5 Fakta yang Perlu Diketahui Soal Krisis Listrik di China

Krisis listrik di China telah berdampak pada ekonomi dan menimbulkan kekhawatiran menjelang musim pemanasan musim dingin.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 30 Okt 2021, 08:00 WIB
Sepasang warga yang mengenakan masker memegang payung saat mereka berkunjung ke Shanghai Bund di Shanghai, China, Senin (23/8/2021). Untuk pertama kalinya sejak Juli lalu, Otoritas Kesehatan China pada Senin (23/8) melaporkan nol kasus corona Covid-19 penularan lokal. (AP/Andy Wong)

Liputan6.com, Jakarta - China dilaporkan mulai melakukan penjatahan listrik dan pemadaman listrik sejak September 2021 seiring keberadaan krisis listrik. Beijing terlihat bertekad dalam mengurangi emisi seiring melonjaknya harga.

Namun, krisis listrik di negara itu telah berdampak pada ekonomi dan menimbulkan kekhawatiran menjelang musim pemanasan musim dingin.

Mengutip South China Morning Post, Sabtu (30/10/2021) berikut adalah lima hal yang bisa kita ketahui tentang krisis listrik di China:

1. Otoritas China Sedang Pertimbangkan Langkah-langkah Penentuan Harga

Badan Perencana negara China telah bertemu dengan produsen batu bara dan badan industri setempat untuk membahas langkah-langkah seperti menetapkan tingkat harga dan cara-cara bagaimana perusahaan yang terlibat masih bisa mendapatkan untung - guna mencocokkan harga selama krisis listrik yang parah.

Pertemuan tersebut "berfokus pada kisaran harga yang wajar dan margin keuntungan yang harus dipertahankan guna mempromosikan pengembangan yang terkoordinasi dan berkelanjutan dari industri batu bara dan industri listrik hilir," kata badan perencanaan tersebut.

Namun, mereka tidak mengungkapkan jumlah harga yang akan ditetapkan, tetapi tiga produsen batu bara utama di China mengatakan bahwa mereka akan menetapkan batas atas harga batu bara termal pada USD 188 per ton.

2. Permintaan gas alam di China Meningkat

Permintaan gas alam di China untuk musim dingin ini diperkirakan akan naik 10 persen dari tahun sebelumnya menjadi 6,3 miliar per kaki kubik, menurut seorang pejabat dari produsen minyak dan gas utama negara itu, PetroChina.

PetroChina telah mengamankan 3,7 miliar kaki kubik pasokan gas untuk musim dingin ini, yang naik 8,4 persen dari tahun lalu, kata pejabat itu dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Chongqing Gas Exchange yang didukung pemerintah China di Tianjin.


Masalah Pasokan Samsung dan Kemungkinan Bikin Pembangkit Batu Bara di Luar Negeri

Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor produk pertambangan dan lainnya pada September 2021 mencapai USD 3,77 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

3. Krisis Listrik di China Sebabkan Masalah Pasokan untuk Samsung

Samsung Electronics mengungkapkan bahwa pihaknya memperkirakan kekurangan komponen akan mempengaruhi permintaan chip dari beberapa pelanggan pada kuartal saat ini, setelah melaporkan laba kuartalan tertinggi dalam tiga tahun.

Peringatan itu datang ketika produsen barang dari produk televisi hingga mobil menghadapi sejumlah masalah rantai pasokan mulai dari kekurangan suku cadang chip logika, kekurangan tenaga kerja, gangguan logistik, dan penundaan di pabrik suku cadang karena pemadaman listrik di China.

"Masalah pasokan komponen yang lebih lama dari perkiraan mungkin perlu dipantau karena potensi dampak pada pembuatan perangkat yang menggunakan chip memori," kata Samsung dalam sebuah pernyataan.

Namun, Samsung menambahkan ada "permintaan mendasar yang kuat untuk server dari peningkatan investasi,  dari perusahaan teknologi," tersebut.

4. China Kemungkinan Bakal Bangun Pembangkit Batu Bara di Luar Negeri 

Perusahaan milik negara di China memiliki jaringan pipa besar untuk proyek pembangkit listrik tenaga batu bara di lebih dari puluhan wilayah, dan masih belum diketahui secara jelas apakah mereka akan dihentikan - bahkan setelah janji Presiden Xi Jinping untuk memberhentikan pembangunan pembangkit di luar negeri.

Laporan oleh Just Finance, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Denmark yang melacak kontrak dan perjanjian pembangunan, menyebutkan bahwa China sedang menyiapkan poyek-proyek baru yang menghasilkan hampir 14 gigawatt (GW) kapasitas pembangkit.

Untuk tahun ini saja, perusahaan yang dikelola negara tersebut mengumumkan lebih dari 3,6GW proyek, termasuk sekitar 1,3GW di luar negeri masing-masing di Afrika Selatan dan Indonesia.

Presiden Xi Jinping tidak mengklarifikasi apakah dia mengacu pada pembiayaan dan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru, dan apa yang akan terjadi dengan proyek-proyek yang ada pada berbagai tahap kemajuan.

"Ada masalah transparansi untuk transaksi batu bara luar negeri China," sebut Wawa Wang, direktur program di Just Finance. 

"Hal itu membuat pemantauan informasi penting khusus untuk penilaian proyek, status proyek dan pengungkapan keuangan menjadi sulit," ujarnya.


Bisnis Turbin di China Bakal Meningkat

Deretan turbin di area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo 1 di Jeneponto, Sulawesi Selatan, Jumat (21/9). PLTB Tolo 1 akan menjadi kebun angin skala besar kedua di Indonesia setelah PLTB Sidrap. (Liputan6.com/Pool/ESDM)

5. Bisnis Turbin di China Diperkirakan Akan Meningkat

Untuk pembuat turbin terbesar di China, tahun 2021 mungkin menjadi tahun jeda dari proyek pembangkit listrik tenaga angin.

Sektor ini telah menghadapi perlambatan tajam setelah mencatat rekor kapasitas baru tahun lalu untuk mengalahkan batas waktu subsidi pemerintah.

Insentif utama untuk energi angin darat di China berakhir pada akhir 2020, sementara tunjangan offshore berakhir tahun ini.

Laju pelemahan jelas terlihat dalam hasil keuangan produsen turbin terbesar di negara itu, yang melaporkan penurunan pendapatan 11 persen untuk kuartal ketiga.

Xinjiang Goldwind Science & Technology, menjual turbin 6,4GW selama sembilan bulan pertama tahun 2021, dibandingkan dengan 8,3GW 2020 lalu.

Namun bisnis turbin diperkirakan akan meningkat karena China dan seluruh dunia merangkul energi terbarukan.

Presiden Goldwind, Cao Zhigang mengatakan pekan lalu bahwa instalasi pembangkit listrik tenaga angin akan meningkat di tahun-tahun mendatang, sementara Badan Energi Internasional memproyeksikan permintaan angin dan surya secara global akan meningkat empat kali lipat pada 2030.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya