Liputan6.com, Jakarta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyampaikan rapor merah pada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Dalam rapor disebutkan penggusuran masih terjadi di Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko mengklaim penggusuran tidak pernah menjadi pilihan utama, melainkan penataan kampung.
"Penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP DKI Jakarta bukan merupakan tindakan penggusuran yang mencederai HAM. Yang dilakukan oleh Satpol PP merupakan penertiban terhadap pelanggaran aturan daerah dalam menjaga ketertiban kota yang dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan. Prosesnya dilakukan melalui dialog antara aparat pemerintah dengan warga," kata Sigit, Jakarta, Minggu (24/10/2021).
Baca Juga
Advertisement
Penertiban oleh Pemprov DKI Jakarta, lanjut dia, hanya dilakukan terhadap pelanggar aturan seperti kegiatan usaha atau sejenisnya yang dapat mengakibatkan bencana di wilayah sekitar, seperti pemukiman yang dapat menghambat saluran air sehingga menyebabkan banjir yang lebih parah.
"Pemprov DKI Jakarta juga sering mengundang LBH Jakarta untuk berdiskusi tentang perencanaan penataan permukiman untuk mengakomodir kebutuhan warga akan hunian. Hal itu dilakukan sesuai peran Pemprov DKI sebagai kolaborator bagi masyarakat dalam upaya pembangunan kota," katanya.
Sigit membeberkan, selama empat tahun kepemimpinan Anies, tiga kampung telah dibangun dan diresmikan, yang pada pemerintahan gubernur sebelumnya sempat ditertibkan yaitu, Kampung Susun Kunir, Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung, dan Kampung Susun Akuarium. Hal ini diwujudkan sebagai komitmen Pemprov DKI Jakarta untuk memastikan warga mendapatkan hunian yang layak sekaligus meningkatkan kualitas kawasan permukiman dan memfasilitasi warga DKI Jakarta memenuhi rasa keadilan dalam bermukim.
"Tapi Pemprov DKI Jakarta meyakini, LBH ingin menghadirkan keadilan, seperti halnya keinginan Pemprov DKI Jakarta dalam kebijakan-kebijakan yang dihadirkan. Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta terbuka untuk berkolaborasi secara substantif. Selain itu, tindakan yang belum sesuai standar yang telah disampaikan LBH Jakarta,akan menjadi catatan ke depannya," pungkasnya.
10 Catatan
Sebelumnya, LBH Jakarta menyerahkan catatan rapor merah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan selama empat tahun pemerintahan. Catatan tersebut terdiri dari 10 laporan.
"LBH Jakarta menyoroti 10 permasalahan yang berangkat dari kondisi faktual warga DKI Jakarta dan refleksi advokasi LBH Jakarta selama empat tahun masa kepemimpinan," kata pengacara LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait dalam keterangan tertulis, Senin (18/10/2021).
Pertama yakni terkait buruknya kualitas udara Jakarta yang melebihi baku mutu udara ambien nasional (BMUAN) yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999.
Menurut Jeanny hal tersebut disebabkan abainya Pemprov DKI untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan.
Kedua yaitu sulitnya akses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi air. Permasalahan utamanya dapat ditemui pada pinggiran-pinggiran kota, wilayah padat penduduk, dan lingkungan tempat tinggal masyarakat tidak mampu.
Lalu, catatan ketiga terkait penanganan banjir yang belum mengakar pada beberapa penyebab banjir. Beberapa tipe banjir Jakarta masih disikapi Pemprov DKI sebagai banjir karena luapan sungai. Lalu beberapa Peraturan Kepala Daerah masih ditemukan potensi penggusuran dengan adanya pengadaan tanah disekitar aliran sungai.
Permasalahan keempat yang disoroti LBH yaitu penataan kampung kota yang belum partisipatif. Salah satu contoh penerapan penataan Kampung Kota dengan menggunakan pendekatan CAP adalah Kampung Akuarium. Namun, dalam penerapannya tidak seutuhnya memberikan kepastian hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga.
Advertisement
Catatan soal Akses Bantuan Hukum hingga Reklamasi
Kelima yakni ketidakseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum. Hal tersebut dapat dilihat dengan kekosongan aturan mengenai bantuan hukum pada level Peraturan Daerah di DKI Jakarta.
Keenam mengenai sulitnya memiliki tempat tinggal di Jakarta. Pada awal masa kepemimpinannya, Anies Baswedan mengeluarkan kebijakan penyelenggaraan rumah uang muka atau DP 0 persen ditargetkan membangun sebanyak 232.214 unit.
Ketujuh, belum ada bentuk intervensi yang signifikan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah lain.
Kedelapan, penanganan pandemi yang masih setengah hati. Sayangnya capaian 3T Pemprov DKI justru masih rendah di masa krisis.
Kesembilan yaitu penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta. Ironisnya, perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM.
Kesepuluh, reklamasi yang masih terus berlanjut. Ketidakkonsistenan mengenai penghentian reklamasi dimulai ketika pada 2018.
Anies menerbitkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut.