Kemlu Jelaskan Indonesia Tak Ada di Daftar 43 Negara Kecam China Terkait Uighur

Meski Indonesia tidak ikut serta dalam salah satu Join Statement (JS) oleh sekelompok negara mengenai isu Xinjiang, pemerintah tetap menyuarakan isu HAM.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 24 Okt 2021, 19:33 WIB
Topeng bendera Turkestan Timur yang dipakai peserta Aksi Save Uighur selama CFD, Jakarta, Minggu (22/12/2019). Aksi digelar sebagai bentuk peduli terhadap muslim Uighur di Xinjiang yang diduga hingga saat ini terus mengalami tindakan kekerasan oleh pemerintah China. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Teuku Faizasyah menjelaskan mengapa Indonesia tidak masuk dalam daftar 43 negara yang mengecam China terkait isu Xinjiang yang turut menyangkut warga muslim etnis Uighur.

Menurut Teuku, hal itu berawal pada Sidang Komite III Majelis Umum PBB ke-76 di New York, 21 Oktober 2021. Saat itu, terdapat penyampaian dua Join Statement (JS) oleh sekelompok negara mengenai isu Xinjiang.

"JS pertama disampaikan Wakil Tetap (Watap) Perancis mewakili 43 negara dan mayoritas negara-negara Eropa dan Amerika Utara. Isinya menyampaikan keprihatinan atas isu Xinjiang," beber Teuku melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Minggu (24/10/2021).

"JS kedua disampaikan Kuba mewakili 62 negara, termasuk di antaranya Kuwait, Saudi Arabia, Rusia, Maladewa, Maroko, Ghana dan Pakistan. Isinya mendukung RRT dalam isu Xinjiang tersebut," sambung Teuku.


Isu HAM Tetap Disuarakan Indonesia

Teuku mengungkap, meski Indonesia tidak ikut serta dalam salah satu JS, namun sejalan dengan mekanisme HAM PBB, Indonesia tetap menyuarakan agar berbagai pandangan atau concern terhadap suatu isu HAM bisa tetap tersampaikan.

"Indonesia menyampaikan melalui mekanisme seperti Universal Periodic Review atau pelaporan instrumen-instrumen HAM," kata Teuku menandasi.

Diketahui, dukungan 43 negara disampaikan Duta Besar Prancis untuk PBB Nicolas De Riviere. Menurut dia, dukungan itu dinyatakan usai banyaknya laporan kredibel soal pelanggaran kemanusiaan di Xinjiang.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya