Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan sinyal untuk menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium. Langkah dari Kementerin ESDM ini mendapat dukungan dari DPR.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan, penghapusan BBM Premium bisa mendorong program subsidi pemerintah lebih tepat sasaran, seperti LPG.
"Dalam rapat badan anggaran DPR dengan pemerintah beberapa bulan lalu, saya sudah mengusulkan agar Premium (dihapus). Lebih baik subsidi Premium dialokasikan untuk yang lainnya seperti pembiayaan konversi ke LPG di daerah yang belum terjangkau layanan LPG bersubsidi," kata dia saat dihubungi Merdeka.com, Selasa (26/10/2021).
Selain untuk subsidi tepat sasaran, imbuh Said, penghapusan BBM Premium tersebut penting untuk menurunkan tingkat emisi karbon. Menyusul, premium merupakan produk BBM yang memiliki kandungan nilai oktan rendah sebesar 88.
"Penghapusan (Premium) ini akan mendorong penggunaan BBM dengan kategori oktan yang lebih tinggi, sehingga tingkat emisinya lebih rendah," ucapnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kementerian ESDM Isyaratkan Hapus BBM Premium
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan isyarat untuk menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium. Isyarat penghapusan BBM Premium ini guna perbaikan kualitas lingkungan di Indonesia.
"Kita berkomitmen untuk memperbaiki kondisi lingkungan. Sehingga, kemungkinan Premium (dihapus) dipikirkan ke depan," ucap Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih, Senin (25/10/2021).
Soerjaningsih menjelaskan, secara konsumsi, sebenarnya penggunaan BBM Premium juga sudah mengecil. Masyarakat saat ini sudah mulai berpindah dari BBM Premium kini ke Pertalite.
"Premium ini kan secara volume sebenarnya sudah semakin kecil. masyarakat sudah shifting (beralih) ke Pertalite. Premium ini hanya tinggal tujuh negara yang pakai Premium itu," terangnya.
Advertisement