Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan farmasi asal Amerika Serikat Merck & Co mengumumkan bahwa mereka akan memberikan lisensi gratis pada 105 negara berkembang, khususnya di wilayah Asia Afrika untuk memproduksi obat yang berpotensi menyembuhkan COVID-19, Molnupiravir.
Lisensi tersebut memungkinkan Molnupiravir untuk diproduksi dan dijual dengan harga yang terjangkau dan dinilai dapat membantu jutaan orang di banyak negara terkait akses obat COVID-19. Merck melaporkan bahwa Molnupiravir telah berhasil mengurangi tingkat rawat inap dan kematian akibat COVID-19.
"Keputusan Merck untuk memberikan lisensi obat dibuat untuk membangun hubungan masyarakat yang baik. Perusahaan farmasi membutuhkan waktu yang lama untuk itu. Tapi sekarang, inti dari budaya perusahaan farmasi adalah untuk memahami bahwa harus ada akses yang tepat terkait obat baru," ujar Stephanie Nolen dikutip New York Times, Kamis (28/10/21).
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, beberapa perusahaan farmasi yang memproduksi obat untuk HIV diserang oleh pemerintah dan aktivis karena tidak memberikan lisensinya pada negara untuk dapat diproduksi dengan murah.
Namun sekarang, Merck akhirnya bekerja sama dengan sebuah organisasi yang didukung oleh PBB, Medicines Patent Pool untuk melisensikan pembuatan Molnupiravir pada perusahaan farmasi sesuai syarat yang ada di seluruh dunia.
"Obat dari Merck merupakan obat dengan molekul kecil. Berbeda dengan Moderna dan Pfizer yang merupakan vaksin dengan platform mRNA. Jadi taruhannya dalam berbagi lisensi ini sangatlah berbeda," kata Stephanie.
Belum disetujui
Namun, yang menjadi masalah hingga saat ini adalah Molnupiravir belum mendapatkan izin badan yang berwenang. Merck juga belum membagikan data uji klinis apapun.
Merck masih mengajukan permohonan otorisasi darurat dari Food and Drug Administration (FDA) dan hasilnya baru akan keluar pada Desember 2021 mendatang.
Kesepakatan yang telah dibuat dengan Medicines Patent Pool juga tidak mencakup negara-negara dengan penghasilan menengah seperti China dan Rusia. Hal tersebut membuat adanya kemungkinan bahwa negara-negara tersebut tidak akan memiliki akses pada obat Molnupiravir.
"Jika obat ini memang terbukti aman dan disetujui, maka akan berpotensi mengubah pandemi yang sedang berlangsung ini. Anda dapat merawat orang-orang dengan segera, dan mengeluarkan mereka dari rumah sakit. Serta, mencegah mereka dari kematian," ujar Stephanie.
Tak hanya itu, seluruh masyarakat di dunia pun akan mulai berpikir untuk menjalani hidup berdampingan dengan COVID-19, tentunya dengan cara dan pandangan yang berbeda.
Advertisement