Liputan6.com, Jakarta - Studi terbaru dari Cisco menunjukkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia saat ini lebih banyak terpapar, diserang, dan lebih khawatir mengenai ancaman keamanan siber dibandingkan sebelumnya. Cisco mencatat, 33 persen UKM di Indonesia yang terlibat dalam studi ini mengalami serangan siber dalam satu tahun terakhir.
Serangan siber ini juga membuat 60 persen UKM tersebut mengalami pencurian informasi pelanggan oleh pelaku kejahatan. Karenanya, Cisco mencatat sebanyak 80 persen UKM yang terlibat dalam studi ini mengatakan mereka lebih khawatir tentang keamanan siber dibandingkan 12 bulan lalu, dan 68 persen merasa sudah terpapar ancaman siber.
Kendati demikian, UKM di Indonesia tidak menyerah begitu saja. Studi ini menyorot pelaku UKM tersebut sudah mengambil langkah strategis, seperti melakukan latihan simulasi untuk meningkatkan postur keamanan siber mereka.
Baca Juga
Advertisement
Dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (25/10/2021), studi terbaru Cisco ini berjudul Cybersecurity for SMBs: Asia Pacific Businesses Prepare for Digital Defense yang didasarkan pada survei double blinded independen terhadap lebih dari 3.7000 pemimpin bisnis dan IT yang bertanggung jawab pada keamanan siber di 14 pasar Asia Pasifik.
"Selama 18 bulan terakhir, UKM telah memanfaatkan teknologi agar bisa tetap beroperasi dan melayani pelanggan mereka, bahkan saat mereka sedang menangani dampak dari pandemi. Hal ini telah menyebabkan terjadinya percepatan digitalisasi UKM di seluruh Indonesia," tutur Direktur Cisco Indonesia, Marina Kacaribu.
Adapun studi ini juga menemukan banyak sekali cara yang digunakan penjahat siber untuk menyusup ke sistem UKM. Serangan malware menduduki angka tertinggi bersama phishing dengan 81 persen UKM pernah menjadi korban serangan metode tersebut.
Lalu, 81 persen UKM menyatakan mereka pernah mengalami serangan siber selama setahun belakangan. 29 persen UKM di Indonesia yang mengalami serangan siber itu menyebut serangan terjadi karena solusi keamanan siber dianggap tidak memadai untuk mendeteksi atau mencegah serangan, sedangkan alasan lainnya adalah tidak memiliki solusi keamanan siber.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Insiden Siber pada UKM
Selain kehilangan data pelanggan, UKM di Indonesia yang mengalami insiden siber juga kehilangan data karyawan, email internal, informasi bisnis yang sensitif, informasi keuangan, dan kekayaan intelektual. Selain itu, 58 persen dari responden mengakui kejadian tersebut berdampak negatif pada reputasi mereka.
Insiden siber ini juga menyebabkan masalah serius bagi UKM. Ada 18 persen UKM yang menyatakan downtime yang terjadi kurang dari satu jam dapat menyebabkan gangguan operasional yang parah, termasuk juga downtime yang terjadi antara 1 hingga 2 jam.
Sementara 25 persen dari UKM menyatakan downtime yang terjadi kurang dari satu jam akan berdampak parah pada pendapatan. Lalu, 9 persen UKM mengaku downtime yang terjadi selama satu hari dapat mengakibatkan organisasi mereka secara permanen.
"Kita hidup di era dimana pelanggan mencari kepuasan secara cepat. Mereka tidak lagi memiliki kesabaran untuk downtime yang lama. UKM harus bisa mendeteksi, menyelidiki, dan memblokir atau memulihkan sendiri insiden siber yang terjadi, dalam waktu sesingkat mungkin," tutur Director Cybersecurity, Cisco ASEAN, Juan Huat Koo.
Advertisement
Kesiapan UKM
Studi Cisco ini juga menemukan, meski UKM di Indonesia lebih khawatir tentang risiko dan tantangan keamanan siber, mereka juga mengambil pendekatan terencana untuk memahami dan meningkatkan kekuatan keamanan siber melalui inisiatif strategis.
Menurut studi tersebut, 84 persen UKM Indonesia dalam 12 bulan terakhir telah melakukan perencanaan skenario atau simulasi untuk mewaspadai insiden keamanan siber. Adapun 92 responden yang telah melakukan perencanaan skenario atau simulasi dapat menemukan titik lemah maupun masalah dalam pertahanan siber mereka.
UKM juga semakin mengerti dari mana datangnya ancaman siber terbesar mereka. Studi ini menunjukkan phishing dipandnag sebagai ancaman utama UKM di Indonesia, baru disusul serangan tertarget dan laptop yang tidak aman.
Tidak hanya itu, UKM juga telah memiliki tingkat investasi yang kuat dalam keamanan siber. Studi menunjukkan 74 persen UKM Indonesia telah meningkatkan investasi mereka dalam solusi keamanan siber sejak awal pandemi, dengan 38 persen di antaranya menunjukkan peningkatan lebih dari 5 persen.
Selain itu, UKM turut meningkatkan investasi mereka di berbagai bidang seperti alat penyesuaian maupun pemantauan, talenta, dan asuransi. Hal ini menunjukkan pemahaman yang kuat tentang perlunya pendekatan multi-faceted dan terintegrasi untuk membangun pondasi siber yang kuat.
(Dam/Ysl)