk hidungnya untuk bertanggung jawab atas sanksi ini? Benarkah ini akibat administrasi dan komunikasi yang buruk, serta sikap menggampangkan masalah? Kenapa pula urusan doping begitu krusial?
Advertisement
Kasus Doping Indonesia
Mantan atlet renang nasional, Indra Gunawan, menjadi salah satu sosok kontroversial yang pernah tersandung kasus doping pada 2013. Ketika itu, Indra kena skorsing 18 bulan.
Berawal saat mengikuti Asian Indoor and Martial Arts Games di Incheon, Korea Selatan pada Juli 2013, Indra terbukti menggunakan methylhexaneamine yang terkandung dalam sebuah suplemen.
Ia mengaku tidak tahu di dalam suplemen itu ada kandungan methylhexaneamine yang dilarang. "Ya namanya suplemen itu kadang ditulis kandungannya A sampai C, tapi tahu-tahu di dalam masih ada ingredient D," cerita Indra kepada Liputan6.com.
Indra mengonsumsi suplemen tersebut setelah mendapat rekomendasi dari Timnas Renang. "Namanya tim nasional, ya saya percaya saja. Katanya suplemennya aman, tak ada apa-apa. Direkomendasiin coba ini. Saya coba, enggak tahunya kena saya."
Indra kemudian dikenai hukuman oleh LADI berupa larangan mengikuti kejuaraan renang selama tiga bulan. Namun, akibat salah paham, hukuman dari LADI ternyata tidak dilaporkan ke Federasi Renang Internasional (FINA). Akibatnya Indra mendapat perpanjangan hukuman skorsing 18 bulan hingga dua tahun.
Oleh Court of Arbitration of Sport (CAS), Indra mendapatkan pengurangan skorsing dari 24 bulan menjadi 18 bulan. Ia terbebas dari skorsing pada Januari 2015.
Indra kemudian bangkit dan menjadi andalan Indonesia di SEA Games 2015 dan 2017. Pria yang kini berdomisili di Bali itu sukses meraih dua medali emas dengan menjadi yang terbaik di nomor 50 meter gaya dada.
The Code, Bukan Hanya Menghukum yang Memakai Doping
Ancaman sanksi doping ada di dalam The Code, termasuk soal kategori doping dan berapa lama hukuman yang diberikan. Namun, Wakil Ketua LADI, Rheza Maulana, menyebut bahwa sebenarnya bukan hanya mengonsumsi doping yang dikatakan doping.
Pada 2021, WADA mengubah keras peraturan anti-doping. Jadi, bukan hanya mengonsumsi doping yang dapat dikatakan doping. Sekarang, atlet yang bisa dikatakan doping kategorinya menjadi lebih banyak antara lain,
1. Adanya doping di sampel urin,
2. Percobaan memakai doping,
3. Menyembunyikan doping, atau juga menolak melakukan testing oleh lembaga berwenang.
4. Tidak memberitahukan lembaga anti-doping berwenang di mana keberadaannya dalam waktu 12 bulan, padahal diminta melakukan tes.
5. Mengganggu prosedur untuk pelaksanaan tugas anti-doping, seperti menghalangi petugas anti-doping menjalankan tugasnya melakukan tes kepada atlet.
Pelanggaran-pelanggaran itu sanksinya berpotensi sama dengan atlet yang memakai doping. Jadi, hukuman kini bukan hanya kepada yang terbukti memakai doping, namun juga kepada atlet yang melakukan pelanggaran-pelanggaran di atas. Selain itu, aturan lain soal doping juga termasuk kepada atlet yang mengedarkan dan memiliki doping.
Kemudian, persekongkolan menutupi kasus doping pun sudah dikatakan sebagai pelanggaran dan ada sanksi tegasnya. "Sangat banyak hal-hal yang sekarang termasuk dalam kategori pelanggaran doping yang sanksinya itu sudah diatur dalam The Code WADA 2021," terangnya.
Terkait kasus yang sering terjadi di olahraga, terdapat beberapa obat doping yang tergolong populer dipakai di kalangan atlet. Berikut ragam jenis doping yang kerap digunakan para atlet:
1. Erythropoietin (EPO)
2. Continuous Erythropoiesis Receptor Activator (CERA)
3. Steroid Anabolik
4. Human Growth Hormon (hGH)
5. Diuretik
6. Insulin
7. Doping Gen
Urusan Doping Bikin Runyam
Masalah doping sangat krusial dan dapat sedemikian runyam dampaknya. Regulasinya begitu ketat dan setiap negara diwajibkan memiliki lembaga anti-doping, sesuai ratifikasi UNESCO di mana Indonesia pun ikut menandatangani pakta tersebut. Lembaga anti-doping dibutuhkan untuk menjamin dan menjaga tiap-tiap olahraga di dunia bermain dengan fairplay, jujur, dan tetap sehat.
Tugas LADI sendiri yaitu melaksanakan testing doping kepada para atlet. Kemudian, mengedukasi dan melakukan sosialisasi mengenai bahaya doping. Lalu, result management serta Therapeutic Use Exemption, di mana atlet-atlet yang menggunakan obat tapi tidak kami kasih sanksi doping karena kondisi medis.
LADI juga mengikuti dan mengimplementasikan The Code, sebutan untuk peraturan dari program anti-doping dunia yang dibuat WADA. "The Code ini bisa berubah secara cepat. Bisa setahun sekali. Bisa enam bulan sekali. Bisa beberapa bulan sekali. Itulah yang harus kita ikuti perkembangannya," ucap Wakil Ketua LADI, Rheza Maulana.
Dia menjelaskan, apabila negara yang atletnya ketahuan menggunakan doping, secara otomatis bisa mengganggu benchmark sebuah negara di ajang olahraga dunia, karena dianggap tidak jujur. LADI sejak 2006 berada di bawah Kemenpora dan sudah dipayungi dasar hukum oleh pemerintah dalam Undang Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional pasal 85 yakni,
1. Doping dilarang dalam semua kegiatan olahraga
2. Setiap induk organisasi olahraga wajib membuat peraturan doping dan disertai sanksi
3. Pengawasan doping sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini LADI.
Pria yang berprofesi sebagai dokter ini mengatakan, secara regulasi dunia anti-doping di Indonesia sangat didukung oleh pemerintah. Menurut Reza, sekarang tinggal ditemukan saja apa kira-kira bentuk yang pas untuk LADI. Sementara untuk tes anti-doping sendiri Indonesia masih menggunakan laboratorium di luar negeri.
Laboratoriumnya pun tidak sembarangan dan harus yang telah memperoleh sertifikasi dan ditunjuk WADA sebagai laboratorium doping. Sampel-sampel darah dan urin atlet-atlet tanah air sendiri dikirim ke laboratorium di Qatar untuk diuji. LADI sendiri masih memiliki utang yang belum lunas sejak 2017 pada sebuah laboratorium di Qatar sebesar US$21 ribu atau sekitar Rp301 juta.
Di Indonesia, Rheza mengungkapkan, tren kasus doping di Indonesia cukup meningkat. Dia mengambil contoh dari pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) pada edisi-edisi sebelumnya di mana sudah cukup mengkhawatirkan.
Pada PON 2008 di Kalimantan Timur, diketahui terdapat lima atlet yang terkena kasus doping. Lalu di PON 2012 Riau ada delapan atlet yang terbukti memakai doping, kemudian di PON 2016 Jawa Barat terdapat 14 atlet yang terkena doping. Sementara angka kasus doping di PON 2021 Papua masih belum diketahui.
"Jadi makin naik trennya. Itulah pentingnya tugas kami salah satunya sosialisasi dan edukasi untuk atlet-atlet tersebut mendapatkan pemahaman yang sevisi dan semisi tentang bahaya memakai doping," tutur Rheza.
Advertisement
Edukasi Doping
Mantan perenang nasional, Indra Gunawan, mengatakan, perlu ada edukasi soal doping di Indonesia. Sebab, banyak atlet yang kurang memahami jenis-jenis doping atau zat-zat yang dilarang di dunia olahraga saat ini.
"Edukasinya kurang. Kayak di Timnas, kita minta vitamin. Ekspektasinya akan dikasih vitamin yang bagus, kandungan vitaminnya lebih besar. Tapi nyatanya dikasih vitamin-vitamin yang di warung."
Ia berharap ke depannya, pihak Kemenpora dan LADI bisa lebih aktif dalam memberi edukasi agar tidak hanya atlet, tapi juga khalayak luas bisa mengerti soal doping dalam olahraga.
"Jangan pas sudah ada masalah, sudah ada kasus, baru keberatan orang-orangnya. Banyak atlet yang kurang paham. Bahkan untuk sekelas protein saja, masih banyak yang kurang mengerti," ucap pria asal Sumatera Utara tersebut.
Sementara lifter putri nasional, Windy Cantika Aisah, mengaku sangat berhati-hati ketika berada di tempat bertanding. Bahkan, sampai air minum pun terus dibawa, demi berjaga-jaga agar tidak terjadi hal tidak diinginkan, seperti air minum yang dimasukkan zat doping oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Air minum itu dimasukkan saku oleh pelatih atau dijaga sama kita. Tidak boleh bergelatakan sembarangan. Kalau kita merasa sudah menyimpan air sendiri tanpa dijaga, ya kita buka lagi yang baru," ungkap Windy.
Lifter kelahiran Bandung 19 tahun silam ini juga berbagi cara agar tetap bersih dari doping. Sebab, ia mengatakan, tidak jarang ada obat-obat ringan terdapat kandungan doping di dalamnya sehingga atlet tidak boleh sembarangan minum.
Windy menambahkan, sejumlah obat untuk flu ringan atau sakit kepala apabila dikonsumsi beberapa hari sebelum bertanding, itu bisa membuat atlet dianggap memakai doping. Demikian pula obat-obat yang digunakan ketika atlet dalam pemulihan cedera, di mana terdapat juga kandungan doping sehingga mesti berhati-hati.
"Kalau misalnya kita sakit, langsung lapor ke pelatih dan konsultasi ke dokter, agar dicarikan jalan keluarnya untuk memakai obat tertentu yang tidak mengandung doping," pungkasnya.
INFOGRAFIS
Advertisement