Liputan6.com, Cilacap - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap menyatakan ratusan desa di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah rawan bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor.
Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana BPBD Cilacap, Gatot Arif Widodo mengatakan, sebanyak 48 persen dari 284 desa dan kelurahan di Cilacap rawan bencana alam.
“Hasil pemetaan, secara geografis, kita ini punya lumayan banyak (wilayah rawan bencana), dari 284 desa dan kelurahan di 24 kecamatan, yang potensi bencana itu ada di 48,6 persen wilayah,” katanya, Rabu (21/10/2021).
Menurut dia, secara geografis, geologis dan demografi maupun hidrologis, Cilacap sangat rentan bencana alam. Hampir seluruh jenis bencana yang ada di Indonesia terdapat pula di Kabupaten Cilacap.
Baca Juga
Advertisement
Hal ini juga dipengaruhi oleh geografis wilayah Cilacap, mulai dari dataran rendah yang terpengaruh pasang surut air laut, hingga pegunungan di sisi tengah dan utara.
Arif merinci, sebanyak 131 desa di 12 kecamatan rawan banjir. Lantas, sebanyak 94 desa di 12 kecamatan rawan bencana longsor, 73 desa di 19 kecamatan rawan kekeringan, dan 55 desa di 10 desa rawan tsunami. Munculnya La Nina meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi di kawasan rawan tersebut.
“Tetapi, kita juga harus memilah. Yang banjir itu ada 131 itu ada di wilayah Kroya, Sidareja dan Cilacap, plus Majenang, sedikit,” jelasnya.
Sebelumnya, BMKG mengeluarkan peringatan dini potensi cuaca ekstrem yang bisa memicu bencana hidrometeorologi. Hal ini direspons BPBD Cilacap dengan memperkuat mitigasi bencana agar kerugian atau dampak bencana bisa ditekan seminimal mungkin.
Curah hujan diperkirakan akan meningkat sebanyak 70 persen di Jawa Tengah bagian selatan, termasuk Cilacap. Kondisi ini berpotensi memicu bencana alam di Kabupaten Cilacap, yang merupakan salah satu daerah dengan risiko tertinggi di Indonesia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat
Dia juga mendorong masyarakat untuk melakukan mitigasi bencana secara mandiri, atau mitigasi berbasis masyarakat. Terlebih BMKG telah menginformasikan keberadaan La Nina yang berpotensi memicu cuaca ekstrem, termasuk di Cilacap.
Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana BPBD Cilacap, Gatot Arif Widodo mengatakan langkah ini penting lantaran masyarakat lah yang paling paham kondisi wilayahnya. Karena itu, warga didorong proaktif untuk mencegah bencana atau setidaknya menekan dampak buruk bencana dengan langkah-langkah tertentu.
“Masyarakat sudah diedukasi untuk melakukan mitigasi bencana. Karena masyarakatlah yang paling paham lingkungan di sekitarnya,” katanya, Rabu (20/10).
Dia mencontohkan, di wilayah rawan longsor, warga bisa memantau titik rawan dengan rutin melakukan pemantauan. Jika terjadi retakan, warga harus secepatnya menutup untuk mencegah air masuk dan membuat rekahan semakin besar sehingga berpotensi longsor.
Sementara, di daerah rawan banjir, warga bisa membersihkan sungai dan saluran air, sebelum debit air meningkat pada musim hujan ini. Kelancaran aliran air relatif bisa menekan potensi banjir.
“Mitigasi lingkungan dulu. Pembersihan, ini kan sekarang masih (ada kesempatan,” ucap dia. Gatot juga mengungkapkan, salah satu yang sering dilupakan adalah pemangkasan pohon yang terlalu rimbun di dekat permukiman.
Padahal, pohon jika sudah besar rawan dahan patah dan bahkan roboh. Kerap terjadi pohon menimpa rumah penduduk saat terjadi angin kencang atau puting beliung. Tak hanya satu dua rumah, seringkali bencana angin kencang menyebabkan ratusan pohon tumbang dan merusak puluhan rumah penduduk.
“ (Memotong pohon) Tapi masyarakat eman-eman. Setelah menimpa rumah, mereka baru menyesal, ternyata dampaknya merusak. Itu sering terjadi dan massif. Tidak hanya satu dua kali. Tapi begitu laporan masuk ada angin kencang, banyak korbannya, di beberapa desa dan beberapa kecamatan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Gatot Arif Widodo mengemukakan, lantaran jumlah petugas yang terbatas, warga juga tidak bisa bergantung kepada BPBD atau pihak terkait lainnya untuk melakukan pemantauan di tiapo wilayah.
Masyarakat juga lebih paham dengan karakteristik wilayahnya sehingga mitigasi bisa berjalan efektif. Karena itu, mitigasi berbasis masyarakat akan menjadi solusi pada musim rawan bencana.
Advertisement