Liputan6.com, Jakarta Koordinator Komunitas Disabilitas Lira Disability Care (LDC), Abdul Majid,S.E menceritakan pengalamannya mengikuti bimbingan teknis (bimtek) penulisan film sejarah.
Bimtek ini diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada 25 September hingga 26 Oktober 2021.
Sebagai penyandang disabilitas sensorik netra, Majid mengatakan tidak ada kendala berarti selama bimtek berlangsung.
“Sebagai peserta dengan disabilitas, saya sudah terbiasa menggunakan assistive technology seperti laptop yang sudah terpasang aplikasi pembaca layar dan ponsel pintar dengan fasilitas voice over yang memang diperuntukkan penyandang disabilitas netra,” katanya dalam pesan teks, Jumat (29/10/2021).
Baca Juga
Advertisement
Terbiasa menggunakan teknologi di kehidupan sehari-hari juga memudahkan Majid untuk mengikuti sesi materi yang disampaikan secara virtual. Ia juga tak kesulitan ketika harus membuat dan mengumpulkan tugas lewat tautan google drive.
Proses Penulisan
Majid menambahkan, film adalah persenyawaan dua unsur strategi naratif dan strategi visual yang membentuk emosi dan imaji para penontonnya.
“Cukup sulit memang pada awalnya untuk menyatukan keduanya dengan keterbatasan visual yang saya miliki,” ucap Majid.
“Namun, hal itu dapat diminimalisasi dengan kreativitas saat memunculkan ide, mencari sumber di internet dan pastinya dibantu dengan orang awas sebagai pembisik untuk mendeskripsikan objek yang tidak mungkin saya jangkau dengan indera penglihatan saya,” tambahnya.
Pria asal Sidoarjo, Jawa Timur ini yakin dapat mengeksekusi ide dan sumber data yang didapat ke dalam skenario film yang akan diangkatnya.
“Produksi film adalah kerja tim, jadi tidak ada yang saya takutkan.”
Advertisement
Kendala Selama Bimtek
Pria yang aktif menyuarakan nilai inklusi ini hampir tidak menemukan kendala secara teknis selama bimtek dan proses penulisan skenario.
“Kecuali hanya satu, yaitu sulitnya saya mengakses sumber data yang berbentuk buku atau benda sejarah lainnya. Sumber atau literasi sejarah dalam format digital saat ini masih sangat kurang.”
Ia mewakili kawan-kawan penyandang disabilitas sensorik/netra meminta kepada Mendikbud Nadiem Makarim agar segera mencanangkan sistem literasi data dalam format digital yang inklusif dan ramah difabel.
“Saya yakin jika Mas Menteri mau pasti hal itu sangat bisa diwujudkan. Apalagi beliau kan terlahir dari background seorang teknokrat yang sudah sangat ahli untuk urusan yang beginian,” pungkasnya.
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Advertisement