Ahli Temukan Wanita Antusias Pakai Sepatu Hak Tinggi Lagi, Tapi Bukan Untuk Kerja

Wanita tidak lagi diwajibkan menggunakan sepatu hak untuk pergi bekerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Nov 2021, 18:18 WIB
Ilustrasi sepatu high heels, hak tinggi. (Photo by Amanda Vick on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Sebelum kemunculan pandemi, peraturan untuk memakai baju untuk bekerja ditentukan oleh perusahaan, seperti kemeja kasual. Sementara itu, wanita membutuhkan sepatu hak tinggi.

Namun, menurut survei yang dilakukan Indeed pada 2019, sekitar 50 persen perusahaan sudah mengizinkan karyawannya untuk memakai pakaian yang santai selama bekerja. Kebijakan tersebut naik sebanyak 32 persen dibanding lima tahun sebelumnya (2014).

Para ahli memprediksi kebijakan berpakaian santai selama bekerja akan terus diterapkan hingga sekarang karena beberapa kantor sudah mulai melakukan peralihan.

Ditambah, beberapa merek lainnya memasarkan berbagai produk baju dan celana yang santai, tetapi tetap profesional.

Kemudian, memasuki fase pascapandemi, banyak wanita yang kembali ke kantor menggunakan sepatu kets atau flat shoe.

Bukan lagi menggunakan sepatu hak tinggi. Menurut data National Purchase Diary (NPD), fashion dari sepatu mengalami penurunan penjualan sebesar 27 persen pada 2020.

Namun, tidak menggunakan sepatu hak tinggi selama bekerja tidak dapat diartikan bahwa wanita akan meninggalkan tren tersebut selamanya.

Penelusuran lebih lanjut menemukan bahwa wanita menggunakan sepatu hak tinggi lebih kepada acara-acara yang tujuannya ingin bersosialisasi.

Pencarian sepatu hak tinggi di mesin pencari naik 350 persen pada 2020. Bukti tersebut dipaparkan oleh Google Trends.

Misalnya, sepatu hak tinggi merk Tom Ford dan Bottega masing-masing naik 500 persen dan 350 persen selama setahun terakhir.

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa wanita hanya meninggalkan tren sepatu tersebut pada kehidupan pekerjaan saja karena merasa tidak nyaman, terutama saat bekerja. Alih-alih mengatakan alternatif lainnya digunakan untuk acara-acara lain.

 

 


Sejarah Sepatu Hak Tinggi

Ilustrasi high heels. Sumber foto: unsplash.com/Cleo Vermij.

Menurut direktur eksekutif Workplace Fairness Edgar Ndjatou, penurunan hak sepatu di tempat kerja tidak hanya sekedar masalah ketidaknyaman saja. Hal tersebut dilatarbelakangi adanya sejarah yang cukup rumit,

“Penggunaan sepatu hak tinggi terkait dengan banyak keluhan pelecehan seksual di masa lalu,” jelas Ndjatou.

Meskipun pria dan wanita memiliki aturan berpakaian, wanita lebih cenderung diperlakukan atas dasar penampilan dan pakaian yang dipakainya. Ndjatou menjelaskan bahwa mereka (wanita) sering diharapkan menggunakan sepatu hak tinggi.

Menanggapi hal tersebut, perusahaan tempat Ndjatou bekerja berusaha untuk menghindari tuntutan hukum akibat dari kebijakan pakaian yang diberlakukan kepada seluruh karyawannya, terutama wanita.

“Perusahaan telah berusaha membuat aturan berpakaian untuk pria dan wanita secara serupa, atau tidak terlalu spesifik,” papar Ndjatou.

Pada 2019 lalu, Goldman Sachs telah resmi melonggarkan aturan berpakaian untuk para pekerja bank dengan menyatakan bahwa karyawan harus berpakaian dengan konsisten sesuai harapan klien.

“Kita semua tahu apa yang pantas dan tidak pantas untuk diri kita selama di tempat kerja,” tulis aturan tersebut. Tidak ada juga yang memperhatikan cara berpakaian dari berbagai jenis kelamin.

Oleh karena itu, aturan-aturan yang kini diberlakukan lebih dibuat senetral mungkin untuk menghindari adanya praktik diskriminasi gender dalam aspek aturan berpakaian di kantor. Perubahan ini juga memberikan celah bagi pasar agar dapat memproduksi baju-baju kasual.

“Meningkatnya kasualisasi pakaian kerja adalah sesuatu yang telah kami antisipasi dan rancang selama beberapa tahun sekarang,” ujar pendiri toko pakaian M.M.LaFleur Sarah LaFleur kepada CNBC Make It.

 


Tren Sepatu Hak Tinggi

Ilustrasi High Heels atau Sepatu Hak Tinggi (iStockphoto)

Pemberlakuan aturan-aturan seperti ini mencerminkan sifat perusahaan yang mau menghargai perbedaan. Keterkaitan antara masalah gender seharusnya bisa menjadi lebih fleksibel dan responsif  ke depannya sehingga menciptakan suasana yang nyaman bagi wanita.

“Saya pikir ketika generasi muda memasuki dunia kerja, mereka ingin membuat kesan yang baik, tetapi mereka tidak terlalu khawatir tentang penampilan luar, seperti khawatir tentang perilaku dan komunikasi mereka,” kata konsultan Knoxville, Tennessee Carrie McConkey.

Sepanjang tahun 2020, ketika pemulihan ekonomi mulai bangkit, wanita memilih menggunakan sepatu hak untuk bersenang-senang. Misalnya untuk jalan-jalan, pergi makan malam, menghadiri acara pertunjukan, dan sebagainya.

“Heels terasa lebih nyaman untuk acara formal atau khusus sebelumnya, tetapi sekarang setiap kali saya pergi keluar (menggunakan sepatu hak) terasa seperti pergi ke acara khusus,” papar penulis lepas Lauren Styx.

Sementara itu, sepatu hak di tempat kerja sekarang lebih merupakan pilihan daripada kewajiban, McConkey menegaskan bahwa wanita tidak memakai sepatu hak karena mereka merasa diharapkan. 

“Mereka memakai sepatu hak karena berpikir bahwa itu akan meningkatkan kepercayaan diri atau suasana hati mereka hari itu,” tutup McConkey.

Reporter: Caroline Saskia

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya