Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi meminta agar ongkos tes PCR turun menjadi Rp 300 ribu saja. Permintaan itu muncul setelah muncul protes terkait harga tes PCR yang menyulitkan masyarakat, terutama yang ingin terbang.
Saat ini, biaya tes PCR di Indonesia ada di kisaran Rp 450 ribu hingga Rp 550 ribu. Harga tes PCR di Indonesia sebetulnya relatif lebih murah ketimbang negara tetangga.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan laporan The Star pada Juni 2021, harga tes PCR di Malaysia bisa mencapai 150 ringgit (Rp512) ribu, bahkan mencapai 200 ringgit (Rp 683 ribu) di daerah Sabah dan Sarawak.
Itu pun belum harga bersih. Masih ada lagi biaya perlengkapan kesehatan.
Di Korea Selatan, harganya bisa lebih mahal lagi. Di Bandara Incheon, harga tes bisa mencapai 126 ribu won (Rp 1,5 juta). Biaya bagi orang asing lebih mahal lagi, yakni 174 ribu won (Rp 2,1 juta). Harga saat akhir pekan lebih mahal lagi.
Situs Kedutaan Besar Amerika Serikat di Seoul menyebut harga tes COVID-19 di klinik Korea Selatan berkisar antara US$ 100 (Rp 1,4 juta) hingga US$ 300 (Rp 4,2 juta). Tes PCR lebih umum digunakan.
Sebagai informasi, Korsel akan mulai kembali ke kehidupan normal pada 1 November 2021 karena tingkat vaksinasi sudah tembus 70 persen.
(1 ringgit: Rp 1.318; 1 won: Rp 12; US$ 1: Rp 14.179)
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harga Tes PCR Rp 300 Ribu Masih Mahal?
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher menilai harga tes PCR yang diturunkan menjadi Rp 300 ribu masih terbilang mahal. Apalagi dibandingkan dengan India yang menetapkan harga PCR di bawah Rp 100 ribu.
"Harga Rp 300 ribu itu masih tinggi dan memberatkan. Jika tidak ada kepentingan bisnis, harusnya bisa lebih murah lagi. India mematok harga dibawah Rp 100 ribu, kenapa kita tidak bisa?" ujar Netty dalam keterangannya, Rabu (27/10).
Menurut dia, harga PCR ini masih akan membebani masyarakat. Apalagi ada wacana tes PCR menjadi syarat wajib untuk seluruh moda transportasi.
"Kalau kebijakan ini diterapkan, maka tes Covid-19 lainnya, seperti swab antigen tidak berlaku. Artinya semua penumpang transportasi non-udara yang notabene-nya dari kalangan menengah ke bawah wajib menggunakan PCR. Ini namanya membebani rakyat," kata Netty.
Ia juga menyoroti mekanisme PCR sebagai screening. Seharusnya sebelum hasil tes keluar harus menjalani karantina karena banyak kasus terjadi saat masa tunggu itu. Dalam kondisi itu, kata Netty, ada peluang seseorang terpapar virus.
"Jadi saat tes keluar dengan hasil negatif, padahal dia telah terinfeksi atau positif Covid-19," ujarnya.
Advertisement
PKS Minta Jangan Ada Kepentingan Bisnis
Netty mengingatkan pemerintah masalah keterbatasan kemampuan lab melakukan uji PCR dan pemalsuan surat tes Covid-19. Apabila tes PCR menjadi syarat wajib moda transportasi.
"Jika pemerintah mewajibkan PCR, seharusnya perhatikan ketersediaan dan kesiapan lab di lapangan. Jangan sampai masyarakat lagi yang dirugikan. Misalnya, hasilnya tidak bisa keluar 1X24 jam. Belum lagi soal adanya pemalsuan surat PCR yang diperjualbelikan atau diakali karena situasi terdesak," kata Netty.
Oleh karena itu, Netty mendorong pemerintah agar menjelaskan harga dasar PCR secara transparan. Harga tes PCR sejak tahun lalu selalu turun dan berubah-ubah.
"Kejadian ini membuat masyarakat bertanya-tanya, berapa sebenarnya harga dasar PCR? Pada awalnya test PCR sempat di atas Rp 1 juta, lalu turun hingga Rp 300 ribu. Apalagi pemerintah tidak menjelaskan mekanisme penurunannya, apakah ada subsidi dari pemerintah atau bagaimana?" katanya.
"Saya berharap, pandemi Covid-19 ini tidak menjadi ruang bagi pihak-pihak yang memanfaatkannya demi kepentingan bisnis. Pemerintah harus punya sikap yang tegas bahwa seluruh kebijakan penanganan murni demi keselamatan rakyat," jelas Netty.
Kemenkes Kaji Saran Jokowi
Kementerian Kesehatan sedang mengkaji soal penurunan harga tes PCR menjadi Rp300.000. Hal ini menyusul arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan harga PCR dapat turun.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi menyampaikan bahwa koordinasi penyesuaian harga PCR terus dilakukan bersama kementerian/lembaga terkait. Apalagi syarat tes PCR direncanakan secara bertahap digunakan untuk moda transportasi lain, selain udara.
"Saat ini, sedang dikaji bersama dengan Satgas COVID-19, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kemenkes, Kementerian Perhubungan," ujar Nadia saat dikonfirmasi Health Liputan6.com pada Selasa, 26 Oktober 2021 melalui pesan singkat.
"Dan dilakukan konsultasi dengan berbagai pihak dengan organisasi profesi, pihak laboratorium, distributor juga auditor pemerintah."
Koordinasi pun akan didiskusikan demi mencapai persetujuan. Masyarakat diminta bersabar menunggu hasil keputusan nanti.
"Setelah final akan disampaikan," imbuh Nadia.
Advertisement
Menko Luhut Ingin PCR untuk Semua Moda Transportasi
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah akan menerapkan kebijakan wajib tes PCR Covid-19 di moda transportasi selain udara.
Hal ini guna mengantisipasi peningkatan mobilitas masyarakat selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
"Secara bertahap penggunaan tes PCR akan juga diterapkan pada transportasi lainnya selama dalam mengantisipasi periode Nataru," jelas Luhut dalam konferensi pers usai rapat bersama Presiden Jokowi, Senin (25/10).
Dia menjelaskan kewajiban tes PCR untuk moda transportasi pesawat diterapkan untuk menyeimbangkan relaksasi yang dilakukan pada aktivitas masyarakat, terutama pada sektor pariwisata.
Luhut menilai protokol kesehatan harus tetap diperkuat, meski kasus Covid-19 sudah melandai.
"Meskipun kasus kita saat ini sudah rendah, belajar dari pengalaman negara lain kita tetap harus memperkuat 3T dan 3M supaya kasus tidak kembali meningkat, terutama menghadapi periode libur Nataru," kata dia.
Infografis Manfaat Tes Usap Rapid Antigen dan PCR
Advertisement