Kisah Driver Gojek Tunarungu dan Stiker Pemandu Terabas Keterbatasan

Hartono (38), salah satu driver ojol, tak seperti ojol pada umumnya.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 04 Nov 2021, 10:24 WIB
Pengemudi ojek online tuna rungu Hartono (38) yang merupakan mitra Gojek menunjukkan kartu yang digunakan untuk berkomunikasi dengan penumpang. (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Seorang pria dengan jaket khas berwarna hijau berlogo lingkaran putih duduk di kursi tepat di depan sebuah kedai kopi. Ia bersama tiga orang rekannya sesama driver ojek online atau yang sering disebut ojol menatap layar telepon pintarnya masing-masing.

Hartono (38), salah seorang driver ojol, tak seperti ojol pada umumnya. Sebagai sosok yang memiliki keterbatasan fisik tunarungu, ia yang biasa mengaspal di Kota Bandung ini memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi yaitu dengan menempelkan stiker pada helmnya.

Stiker khusus yang ia tempelkan pada helm bertuliskan, "Saya tunarungu/tuli. Mohon kerja samanya. 20 meter sebelum belok: tepuk pundak saya. Belok kanan = tepuk pundak kanan. Belok kiri = tepuk pundak kiri. Berhenti = tepuk keduanya. Terima Kasih".

Sebagai driver ojol yang berbeda pula, Hartono menggunakan cara lain untuk berkomunikasi. Dia menunjukkan sebuah kartu. "Hallo, maaf saya tuna rungu/tuli. Terima kasih".

Liputan6.com menemui Hartono di kawasan Kebon Jukut, Minggu (3/10/2021). Telinga Hartono yang kanan setengah tuli dan telinga kiri tuli total. Sehingga, untuk bicara padanya perlu lebih dekat dan keras.

Pria asal Surabaya ini menceritakan awal dirinya bergabung dengan Gojek sebagai driver GoRide. Mulanya, dia bekerja sebagai buruh pabrik plastik.

Berangkat dari info yang didapat dari seorang teman, Hartono nekat mendaftar sebagai pengemudi Gojek pada 2014. Karena merasa penghasilannya terasa kurang, ia pun akhirnya memilih jadi driver ojol.

Orangtua Hartono akhirnya mengizinkan putra satu-satunya itu bekerja di Gojek dengan satu syarat: hati-hati.

"Paling berat itu tantangannya salah alamat. Tapi Mama bilang, harus belajar berani. Setelah satu bulan jalan ternyata lancar," ujar Hartono.

Meski tidak bisa mendengar, Hartono tahu dia masih memiliki kemampuan agar hidupnya mandiri. Oleh karena itu, dia selalu berusaha bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan membantu perekonomian orangtuanya.

Pada 2016 silam, Hartono menemukan tambatan hatinya dan memutuskan pindah ke Bandung. Penghasilannya mampu menghidupi sang istri, Jessica Oktavia dan putranya Jason Haniel Liem yang saat ini masuk usia lima tahun.

"Saya ingin kerja terus di Gojek karena suka. Dari sisi penghasilan sudah lebih baik," ucapnya.

Pandemi Covid-19 seperti saat ini menjadi tantangan bagi driver ojek online, tidak terkecuali bagi Hartono. Pesanan menurun karena banyak masyarakat yang bekerja di rumah.

"Virus Corona bikin situasi jadi sepi. Penghasilan berkurang, dari rata-rata sehari bisa 15 poin, jadi turun 5-7 poin per hari," ucapnya.

Disabilitas tunarungu seperti Hartono tidak putus asa dengan kondisi sulit saat ini. Ia selalu waspada dan berhati-hati supaya dirinya tidak terpapar Covid-19 selama dirinya bekerja.

"Tentunya pakai masker dan rajin cuci tangan. Saya lebih enak GoSend dan GoRide. Kalau mengirim makanan suka mengantri lama," ujarnya.

Simak video pilihan berikut ini:


Penumpang Merasa Lebih Nyaman

Pengemudi ojek online tuna rungu Hartono (38) yang merupakan mitra Gojek memakai helm dengan stiker khusus yang digunakan untuk berkomunikasi dengan penumpang. (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Pengalaman mendapatkan layanan ojol dari pengemudi tunarungu salah satunya dialami Ratri Adityarani. Ratri menceritakan kejadian itu berlangsung pada 22 April 2021. Kala itu, Ratri memesan layanan GoRide sepulang dari rapat di kantor di kawasan Lodaya.

"Waktu datang, driver-nya langsung menyodorkan kartu. Terus saya naik kan, pas di jalan motret helmnya. Mau dekat rumah, saya tepuk pundak memberi arahan sesuai dengan stiker di helm bapak itu. Dia juga menyampaikan terima kasih pakai bahasa isyarat," ucap Ratri saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (14/10/2021).

Sebuah unggahan Ratri yang mengisahkan tentang seorang driver ojol tunarungu pun menjadi perbincangan di media sosial. Respons warganet pun memuji cara berkomunikasi sang driver, yakni Hartono.

"Saya yakin bahkan merasa kalau mereka lebih hati-hati di jalanan, melihat rambu tengok kanan kiri dan mau belok nyetirnya lebih nyaman," ungkap Ratri.

Menurut Ratri, kehadiran driver tunarungu justru menjadi inspirasi bahwa tiap orang harus bekerja dengan giat walau memiliki keterbatasan. Selain memicu motivasi untuk bangkit, kehadiran mereka perlu diapresiasi perusahaan agar terus bersemangat melayani pengguna jasa transportasi.

"Kalau menurut aku operator transportasi lebih banyak merekrut orang seperti mereka supaya punya kesempatan kerja. Mereka sendiri bukan minta dikasihani, tapi minta kesetaraan bekerja seperti orang pada umumnya," kata Ratri.

Hartono adalah adalah segelintir dari puluhan difabel tunarungu di Kota Bandung yang menggantungkan hidupnya dari ojek online. Mulawarman selaku Head of Regional Corporate Affairs Gojek Central West Java mengatakan, tidak dipungkiri kehadiran ojek online, mempermudah hidup banyak orang. Hal ini juga berlaku bagi kalangan disabilitas, khususnya tunarungu.

"Kurang dari 10 orang mitra tunarungu di Bandung. Mereka mengandalkan Gojek sebagai mata pencaharian utamanya. Di mana di instansi lain mereka sulit terserap sebagai tenaga kerja," kata Mulawarman.


Menjunjung Kesetaraan

Pengemudi ojek online tuna rungu Hartono (38) yang merupakan mitra Gojek. (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Mulawarman mengatakan pihaknya terus berkomitmen membuka kesempatan yang sama dan menjunjung tinggi kesetaraan dalam berkarya termasuk kepada penyandang difabel.

Dengan kondisi pendengaran yang minimal atau bahkan tidak ada sama sekali, dukungan aksesibilitas di aplikasi online mempermudah tunarungu dalam melakukan pekerjaan seperti berkomunikasi lewat chat aplikasi dan WhatsApp.

"Orderan yang mudah bagi mereka yaitu, orderan GoRide dan GoFood, karena kedua orderan tersebut bisa komunikasi lewat pesan di aplikasi ataupun WhatsApp. Yang sulit orderan GoSend karena harus telepon tanpa WhatsApp, kecuali kalau ada nomor WhatsApp bisa minta, lalu minta share location untuk memudahkan pencarian lokasi," tutur Mulawarman.

Menurut Mulawarman, keterbatasan tunarungu tidak memengaruhi kemampuan mitra dalam menjalankan orderan. Sebaliknya, pengemudi Gojek tunarungu justru mampu menggunakan kekuatan visual dengan mata memperhatikan spion kanan-kiri dan turut merasakan getaran.

Untuk konsumen, Mulawarman menambahkan, selama ini tidak ada risiko yang muncul karena keterbatasan tuna rungu. Sedangkan, untuk driver, mitra Gojek tunarungu jarang mendapatkan perlakuan yang tidak baik.

"Bahkan ketika pelanggan tahu kalau mitra tunarungu, mereka kagum karena dalam keterbatasan masih giat mencari rezeki. Yang sering mereka alami paling kesulitan terkait komunikasi dengan pelanggannya (hanya menggunakan teks/chat)," ucapnya.

Selain itu, Gojek juga terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung mitra untuk bangkit bersama menghadapi tantangan pandemi Covid-19. Salah satu upaya dilakukan melalui program kesejahteraan mitra driver yang dicanangkan sejak Maret 2020. 

Dalam program ini, Gojek menyalurkan bantuan program kesejahteraan mitra driver berupa bantuan kebutuhan pokok yakni uang belanja sembako sebesar lebih dari Rp17 miliar, disalurkan langsung ke saldo dompet mitra driver yang telah menjalani vaksinasi Covid-19. 

Adapun total akumulasi bantuan program kesejahteraan mitra driver yang disalurkan Gojek bagi mitra sejak Maret 2020 hingga September 2021 telah lebih dari Rp260 miliar, terdiri dari bantuan kebutuhan pokok (Rp175,8 miliar), bantuan penyediaan layanan/perlengkapan kesehatan (Rp70,3 miliar), dan bantuan pendapatan bagi mitra driver (Rp15 miliar). 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya