YLKI: Pemerintah Belum Transparan soal Harga Tes PCR

Pemerintah menetapkan wajib tes PCR untuk syarat perjalanan menggunakan pesawat.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 27 Okt 2021, 12:40 WIB
Petugas kesehatan melakukan swab test PCR pada warga di Laboratoriun GSI Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (18/8/2021). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan resmi menetapkan tarif tertinggi pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menetapkan wajib tes PCR untuk syarat perjalanan menggunakan pesawat. Nantinya, secara bertahap wajib PCR ini juga akan berlaku di moda transportasi lain.

Untuk mengimbangi hal ini, Presiden Jokowi memerintahkan untuk bisa menurunkan harga tes PCR menjadi paling mahal Rp 300 ribu.

Menanggapi hal ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menyambut penurunan tarif tes PCR menjadi sebesar Rp 300.00, dan berlaku untuk 3x24 jam.

"Dengan segala plus minusnya, putusan tersebut patut diapresiasi, karena setidaknya Presiden telah mendengarkan aspirasi publik atas mahalnya biaya tes PCR," kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu (27/10/2021). 

Namun, Tulus membeberkan beberapa catatan terkait aturan wajib tes PCR. Ia menyebutkan, pemerintah belum transparan terkait harga tes PCR tersebut.

"Berapa sesungguhnya struktur biaya PCR, dan berapa persen margin profit yang diperoleh oleh pihak provider? Ini masih tanda tanya besar," ujar Tulus.

Setelah Presiden memerintahkan untuk diturunkan harganya, Tulus menyarankan, maka pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap kepatuhan atas perintah tersebut.

"Sebab saat ini banyak sekali provider yang menetapkan harga PCR di atas harga yang ditetapkan pemerintah, dengan alasan PCR Ekspress, dengan tarif bervariasi, mulai dari Rp 650.000, Rp 750.000, Rp 900.000, hingga Rp 1.5 juta," ungkap Tulus.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Turun hingga Rp 100 Ribu

Tenaga kesehatan Puskesmas Kecamatan Menteng melakukan tes usap antigen dan PCR gratis kepada warga saat Swab Seru Keliling di Masjid Jami Assuhaimiah, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (9/9/2021). Program ini diharapkan dapat memutus penularan COVID-19 dari pasien tanpa gejala. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kemudian, terkait wacana bahwa semua moda transportasi yang akan dikenakan wajib PCR, hal tersebut dilakukan jika harga PCR bisa diturunkan lagi secara lebih signifikan, misalnya menjadi Rp 100.000. 

"Sebab jika tarifnya masih Rp 300.000, mana mungkin penumpang bus diminta membayar PCR yg tarifnya lebih tinggi daripada tarif busnya itu sendiri?," katanya.

Selain itu, menurutnya, pemerintah juga harus menurunkan masa uji lab, yang semula 1×24 jam, bisa diturunkan menjadi maksimal 1x12 jam. 

Hal itu disarankan agar menghindari pihak provider/lab, mengulur waktu hasil uji lab tersebut.

Tulus Abadi juga menyampaikan pentingnya pengendalian protokol kesehatan COVID-19 bagi pengguna kendaraan pribadi.

"Selama ini tak ada pengendalian kendaraan pribadi, baik roda empat dan atau roda dua. Jika tak ada pengendalian yg konsisten dan setara, ini hal yang diskriminatif," Tulus menyebutkan.

Ia selanjutnya menyarankan bahwa tidak semua moda transportasi harus dikenakan PCR atau antigen.

"YLKI menyarankan tidak semua moda transportasi harus dikenakan PCR atau antigen, karena akan menyulitkan dalam pengawasannya. Kembalikan tes PCR untuk keperluan dan ranah medis, karena toh sekarang sudah banyak warga yang divaksinasi," ujar Tulus.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya