Saham IATA Bangkit dari Tidur Usai Pengumuman Jadi Induk Usaha Energi

Saham IATA naik 58 persen ke posisi Rp 79 per saham dalam sepekan

oleh Agustina Melani diperbarui 24 Okt 2021, 13:33 WIB
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk (IATA) seperti kembali bangkit dari tidur setelah pengumuman bakal menjadi induk usaha perusahaan energi.

Mengutip data RTI, Minggu (24/10/2021), saham IATA naik 58 persen ke posisi Rp 79 per saham dalam sepekan. Pada 18-22 Oktober 2021, saham IATA berada di posisi tertinggi Rp 120 dan terendah Rp 50 per saham. Total volume perdagangan 1.787.473.400 saham dengan nilai transaksi Rp 117,5 miliar. Total frekuensi perdagangan 7.294 kali.

Pada pekan ini, saham IATA dua hari berturut-turut alami kenaikan signifikan. Saham IATA naik 34 persen ke posisi Rp 67 pada 18 Oktober 2021. Kemudian berlanjut pada 19 Oktober 2021, saham IATA menguat 34,33 persen ke posisi Rp 90 per saham.

Akan tetapi, penguatan saham IATA hanya sementara. Saham IATA alami koreksi 6,67 persen ke posisi Rp 84 pada 21 Oktober 2021 dan 5,95 persen ke posisi Rp 79 per saham pada 22 Oktober 2021.

Sebelumnya saham IATA stagnan di posisi Rp 50 sejak Januari 2021.  Kabar IATA akan menjadi induk usaha perusahaan energi grup MNC kemungkinan gerakkan saham IATA.

PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk (IATA) telah teken nota kesepahaman untuk akuisisi PT MNC Energi dari PT MNC Investama Tbk (BHIT) sebagai pemegang saham mayoritas. Setelah transaksi, IATA akan menjadi entitas induk untuk seluruh perusahaan batu bara MNC Group.

Dilansir dari keterbukaan informasi Bursa, IATA sedang bersiap untuk mengambil alih tiga perusahaan di bawah MNC Group. Pertama, PT Bhakti Coal Resources. Yakni perusahaan ekplorasi dan produsen tambang batu bara di Sumatera Selatan.

Perusahaan tersebut juga merupakan perusahaan induk dari perusahaan-perusahaan pemilik Izin Usaha Pertambangan. Seperti PT Putra Muba Coal, PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal, PT Indonesia Batu Prima Energi, PT Arthaco Prima Energi, PT Sumatra Resources, PT Energi Inti Bara Pratama, PT Sriwijaya Energi Persada, PT Titan Prawira Sriwijaya, PT Primaraya Energi, dan PT Putra Mandiri Coal.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Minta Restu OJK

Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perusahaan-perusahaan tersebut secara keseluruhan memiliki estimasi sumber daya sebesar 1,75 miliar MT dan estimasi cadangan sebesar 750 juta MT.

Kedua, yakni PT Nuansacipta Coal Investment. Merupakan perusahaan ekplorasi dan produsen tambang batu bara di Kalimantan Timur. Ketiga yakni PT Suma Sarana, perusahaan ekplorasi minyak di wilayah Papua.

"Akuisisi ini akan terjadi setelah hasil uji tuntas dan valuasi terhadap PT MNC Energi selesai dijalankan. Dengan asumsi semua proses due diligence berjalan lancar,” ungkap Head of Investor Relations MNC Group, Natassha Yunita dikutip Jumat, 15 Oktober 2021.

Selanjutnya, IATA akan segera meminta restu OJK, dengan target penyelesaian transaksi pada akhir kuartal I tahun depan. Rencana transaksi tersebut merupakan langkah strategis bagi IATA untuk memanfaatkan momentum yang timbul dari lonjakan harga komoditas batu bara yang berkelanjutan.

“IATA meyakini akuisisi ini tidak hanya akan mendongkrak prospek bisnis, tetapi juga secara signifikan menguatkan nilai perusahaan karena IATA mengubah kepentingan bisnisnya dari sektor transportasi dan infrastruktur ke sektor energi,” ujar dia.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya