Cegah Korupsi, KPK Minta Pemprov DKI Tertibkan Aset Peninggalan Belanda

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menertibkan pengelolaan aset peninggalan Belanda untuk menutup celah terjadinya korupsi.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 29 Okt 2021, 21:34 WIB
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menertibkan pengelolaan aset peninggalan Belanda untuk menutup celah terjadinya korupsi.

Hal ini dikatakan Penanggung Jawab Wilayah DKI Jakarta pada Direktorat Korsup Wilayah II KPK Hendra Teja saat melakukan rapat pembahasan soal penertiban pengelolaan aset tanah peninggalan Belanda/objek Panitia Pelaksanaan Penguasaan Benda Tetap Milik Belanda (P3MB).

 

"Kita pahami bersama permasalahan dalam pengelolaan aset eks Belanda yang bernilai strategis ini berpotensi hilangnya aset baik berupa tanah ataupun bangunan," kata Hendra Teja di Jakarta, Jumat (29/10/2021).

Hendra menjelaskan selain pengamanan, penertiban, dan penyelamatan aset, KPK juga mendorong dilakukannya optimalisasi pemanfaatan aset-aset tersebut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Pemprov DKI Jakarta.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi DKI Jakarta, Surat Izin Perumahan (SIP) yang terbit berjumlah 1.281 bidang.

Selain penerbitan 62 SIP untuk kepemilikan P3MB dan tiga SIP untuk kepemilikan PRK.5, juga termasuk di dalamnya 564 unit rumah ber-SIP yang belum diketahui kepemilikannya. SIP adalah izin yang diberikan sebagai hak untuk menghuni yang berlaku selama 3 tahun dan bukan hak untuk memiliki.

"Kalau saat ini kami minta mereka meninggalkan hunian tersebut akan timbul masalah baru, yaitu akan tinggal di mana mereka? Padahal saat ini saja kami sudah sangat kewalahan menangani problematika hunian layak misalnya akibat penggusuran," ujar Kepala Bidang Regulasi dan Peran Serta Masyarakat DPRKP Pemprov DKI Jakarta Ledy Natalia.

Di sisi lain, Ledy menjelaskan bahwa biaya sewa akibat penerbitan SIP sangat murah. Ia memberi contoh untuk aset rumah di kawasan Menteng misalnya sebesar Rp 100 ribu pertahun.

Sementara itu, M Unu Ibnudin mewakili Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi DKI Jakarta menyampaikan berdasarkan peraturan gubernur, tanah eks Belanda adalah tanah negara yang dikuasai pemprov khususnya DKI Jakarta dan disewakan kepada masyarakat. Selanjutnya, kata dia, apabila dimohonkan haknya maka ada pemasukan ke negara sebesar 25 persen.

Unu juga menilai yang lebih memiliki unsur keperdataan adalah Pemprov DKI yang selama ini memberikan izin kepada penghuni untuk menyewa dan menempati sementara tanah/bangunan eks Belanda tersebut.

Ia juga mengusulkan adanya sampling eksekusi penghentian SIP di wilayah Jakarta Pusat. Setelah SIP dihentikan, Pemprov DKI Jakarta kemudian dapat memulai proses pemenuhan syarat pendaftaran sertifikasi aset.

"Hal ini perlu dilakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap aset-aset tersebut dan pemberian pelayanan optimal kepada masyarakat DKI Jakarta. Saran saya, kita mulai dengan rumah-rumah di atas tanah dengan status kepemilikan Kota Praja yang belum dicatat sebagai aset milik Pemprov DKI Jakarta," ujar Unu.

 


4 Rekomendasi KPK

Terkait hal tersebut, KPK pun memberikan empat rekomendasi. Pertama, KPK menyepakati perpanjangan SIP untuk nama yang sama, namun masih mendorong moratorium pemberian SIP kepada ahli waris penghuni rumah eks Belanda.

Kedua, KPK mendorong Kementerian ATR/BPN dan Pemprov DKI untuk membentuk tim gabungan dan melakukan rekonsiliasi data serta melakukan koordinasi dalam hal pelayanan pertanahan atas tanah eks Belanda tersebut.

Ketiga, perlu dipikirkan mekanisme evaluasi terkait pemanfaatan aset bagi penerimaan daerah dan regulasi yang perlu disusun sebagai dasar hukum.

"Terakhir, perlu identifikasi terhadap tanah eks Belanda yang berdasarkan ketentuan adalah milik atau dapat dimiliki oleh Pemprov DKI atau negara agar dapat segera dilakukan pengamanan fisik dan proses pensertifikatan," ucap Hendra Teja seperti dikutip dari Antara.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya