Dahlan Iskan: Nasib Garuda Indonesia Ada di Tangan Pertamina

Pertamina masih terus berbaik hati untuk memasok bahan bakar ke Garuda Indonesia.

oleh Arief Rahman H diperbarui 25 Okt 2021, 20:30 WIB
Pesawat Terbang Garuda Indonesia (Liputan6.com/Fahrizal Lubis)

Liputan6.com, Jakarta Polemik Garuda Indonesia yang masih dalam proses pemulihan perusahaan turut mengundang perhatian Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Bahkan, Dahlan menyebut bahwa nasib Garuda Indonesia ada di tangan Pertamina.

Hal itu disebut lantaran yang menjamin tetap beroperasinya maskapai pelat merah tersebut adalah pasokan bahan bakar yang disuplai oleh Pertamina. Yang hingga saat ini, tercatat sebagai utang sebesar Rp 12 triliun.

Dahlan mencoba membayangkan menjadi direksi Pertamina yang telah mendapat laporan utang bahan bakar yang belum dibayar telah mencapai Rp 12 triliun. Bahkan telah diwanti-wanti oleh bawahan apakah terus memberikan pasokan bahan bakar atau menyetopnya.

Sebagai direksi sebuah perusahaan hal itu tak akan dilakukan. Namun Pertamina masih terus berbaik hati untuk memasok bahan bakar ke Garuda Indonesia.

“Kalau bukan Pertamina tidak mungkin punya hati sebaik itu. Mana ada perusahaan mau memberi pinjaman sampai Rp 12 triliun. Maka nyawa Garuda Indonesia sebenarnya ada di tangan Pertamina. Bukan di perusahaan penyewa pesawat di Amerika atau Eropa,” tulis Dahlan, mengutip disway.id, Senin (25/10/2021).

Ia berandai, misal dalam waktu dekat pertamina mengambil keputusan tak lagi kirim bahan bakal ke Garuda Indonesia, hal itu bisa membuat maskapai itu tak lagi bisa beroperasi.

“Soal bahan bakar itulah, menurut pendapat saya, salah satu pertimbangan mengapa nama Pelita muncul sebagai calon pengganti Garuda. Pelita adalah anak perusahaan Pertamina. Pesawat yang dimilikinya kecil-kecil. Hanya untuk ke daerah-daerah penghasil minyak,” katanya.

Berarti, Pelita Air akan mencari sewaan banyak pesawat, namun itu bisa dilakukan dengan pesawat yang sewanya tidak dititipi oleh kepentingan pencari komisi.

“Kalau pun kelak Pertamina terus mengirim bahan bakar ke Pelita, perhitungan akuntansinya lebih mudah. Piutang Pertamina ke Pelita akan bisa langsung diputuskan di RUPS sebagai tambahan setoran modal. Itu yang tidak mungkin dilakukan Pertamina terhadap Garuda,” tulis Dahlan.

 


Jalan Pikiran Pertamina

Pesawat Airbus A330 Garuda Indonesia mendarat di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda di Blang Bintang, Provinsi Aceh pada 13 Juli 2021. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)

Dahlan mencoba memahami jalan pikiran Pertamina sebagai perusahaan. Pertanyaannya yakni mengapa Pertamina tetap kirim bahan bakar ke Garuda, secara perusahaan, tulis Dahlan, itu tidak mungkin dan tidak masuk akal, bahkan melanggar semua prinsip di sebuah perusahaan.

Dalam neraca keuangan, piutang Rp 12 triliun itu masuk ke dalam laba. Tahun lalu Pertamina rugi, yang dipandang Dahlan sebagai suatu hal yang lucu sebagai sebuah perusahaan yang mengalami kerugian punya tagihan begitu besar.

“Tahun ini, di enam bulan pertama 2021, Pertamina sudah bisa laba Rp 13 triliun, hebat sekali. Tapi apakah berarti Pertamina punya uang Rp 13 triliun? Tidak. Dari laba Rp 13 triliun itu yang Rp 12 triliun masih nyangkut di Garuda,” tuturnya.

Dahlan menyebut, dalam peraturan pajak sebenarnya juga melarang sebuah perusahaan memberi utang ke perusahaan lain seperti itu. Sementara Pertamina bukan lembaga keuangan yang boleh memberi pinjaman.

Maka bila Rp 12 triliun itu mewujud di dalam laba Pertamina, berarti pertamina juga harus membayar pajak penghasilannya. Dahlan berandai, kalau besaran pajak itu 30 persen, berarti Pertamina harus membayar pajak laba yang masih nyangkut sekitar Rp 3 triliun.

“Betapa ruginya Pertamina di transaksinya dengan Garuda itu. Atau Pertamina menjual bahan bakar ke Garuda dengan harga lebih mahal, memasukkan risiko ke dalam harga?” tanya Dahlan.

“tentu hanya Pertamina dan Garuda yang tahu. Tapi mengapa Pertamina terus mengirim bahan bakar ke Garuda? Dugaan saya, ada perintah dari pemegang saham, pemerintah,” katanya.

Dahlan menyebut kalau dokumen perintah itu ada di tangan Pertamina, tentu itu baik bagi Pertamina. Misalkan, Garuda pada akhirnya ditutup. Berarti Garuda tidak bisa membayar utang Rp 12 triliun itu. Pertamina mungkin bisa menggunakan dokumen perintah tersebut untuk menagih langsung ke pemerintah.

"Tentu Pertamina tidak harus menerima uang kontan. Bisa saja dalam bentuk potongan dividen. Artinya Pertamina dianggap sudah setor dividen senilai piutang yang ada dokumennya itu," tulisnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya