Liputan6.com, Jakarta - Warga dunia memperingati Hari Burung Migrasi Sedunia tiap Mei dan Oktober. Peringatan ini menjadi penting bukan hanya untuk mengenal keaneragaman burung, namun juga sebagai indikator kondisi alam yang menjadi habitat satwa terbang tersebut.
Tema tahun ini adalah 'Sing, Fly, Soar - Like A Bird!' (Nyanyikan, Terbang, Menjulang – Seperti Burung!). Seiring tema ini, warga dunia diharapkan dapat meyuarakan aspirasi untuk kelestarian burung migrasi dan habitat tempat mereka tinggal.
Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan burung migran. Selain menyenangkan, melalui pengamatan bisa disisipkan edukasi tentang burung migran itu sendiri, termasuk burung pemangsa.
Baca Juga
Advertisement
Berbeda dengan pengamatan pada Mei lalu yang mengamati burung air, di Oktober ini Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI bersama Burung Indonesia mengamati jenis burung pemangsa (raptor) yang bermigrasi melintasi kawasan Puncak Bogor Jawa Barat.
Mengamati satwa migrasi yang berada di puncak piramida makanan ini memang selalu menarik, terutama hubungannya dengan kondisi dan kelestarian alam, dan dampak yang bisa diberikan.
Burung pemangsa ini memiliki keterancaman yang tinggi ketika bermigrasi, termasuk di wilayah Indonesia. Dampak perubahan iklim, deforestasi, degradasi, dan fragmentasi lahan menyebabkan rusak dan berkurangnya habitat dan sumber pakan mereka. Belum lagi dengan adanya perburuan liar.
Pengamatan burung pemangsa ini sangat penting. Selain sebagai penyeimbang populasi satwa lain, mereka juga dapat dijadikan indikator kondisi alam yang menjadi daerah singgahan atau tujuan dari migrasinya.
"Data-data hasil pengamatan burung akan menjadi penguat analisis bagi tindakan konservasi yang akan dilakukan pihak-pihak terkait," jelas Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI Rika Anggrain, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/10/2021).
Saksikan Video Ini
Fakta-Fakta Unik Raptor
Berikut ini beberapa fakta raptor.
Penantang Maut
Perjalanan burung pemangsa atau raptor dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan penuh dengan perjuangan yang menantang maut. Demi menuju ke daerah yang menyediakan sumber makanan yang cukup, mereka rela berpergian antar benua dengan jarak ribuan kilometer.
Beberapa risiko mereka hadapi seperti cuaca ekstrim, tersesat, bahkan sampai diburu oleh para pemburu liar. Risiko ini mereka hadapi pada perjalanan pergi dan pulang ke daerah asalnya. Bisa dikatakan, separuh hidup burung pemangsa dihabiskan untuk perjalanan menantang maut ini.
Ahli Strategi yang Brilian
Burung-burung pemangsa ini dapat mengetahui kapan mereka harus bermigrasi dengan mendeteksi perubahan suhu di daerah asalnya. Selain itu, mereka melihat posisi matahari untuk mengetahui musim di daerah asalnya ketika berada di daerah migrasi.
Ketika bermigrasi mereka memanfaatkan daerah singgahan untuk beristirahat, mencari makan, dan menghindari cuaca esktrim. Setelah merasa cukup fit dan cuaca mendukung, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke daerah tujuan.
Indonesia sebagai daerah singgahan dan tujuan mempunyai peranan penting dalam menjaga kesuksesan proses migrasi dan kelestarian burung pemangsa tersebut. Selain itu, ketika pergi berkelompok, mereka akan berbagi peran untuk menghemat energi dan menghindari ancaman burung pemangsa lain.
Terbang Bak Pesawat Canggih
Burung migran memiliki kemampuan navigasi yang menimbulkan kekaguman para ilmuwan. Memori spasial burung yang kompleks mampu menciptakan peta ingatan lokasi-lokasi yang mereka kenal, termasuk hubungan antarlokasi, dan tanda-tanda dan bentang alam yang istimewa. Kemampuan ini juga dapat menghubungkan lokasi-lokasi yang pernah dikunjungi dan memperkirakan rute penerbangan teraman (sumber: Burung Indonesia).
Gustav Kramer, peneliti burung pada tahun 1950 menyatakan agar dapat dapat tiba di lokasi migrasi, selain mengandalkan orientasi arah, burung migrasi memiliki navigasi lainnya serupa kompas matahari. Dengan kemampuan navigasi ini, burung-burung migran dapat mengurangi risiko kehilangan arah dengan memperhitungkan pergerakan matahari.
Untuk menghemat energi, burung pemangsa menggunakan teknik terbang yang menakjubkan. Menggunakan teknik soaring, mereka memanfaatkan arus panas bumi sehingga mereka tidak harus mengepakkan sayap. Mereka juga memanfaatkan pantulan angin (slope soaring) dari lembah atau permukaan yang miring untuk meluncur. Teknik ini yang dimanfaatkan manusia di industri penerbangan.
Dengan mengetahui fakta tentang burung pemangsa migran ini, diharapkan masyarakat terutama generasi muda dapat semakin peduli dan terlibat dalam pelestarian burung yang berada di Indonesia.
Advertisement
Tentang KEHATI
Tentang Yayasan KEHATI
Dibentuk pada 12 Januari 1994, Yayasan KEHATI bertujuan untuk menghimpun dan mengelola sumberdaya yang selanjutnya disalurkan dalam bentuk dana hibah, fasilitasi, konsultasi dan berbagai fasilitas lain guna menunjang berbagai program pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia dan pemanfaatannya secara adil dan berkelanjutan.
Beberapa tokoh di balik terbentuknya Yayasan KEHATI antara lain, Emil Salim, Koesnadi Hardjasoemantri, Ismid Hadad, Erna Witoelar, M.S. Kismadi, dan Nono Anwar Makarim.
Selama lebih dari dua dekade, KEHATI telah bekerja sama dengan lebih dari 1.000 lembaga lokal yang tersebar dari Aceh hingga Papua, serta mengelola dana hibah lebih dari US$ 200 juta. Dana tersebut berasal dari donor multilateral dan bilateral, sektor swasta, filantrofi, crowd funding, dan endowment fund.
Ada tiga pendekatan program yang dikelola oleh KEHATI yaitu ekosistem kehutanan, ekosistem pertanian, dan ekosistem kelautan. Selain itu, Yayasan KEHATI juga mengelola program khusus antara lain TFCA Sumatera, TFCA Kalimantan, SPOS, dan BAF. Yayasan Kehati mengusung visi 'Alam Lestari Untuk Manusia Kini dan Masa Depan Anak Negeri'.